Chapter 7 - Him

1.3K 273 304
                                    

Hai, selamat malam!
Jangan lupa tinggalkan jejak di setiap chapter agar aku cepat update lagii. See u🤍



Bibir si gadis sedikit terbuka kala kendaraan mereka melintasi komplek perumahan berisi rumah-rumah kelewat mewah di sepanjang jalan, hingga laju mobil berhenti tepat di depan rumah European Classic tiga lantai dengan pilar-pilar besar dan pintu setinggi dua kali lipat dari tinggi badannya. Bahkan tubuh Taehyung yang jauh lebih besar terlihat seperti hendak di telan oleh rumah ini.

Jika dari luar terlihat bak kastil kerajaan inggris, maka dari dalam Ahrin seperti masuk ke dalam buku dongeng anak-anak. Tatapannya tersita pada lukisan awan tepat di atas langit-langit rumah lengkap dengan lampu kristal yang menggantung menyilaukan mata, gorden-gorden tinggi menutupi kaca hingga Ahrin sontak berpikir bagaimana cara mencucinya, atau sederet guci-guci mahal dan sofa empuk yang Ahrin yakini harganya pasti di luar akal sehat manusia. Sebenarnya apa sih pekerjaan mereka? sampai bisa memiliki rumah yang bahkan tidak mampu Ahrin beli meski dicicil dua belas generasi.

Sialan, rumah ini benar-benar sangat menghibur kemiskinannya.

"Sebenarnya, kau hendak membawaku kemana?" Ketukan sepatu mereka saat menghentak lantai marmer menjadi satu-satunya pengisi suara di sana. Tidak ada siapapun yang menghuni lantai utama hingga Ahrin terus berjalan mengekori Taehyung menaiki lift menuju lantai tiga.

"Nanti kau akan tahu."

"Taehyung... Bolehkah aku memanggilmu begitu?" Ujar Ahrin agak ragu. "Bukankah kita sudah menjadi... Teman?"

Taehyung menatap Ahrin dari balik pantulan plat besi di dalam lift. "Terserah."

"Rumah ini milik presdir?"

"Bukan." Mengangkat bahu acuh, Taehyung melangkah keluar sembari memasukan jemari ke dalam saku celananya. "Ini rumah orangtuaku."

Benarkah Taehyung sekaya itu? Ahrin tidak percaya. Memicingkan mata curiga, ia mencubit pelan pinggang Taehyung dari belakang seraya mengikutinya. "Enak saja, ini rumah kakek ku, tahu."

"Sejak kapan kakek punya cucu lain selain aku?" Sambar seorang bocah kecil berambut lurus dengan mata setajam kilatan pisau yang baru saja diasah. Bersidekap dada sambil mengapit boneka pisang di ketiaknya.

"Hei." Melihat presensi itu, Taehyung sontak merubah haluan untuk berjalan menghampiri manusia kecil tersebut lalu membawanya dalam gendongan. "Howdy, little boy?"

"Dada." Anak itu cemberut, menampilkan pipinya yang bulat dan berwarna seperti apel masak disertai bibir mengerucut lucu. "Aku bilang, aku tidak suka bahasa inggris."

Dada? Apa dia anak Taehyung dari pernikahannya bersama Nara? Lantas untuk apa Taehyung memaksa Ahrin melahirkan anaknya kalau dia telah memiliki anak sebesar itu? Ahrin menggigit bibir bawahnya, menahan bibir untuk tidak spontan bertanya selagi masih ada anak tersebut di antara mereka. Lagipula, ini termasuk ke dalam misi rahasia.

Taehyung terkekeh kecil seraya menggigit gemas pipi anak itu. "Where's grandma?"

"Aku tidak akan menjawabnya."

"Kenapa?" Kedua alisnya terangkat penuh tanya.

"Ya karena aku tidak mengerti."

Romantis sekali mereka sampai-sampai melupakan kehadiran Ahrin yang dianggap seakan tidak pernah ada.

"Bibi itu siapa?"

Ahrin terlonjak cepat. Bibi? Bibi siapa? Ia memutar kepala melihat ke belakang memastikan, tapi telunjuk kecil itu mengarah tepat padanya sampai Ahrin mengangguk kikuk lalu menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"

Apa Ahrin terlihat setua itu sampai dipanggil Bibi? Inilah salah satu alasan mengapa ia tidak menyukai anak kecil, selain gemar memanggilnya Bibi, anak kecil juga suka sekali mengacaukan ketentraman rumah dengan teriakan, tangisan atau bahkan celotehannya yang tidak jelas. Tapi ingat, Ahrin hanya ditahap tidak suka, bukan benci apalagi antipati.

SURROGACYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang