CHAPTER 01

582 44 0
                                    


𝐯𝐨𝐭𝐞, 𝐜𝐨𝐦𝐦𝐞𝐧𝐭, 𝐚𝐧𝐝 𝐬𝐡𝐚𝐫𝐞!

-; Agustus

  Agustus kala itu adalah bulan dimana aku masih mengagumimu.

  Tatapan tajam itu selalu ku ingat, tatapan itu yang mampu membuat hatiku bergemuruh.

  Semoga aku bisa mengenalmu lebih dekat,

  Pemuda bernomor punggung 14, si manusia sempurna.

CHAPTER 01

"HAHA HARIS LO NGAPAIN NYUNGSEP KESITU BEGO!"

"ANAK IPA SEMANGAT, KALAHIN ANAK IPS YANG SONGONG-SONGONG ITU!"

"WAH GAK BENER LO!"

Suara riuh dukungan dari penonton pertandingan futsal SUMA saling bersautan, Kegiatan hari kemerdekaan tahun ini lumayan meriah, tak membosankan. Banyak drama yang dilakukan membuat suasana semakin berwarna.

"Kocak banget itu si Haris." Ujar Aufa sembari memposisikan dirinya untuk terduduk di bawah pohon mangga yang tertanam di sekolahnya. Afriza, Selaku temannya juga ikut tertawa pelan, menyetujui ujaran dari Aufa. Mereka baru saja keluar dari kelas, Afriza awalnya tak mau menonton pertandingan futsal ini, namun dengan paksaan Aufa, akhirnya ia dengan terpaksa mengiyakan.

"Baru tau anak IPS pada ganteng-ganteng." Ucap Afriza, Aufa menjawabnya dengan anggukan. Netra Aufa tak sengaja bersitatap dengan salah satu pemain dari jurusan IPS, bernomor punggung 14, Dia Atlaska yang sudah ia kagumi dari dua tahun lalu. Hanya beberapa detik, namun dapat membuat Aufa hilang fokus.

"Fa, hey!" Tegur Afriza.

Aufa terkesiap, "Iya, kenapa?" Ujarnya.

"Kenapa diem aja?" Tanya Afriza.

"Lo gak nyadar team apa yang sekarang lagi main?" Bukannya menjawab, Aufa justru bertanya kembali kearah Afriza.

Pandangan Aufa bergerak guna mencari seseorang yang tadi berhasil membuatnya hilang fokus, Pemain bernomor punggung 14 bertuliskan 'Doa Ibu' di atas nomor punggungnya. Ciri fisik pemuda tersebut sangat sempurna menurutnya, Alis tebal yang tajam dengan bibir yang agak mengerucut kedepan, Dari kejauhan bola matanya seakan terbinar, bulat dan indah.

Afriza menyadari itu, kemudian menghembuskan nafasnya pelan.

"Za!"

Afriza berdehem.

"Atlaska ganteng banget ya?" Tanya Aufa sembari menunjuk orang yang ia maksud, beberapa detik kemudian tangannya langsung ditepis.

"Jangan nunjuk-nunjuk, bego!" Tegur Afriza yang dibalas cengiran oleh Aufa.

"Lo gak capek?" Lanjutnya dengan bertanya. Aufa menggeleng, "Gak, capek kenapa?" Jawabnya.

"Naksir diem-diem kaya orang tolol dan sama sekali gak ada kemajuan sedikit pun" Tanya Afriza kembali, Aufa hanya melipat bibirnya ke dalam enggan menjawab.

"Dan mungkin juga dia gak tau kalo lo hidup."

"Cangkeme." Sinis Aufa terhadap Afriza.

Sang empunya hanya bisa tertawa pelan, berniat mengejek kemirisan kisah cinta temannya itu.

***

"Ah tai, Arip tolol!" Gerutu Kapten Futsal jurusan IPS, ia menggeram marah akibat timnya kalah karena didiskualifikasi.

"Sabar, gapapa ini cuma pertandingan biasa." Ujar Pemuda bernomor punggung 14 sembari menepuk pelan punggung Kaptennya.

"Gua tau ini cuman pertandingan biasa, tapi harga diri kita mau di taruh dimana?, Emang bajingan banget itu orang." Sarkas Rayyan, Wakil Ketua OSIS SUMA. Alisnya menukik tajam tanda bahwa ia marah. Mereka sudah bersusah payah membuang tenaga untuk berusaha memenangkan pertandingan ini, namun hasilnya tak sesuai ekspektasi.

"Sabar, Ray." Ujar temen sebangkunya, Sapto. Pemuda gempal dengan kacamata yang selalu terpasang di wajah imutnya.

"Mau satu dunia nyuruh gue sabar, kalo gue lagi emosi gini, gak bakal bisa sabar gue." Gerutu Rayyan yang membuat Kaptennya tertawa.

"Alay." Komentar sang Kapten yang diikuti tawa kecil.

Rayyan mendengus.

"Itu Arip bocah tolol ngapain tiba-tiba ngajak kita ribut sih, sat. Cuma satu kali gol lagi kita bakal menang." Geram Rayyan kembali.

"Udah napa si, bahas dia mulu. Demen lo sama dia?" Ujar Abyan, Pemuda manis yang sedari tadi menyimak.

"Si tai, amit-amit. Itu lagi si petrik tolol amat, bukannya narik itu bocah malah lari ke kamar mandi." Ujar Rayyan.

"Kebelet kencing, blog!" Suara Patrick dari arah pintu kelas, ia melangkah mendekati teman-temannya dengan langkah santai.

"Gimana lo tadi sama pak teguh?" Tanya nya kembali sembari menghadap Rayyan.

"Gak gimana-gimana, tegur dikit doang."

"Lagian lo bego, jadi orang jangan gampang kebawa emosi. Orang gila begitu ngapain lo ladenin." Tegur Patrick.

"Sama-sama gila ya ladenin lah." Celetuk Abyan yang dibalas tendangan di betisnya oleh Rayyan.

"Anjing lo!" Umpat Abyan sembari meringis sakit.

"Makanya jangan ngeselin lo, tai."

Pemuda bernomor punggung 14 tak berniat membuka mulut, ia hanya menatap teman-temannya dengan tatapan datar. Sudah biasa setiap harinya.

"Tadi kronologinya gimana?" Tanya Sapto.

"Tiba-tiba dateng ke tengah lapangan waktu mau ganti babak."

"Alesannya?"

"Ya ngajak ribut lah, pake nanya." Sinis Rayyan.

"Lo bokem baru netes mending diem aja dah." Geram Patrick.

Rayyan berdecak.

"Dia ada masalah sama gue." Ujar sang Kapten, Abil.

Semua pandangan kini berpusat kearahnya, Patrick duduk ditempat bangkunya dan membuka bekal yang ia bawa, ia siap mendengarkan dengan mulut yang sibuk mengunyah.

"Mungkin semacam dendam?"

"Karena apa?" Tanya Rayyan dengan wajah yang agak ia condongkan kearah Abil.

"Kepo lo!" Jawab Abil sembari mendorong pelan wajah Rayyan.

"Anjing!"

n/: Patrick itu penonton, SUMA (Nama samaran sekolah), Aufa (Anak IPA).

Dia, Atlaska! [Na Jaemin Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang