04. Star and Moon

18 15 9
                                    

Matahari bersinar terang pada pagi hari ini.
Baru saja Belva turun ke bawah untuk pamit berangkat sekolah, tetapi orang tuanya berteriak kencang.

“Anak kamu itu ya bukan anak kandung ku! Kamu selingkuh kan? Makanya lahir itu anak”

“Mas! Sejak kapan aku selingkuh? Kamu salah paham!”

Mereka tidak menyadari salah satu anaknya mendengarkan hal itu.

“Ayah.. Bunda..”

Kedua orang tua tersebut melihat kearah Belva yang baru saja memanggil mereka.

“Nah ini anak hasil perselingkuhan mu” ujar Ayah nya seraya menunjuk kearah Belva.

“Aku ngga pernah selingkuh, dan aku memang mau punya anak perempuan?” balas Bunda nya.

Belva penonton dan merupakan hal yang di ributkan oleh kedua orang tuanya.

“Ngga sangka, udah jadi beban ngga di inginkan, sekarang satu fakta lagi. Anak hasil perselingkuhan”

Perkataan kakaknya membuat perasaan nya semakin campur aduk.

“AKU MAU KITA CERAI!” teriakan itu membuat semua jadi hening. Terlebih Belva yang tidak bisa menjelaskan apa yang dirasakan saat ini.

“Mas! Jangan talak aku gitu aja, liat anak-anak, mereka lihat ini semua” cegah Bunda.

“Apa peduli ku? Terlebih ke anak hasil perselingkuhan itu” map tersebut dibuka dan diserahkan sebuah pena. Di tunjuk sebuah bagian yang harus diisi tersebut.

“Tanda tangan, dan urusan kita selesai. Kamu boleh sama selingkuhan kamu itu, dan hak asuh sama kamu semua”

Bunda menangis kencang, tidak ada yang bisa diperbuat lagi.
Ayah sudah berkata seperti itu dan mutlak.
Belva masih diam tidak bisa berekspresi apapun lagi.

Coretan pena diberikan di atas kertas itu, dan dengan resmi. Kedua orang tua itu berpisah secara hukum.
Tangisan semakin menjadi, dan Dimas mendatangi Bunda untuk menenangkan.

“Terimakasih saya pamit” tubuh yang tertelan dibalik pintu tersebut tidak akan pernah kembali.

Bunda berdiri dan mendekati Belva.
“Kamu!” leher yang dicekik oleh ibunya sendiri.
“B-bunda..”
Siapa yang tidak menangis melihat orang yang disebut ibu tersebut melukai anaknya sendiri.
“JANGAN PANGGIL AKU BUNDA LAGI!”
Kalimat tersebut akhirnya menjatuhkan air mata seorang Belva.

Dimas menahan Bunda agar tidak semakin melukai Belva. Cekikikan itu terlepas dan tubuh Belva langsung jatuh ke lantai dingin.

“Mending lu pergi aja Bel buat sementara”

Menuruti perkataan tersebut, dengan masih menggunakan seragam ia pergi dari rumah tersebut.

—o0o—

Suasana di sekolah seperti biasanya tidak ada yang berubah.
Andra menelungkupkan kepala nya di lipatan tangan.

Bel masuk berbunyi dan ia akhirnya menegakkan badan. Dilihat bangku belakang yang ditempati Belva, kosong.

“Kemana anak ini? Apa terlambat?” itu isi pemikiran Andra.

Guru masuk ke kelas, satu persatu siswa di absen olehnya.

“Belva Levannia Anatasya?”

Tidak ada sahutan sama sekali.

“Ada yang melihat Belva?” tanya guru tersebut.
Semua tetap diam tidak ada yang mau bersuara.
“Baiklah, Belva tidak ada keterangan”

Loss of Atlantis - [Story about Him]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang