Twelve (メ﹏メ)

590 80 14
                                    

Jaemin memutuskan untuk membawa Renjun ke sebuah cafe. Yang ternyata cafe itu adalah salah satu cabang dari cafe milik Jay. Beruntung karena Renjun yang sekarang ini tidak tau akan hal tersebut.

Beberapa pegawai disana memandangi Renjun penuh tanya. Anak itu menangis sambil terus memaki Jaemin. Seolah memperlihatkan pada semua orang bahwa mereka ini adalah pasangan yang ada masalah dan Jaemin lah yang salah.

Para pengunjung mungkin menganggap seperti itu, tapi tidak untuk para pegawai diasana. Mereka heran. Apakah Renjuna ada masalah dengan owner mereka atau berbagai macam praduga lainnya.

Menyingkirkan segala prasangka negatif, para pegawai berpikir bahwa Renjun sedang ada masalah dengan Jay dan memilih untuk curhat dengan pelanggan setia cafe tersebut, yaitu Na Jaemin.

"Udah elah nangisnya, males diliatin pegawainya juga." Jaemin menggerutu.

Renjun malah semakin menjadi. Satu kotak tisu habis, sekarang dia buka lagi yang baru. "Lo tuh ngga tau gimana rasanya Jaem! Gue masih kecil, gue ngga bisa diginiin."

Jaemin gemas tapi juga bingung. Sejak dia menjemput sahabatnya di halte, Renjun terus mengocehkan tentang masa lalu. Di pikiran Jaemin, dia tidak menemukan clue apapun mau Renjun mengoceh sampai mulutnya berbuih pun.

"Ih, beneran tau Jaem, gue ini dari masa lalu. Gue ngga tau gimana caranya balik lagi ke masa lalu. Disini malah diusir pacar sendiri anjrot. Makin anjing sialan goblok mampus aja anjrit." Renjun terus mengoceh menyampaikan kekesalannya.

Melihat hal tersebut, Jaemin hanya tersenyum dan sesekali tertawa. "Kasian juga sih kalo sampe nggak punya tempat tinggal gini," ucapnya seraya terus melihat Renjun dari atas sampai bawah.

"Terus gue harus gimana dooong? Huweeeee!" Tangisan sahabatnya itu semakin menjadi dan Jaemin hanya bisa mendekapnya, mengelus kepalanya mencoba menenangkan.

"Kalo tinggal di rumah gue ngga ada kamar. Coba lo cari siapa temen lo ada nggak yang bisa ditumpangin tempat tinggal?" Jaemin mencoba memberikan solusi meski dalam hati penasaran kenapa Renjun bisa diusir pacarnya sendiri.

"Hiks, Jaem, gue ngga ngerti harus kemana. Daerah ini udah beda sama pas kita masih SMA. Gue pas SMA cuma numpang juga. Ortu gue di China semua. Masa iya gue balik China, kan belom selesai sekolahnya!" Renjun semakin menangis tersedu bahkan leher Jaemin menjadi sasaran wajahnya menumpahkan air mata.

Akhirnya karena merasa kasian dan malas berdebat panjang, Jaemin membiarkan Renjun menangis dalam dekapannya hingga anak itu merasa tenang. Setelah hampir satu jam berada disana, Jaemin memesankan satu gelas eskrim untuk Renjun dan segelas americano untuk dirinya sendiri.

"Makasih. Lo tumben nraktir gue biasanya kebalikannya," ucap Renjun sambil memasukkan sesuap es krim tiga rasa itu ke dalam mulut kecilnya.

Jaemin menyikapi hal itu hanya dengan segaris tipis senyuman di bibir. Dia kini memikirkan bagaimana cara membantu agar Renjun menemukan tempat tinggal baru. Paling tidak untuk sementara. 

Ia membuka ponselnya sambil terus mengelus kepala Renjun menenangkan sahabatnya itu. Sebuah pesan muncul disana. Dari satu orang, tapi beberapa misscall menghujani ponselnya di balik pesan itu.

Saat Jaemin membacanya, ide gila terlintas begitu saja. Duduknya yang tadinya bersantai tanpa minat langsung berubah tegap. Ia merasa kasian dengan Renjun. Banyak hal yang diocehkan Renjun sedari tadi.

Meski Jaemin tidak ingat sama sekali, semuanya berhubungan dengan masa lalu yang dilupakannya. Ia berpikir, mencoba mengingat tapi yang ada malah kepalanya terasa tidak enak.

Ada satu nama yang disebutkan Renjun, dan Jaemin mengenal itu begitu baik, begitu dekat.

"Ikut gue yuk, kayaknya gue punya ide biar lo bisa tetep punya tempat tinggal."

Lost In Reality ✦ JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang