Al-Qur’an merupakan obat yang sangat manjur untuk mengobati penyakit rohani (mental) umat manusia.
Penyakit mental yang dimaksud bukan hanya dimiliki seperti mereka yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) karena adanya gangguan mental. Lebih dari itu, seseorang yang bisa diindikasikan mempunyai penyakit mental adalah mereka yang sikap dan perilakunya sudah menyimpang dari tuntunan al-Qur’an dan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
Beberapa sikap dan perilaku yang mengindikasikan sakitnya mental seseorang antara lain: perbuatan syirik (meyakini keesaan Allah adalah fitrah dan ketika hal ini diingkari berarti ada yang salah dengan seseorang tersebut), nifāq (bermuka dua) seperti suka berdusta atau menipu, suka menyombongkan diri (riya’), cenderung berburuk sangka, suka mengadu domba (namimah), hobi gossip (ghibah), tamak, dendam, dengki, dan menganiaya diri sendiri atau orang lain (zalim).
Berbagai penyakit mental tersebut lama-kelamaan akan menjadi akut ketika tidak segera diobati, sehingga pelakunya pun tidak merasa ada yang salah dengan dirinya padahal dirinya sedang dalam keadaan kritis (baca: mentalnya). Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ibnu al-Jauzi sebagaimana dalam Shaidul Khāthir:
“Ketahuilah, salah satu bentuk ujian yang paling besar adalah tertipunya seorang hamba dengan aman dan selamat dari azab setelah ia melakukan dosa. Sesungguhnya balasan itu datang kemudian. Salah satu balasan yang paling besar adalah ketidaktahuan seseorang terhadap balasan tersebut, menganggap remeh terhadap agama, kebutaan mata hati, dan ketidak mampuan dalam menentukan pilihan yang baik untuk dirinya sendiri sehingga dapat mempengaruhi keselamatan badan dan timbulnya kebosanan”
Senada dengan hal tersebut, Al-Ghazali menjelaskan dalam kitab Ihya’-nya:
“Ketahuilah bahwa tidak seorang pun yang melakukan suatu dosa kecuali permukaan hatinya menjadi hitam. Apabila hamba tersebut termasuk orang yang selamat, maka tampaklah noda hitam tersebut pada permukaan hatinya agar ia dapat lari menghindarinya. Sebaliknya, apabila ia termasuk seorang yang sengsara, maka noda hitam tersebut pun tidak tampak pada dirinya sehingga ia tetap asyik melakukannya, sampai ia masuk Neraka”
Berkaitan dengan hal tersebut, ada sebuah riset, seperti yang dikutip oleh Hamam, yang meneliti tentang perbandingan efek mendengarkan al-Qur’an dan mendengarkan music klasik terhadap gelombang otak (brain wave).Penelitian tersebut mengambil 28 orang sebagai sampel untuk diperdengarkan al-Qur’an Surat Yasin dan Pachelbel’s Canon D (music klasik).
Dari riset tersebut ditemukan bahwa selama mendengarkan Surat Yasin terjadi peningkatan terhadap gelombang otak kanan dan kiri hingga mencapai 12.67%. Sedangkan selama mendengarkan Pachelbel’s Canon D, terjadi peningkatan yang lebih sedikit, yakni 9.96%.
Penemuan ini mengindikasikan bahwa mendengarkan bacaan al-Qur’an lebih dapat meningkatkan alpha band dibandingkan mendengarkan musik klasik. Konsekuensinya, mendengarkan al-Qur’an bisa menjadikan kondisi yang lebih rileks dan siaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Charger Iman Dengan Dakwah
SpiritualQS. Ali Imran 104 وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ Artinya: "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kep...