Pertarungan Pertama

0 0 0
                                    

Astra menarik tali busur dengan penuh konsentrasi. Ia menatap target didepannya. Lalu melepaskan tiga anak panah dari busurnya dan tepat mengenai sasaran.
Spontan, beberapa prajurit Pasukan Pemanah bertepuk tangan untuknya. Mereka berdecak kagum akan kemampuan Kapten Pasukan Berani Mati baru ini dalam memanah." Kau hebat, Kapten"
" Itu benar. Bukan hanya memanah. Kau juga ahli bertarung dengan tangan kosong, ahli menembak,dan bermain pedang"
Astra hanya terdiam.
" Kapten,kami ingin melihatmu menembak dengan senapan"
Astra tertegun. Tenggorokannya serasa tercekat saat seorang prajurit menyerahkan sebuah senapan kepadanya. Laki laki itu mengerutkan alis. Kemudian, kejadian 11 tahun lalu kembali memenuhi ingatannya. Senapan... Ayah... Komandan Max... Ia mundur, menjauhi benda itu.
" Ada apa, Kapten?"
Astra menelan ludah.
Tsuzumi yang melihat raut tegang Astra dari kejauhan segera menghampiri kerumunan itu. Ia menatap Astra yang memandang senapan itu dengan tatapan kosong. Tsuzumi meraih tangan laki laki itu kedalam genggamannya." Astra, aku ingin bicara denganmu"
🌸
Mereka berhenti di ruang Komandan Pasukan Berani Mati. Tsuzumi berbalik setelah menutup pintunya. Ia menatap raut wajah Astra yang tak terbaca." Apa yang kau pikirkan?"
Astra tak menyahut. Ia mengalihkan pandangan,tak ingin menatap gadis itu lebih lama.
Tsuzumi mendekat dan menangkup kedua pipi Astra hingga tatapan mereka bertemu. Senyumannya membuat segalanya terasa lebih menenangkan bagi laki laki itu." Ada apa,hm?"tanyanya lembut.
Astra menelan ludah. Ia memegang tangan yang masih menyentuh pipinya." Tsuzumi,aku tidak ingin menggunakan senapan"
" Tapi kenapa?"
Astra terdiam. Bibirnya terasa kaku,tak mampu untuk menjelaskan semuanya.
" Kau teringat sesuatu,ya? Tentang senapan" tanya Tsuzumi hati-hati.
" Tidak, tidak" Astra berusaha terlihat biasa saja.
" Kau yakin?"
Astra mengangguk
Tsuzumi tersenyum tulus. Dari raut wajahnya,ia tahu bahwa laki laki itu punya trauma terhadap senapan. Tsuzumi tak ingin menanyakannya lagi. " Aku mengerti"
" Apa?" Astra mengerutkan alis.
Tsuzumi hendak menjawab, namun suara sirine darurat terdengar di penjuru markas.
" Pasukan Amerika bergerak! Pasukan Amerika menyerang di dataran tinggi Hiroshima! Diharapkan seluruh Komandan mempersiapkan pasukan!..."
Astra dan Tsuzumi saling pandang.
" Kita harus pergi sekarang" ucap Tsuzumi hendak beranjak. Namun Astra segera menahan tangannya.
" Apa aku ikut?" tanyanya seolah tak mengerti.
Tsuzumi berdecak gemas." Tentu,Kapten"
" Tapi--"
" Begini saja. Kau pimpin para prajurit baru Pasukan Berani Mati. Aku yang akan memimpin para prajurit senior " jelas Tsuzumi menyela.
" Tapi,aku tidak mau menggunakan senapan " Astra memelas.
Tsuzumi menepuk dahinya." Kau bisa gunakan senjata lain kan? Kau bahkan bisa bertarung dengan tangan kosong"
Astra tertawa kecil sambil mengusap tengkuknya." Oh,iya"
Tsuzumi tersenyum kecil seraya mengambil sebuah kotak berukuran sedang dari atas mejanya dan memberikannya kepada laki laki itu." Ini untukmu. Percayalah. Lupakan rasa takut itu,lalu pimpin para prajurit baru ke medan pertarungan. Astra,aku akan menunggumu " Tsuzumi berbalik dan berlalu meninggalkan laki-laki itu sendirian di ruangannya. Tak lupa menutup pintunya kembali.
Astra menatap kotak ditangannya. Ia membuka benda itu perlahan. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil saat mendapati seragam militer khusus terlipat rapi didalamnya. Di celah-celah antara seragam dan permukaan kotak, terselip secarik kertas. Astra menariknya dan membaca tulisan tangan Tsuzumi disana.
Ini dirancang khusus untuk Kapten Ashuka Fujihima, Kapten Pasukan Berani Mati dari Pasukan Hinomaru.
Astra menghela nafas pelan." Komandan..."
🌸
Tentara Amerika terus menyerang dan membom Pasukan Hinomaru sehingga menimbulkan banyak korban, termasuk para prajurit Pasukan Berani Mati. Dalam keadaan genting itulah, Astra dihadapkan dengan orang yang dibencinya.
Laki laki itu merintih seraya bersandar disebuah pohon setelah menerima luka yang bertubi-tubi dari Pasukan Amerika beberapa menit yang lalu. Kini ia tengah berada di pepohonan dataran tinggi. Astra memejamkan mata sambil berusaha menahan rasa sakit dari luka-lukanya . Ditambah rasa nyeri disekujur tubuhnya membuat laki laki itu nyaris roboh. Astra meringis lagi. Kedua matanya spontan terbuka saat mendengar suara tepukan tangan yang memelan dari belakang.
" Mana mungkin Kapten Pasukan Berani Mati mengeluh dan bersembunyi dibalik sebatang pohon?"
Suara berat itu. Tentu saja Astra mengenalnya. Ia berbalik dan menatap tajam pria didepannya seolah sasaran sudah berada didepan mata. Laki laki itu menarik pedangnya tanpa mengalihkan pandangan." Komandan Max Holter..."
Pria itu tertawa." Masih mengandalkan pedang? Kau tidak ingin menggunakan senapan?"
Astra mengeraskan rahang saat ia diingatkan tentang kejadian 11 tahun lalu.
" Karena Profesor Ajiro Fujihima sudah kuhabisi, sekarang giliran putranya"
Astra tersenyum miring. Ingin sekali ia memenggal kepala orang dihadapannya." Kau ingin menghabisi ku? Tidurlah dulu lalu bermimpi. Itu hanya akan menjadi angan-angan kosong "
" Kau tidak berubah,ya? Kau memang tidak mirip seperti Ajiro. Tapi kau bodoh seperti Ayahmu itu "
" Apa?"
Max terkekeh sinis." Kapten Muda,kau harus tahu. Ayahmu adalah seorang penjahat besar "
Astra mengerutkan alis, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya." Jangan membual tentang Ayahku "
" Tidak apa jika kau tak percaya ini sebagai kenyataan. Harus kuakui,kau benar-benar telah mewarisi kebodohan Ayahmu ''
Sepertinya, Astra sudah tak bisa menahan emosinya lebih lama lagi. Ia mulai mengayunkan pedangnya, berusaha menumpas sang komandan.
"Sudahlah,Nak. Lebih baik kau susul Ayahmu itu"
" Itu takkan pernah terjadi!"
Untuk kesekian kalinya, pertarungan memanas antara mereka. Tampaknya Astra memang sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Ia kembali menyerang Max dengan serangan yang bertubi-tubi. Kemudian, ingatannya terbang di malam dimana ia resmi menjadi Kapten Pasukan Berani Mati dihadapan seluruh pasukan.
" Namamu Ashuka Fujihima. Tapi kenapa kau menyebut dirimu dengan nama Astra?" tanya Tsuzumi setelah pertemuan malam itu.
Astra tersenyum simpul sembari menyelipkan rambut gadis itu ditelinga." Karena jika aku dipanggil dengan nama Ashuka,aku teringat kejadian hari itu"
Tsuzumi terkesiap. Ia merasa tidak enak karena menanyakan hal itu." Maaf "
Astra terkekeh gemas." Tidak apa-apa "sahutnya seraya mengusap rambut Tsuzumi." Astra itu berarti langit. Dan aku punya mimpi tak terbatas seperti angkasa itu sendiri"
Sekali lagi, Astra mengayunkan pedangnya dengan lincah hingga berhasil melukai Komandan Max. Disaat keadaan yang menguntungkan itulah,ia menebaskan pedangnya hendak mengakhiri pertarungan. Namun Max segera menahan pedang itu dengan pedangnya.
Astra semakin mengeraskan rahang sambil berusaha menebaskan pedangnya.
" Kau mau menghabisiku, Kapten Fujihima?"tanya Max sambil menatap laki laki didepannya.
" Jangan cegah aku! Aku bisa merebut nyawamu dengan paksa"
" Nyalimu cukup besar untuk ukuran putra seorang ilmuwan. Kuakui itu"timpal Komandan Max sambil tersenyum licik.
Astra mendorong pedangnya dan menendang perut hingga terhuyung kebelakang. Ia menghambur dan mencengkeram kerah seragam pria itu, lalu melakukan Udi-Shi-Ghi hingga membuat Max terkulai." Itulah mengapa aku melarangmu membual tentang Ayahku"hardiknya sembari mencengkeram kerah baju Max yang terkapar di tanah.
🌸
" Dimana Kapten Astra?"tanya Tsuzumi selagi mengatur pasukannya dengan tergesa-gesa.
" Kapten. Dia..."ucap Kori terputus.
" Dimana dia?"tanya Tsuzumi mendesak.
" Kapten Astra dan Komandan Max sedang bertarung satu lawan satu di sebelah barat dataran tinggi, Komandan"sahut Nagiwa hati -hati. Ia tak ingin sang komandan cemas tentang keadaan kaptennya.
" Satu lawan satu?"Tsuzumi mengerutkan alis.
Rei mengangguk singkat." Kami melihatnya dari balik deretan pohon disana. Kapten Astra terluka parah. Dia melawan Komandan Max dengan sisa-sisa tenaganya"
Astra,batin Tsuzumi khawatir." Nagiwa, kembali kesana dan bawa kembali Astra kemari. Cegah dia melanjutkan pertarungan itu "
"Baik, Komandan "
Tsuzumi memandang Nagiwa yang mulai menghilang dari pandangan. Ia memegang dahinya cemas. Dia akan baik-baik saja. Tenang.
Diam-diam,Kori mendekat kearah Rei yang berdiri disampingnya. Ia berbisik." Sepertinya Komandan sangat mencemaskan Kapten. Kau tidak curiga?"
" Hah?"
Kori berdecak kesal sembari menyentil dahi laki laki itu.
" Komandan!"
Mereka menoleh spontan.
" Nagiwa"Tsuzumi mengedarkan pandangan. Matanya tak melihat siapapun yang datang bersama gadis itu." Dimana Astra?"
Nagiwa berusaha mengatur nafasnya yang tersengal." Komandan, Kapten tidak ada disana. Komandan Max juga begitu. Kabar dari Pasukan Pemanah, Kapten Astra mati terbunuh. Dia tewas karena tertembak oleh prajurit Amerika"
Tsuzumi tertegun. Jantungnya serasa berhenti berdetak, seolah dunia telah berhenti karenanya. " Astra... gugur?"
Nagiwa hanya membalasnya dengan anggukan kepala.
Tsuzumi menggeleng kuat. Kedua matanya mulai berkaca-kaca." Tidak. Kau bercanda. Astra tidak mungkin terbunuh. Dia masih hidup"bantahnya sesak. Ketiga prajurit itu berusaha menenangkannya.
" Komandan, apapun bisa terjadi. Kapten bisa saja mati terbunuh"ujar Rei meyakinkan.
"Pasukan Pemanah keliru. Berita itu salah" Tsuzumi membantah. Hidungnya memerah. Kini air matanya sudah tak bisa dibendung lagi. Komandan Pasukan Berani Mati itu menangis.
Tiba-tiba, earphone yang terpasang di telinga kanan gadis itu terhubung dengan Komandan Fujiki Yamada, Komandan Pasukan Angkatan Udara.
" Komandan Tsuzumi Kuroyanagi, Kapten Ashuka... gugur dalam pertarungan duel dengan Komandan Max "
Tsuzumi terdiam mematung dengan tatapan kosong. Lalu beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
🌸
Tsuzumi menyusuri dataran tinggi dengan cepat. Ia memeriksa wajah-wajah setiap prajurit yang gugur disana. Namun,ia tetap saja belum menemukan Astra diantara prajurit-prajurit itu. Gadis itu terus mencari. Tak peduli tetesan peluh yang membasahi wajah dan lehernya.
" Astra!"panggil Tsuzumi hingga suaranya terdengar sampai kejauhan. Ia menyebut-nyebut nama laki laki itu. Raut wajahnya benar-benar panik. Jika memang Astra gugur, pasti jasadnya ada diantara para prajurit yang juga gugur." Astra!"panggilnya sekali lagi. " Kau dimana?" Suaranya berubah lirih. Kemudian, atensinya beralih pada beberapa senjata yang tergeletak di bawah sebuah pohon. Pisau, pistol, pedang... Tunggu. Tidak ada senapan. Itu berarti --
" Hei, kau mencari siapa?"
Tsuzumi tertegun. Ia kenal suara itu. Tsuzumi celingukan. Tak ada siapa-siapa.
" Aku disini"
Tsuzumi menengadah dan melihat kaptennya tengah duduk santai di atas dahan pohon." Astra?"
" Aku lelah. Makanya aku duduk di sini. Kulepaskan semua senjataku dan menikmati pemandangan indah dari sini. Eh, ternyata kau juga datang. Kau pasti mencariku,ya?"
" Tidak. Aku --"
" Jangan mengelak. Aku tahu. Kau takut aku terluka kan? Tenang saja. Aku baik-baik saja disini. Tak perlu khawatir" Astra tertawa renyah.
Tsuzumi mengangkat sebelah alisnya. Rasanya mual setelah mendengar ucapan laki laki itu." Ada-ada saja"
" Ayo. Aku ingin memperlihatkan sesuatu kepadamu" ajak Astra seraya mengulurkan tangannya kepada gadis itu.
Tsuzumi melipat lengan didepan dada." Kau ingin aku duduk di atas pohon?"
Astra membuang nafas. " Jangan karena kau seorang komandan, jadi kau merasa keberatan duduk di sini. Ayolah. Sekali-kali jangan buat dirimu seperti di neraka"
Tsuzumi membalas uluran tangan itu. Ketika Astra menariknya, gadis itu duduk disampingnya,diatas sebuah dahan. Tsuzumi terpaku seketika. P
Tatapannya menyapu pemandangan menakjubkan dari atas pohon di puncak dataran tinggi Hiroshima.
" Kau suka?"tanya Astra masih menatap gadis disampingnya. Ketika Tsuzumi mengangguk antusias,ia tersenyum. Tangannya bergerak mengusap rambut Tsuzumi yang di kucir rapi." Tsuzumi"
" Hm?"
Tanpa aba-aba, Astra menarik ikat rambut Tsuzumi hingga surai hitam itu tergerai sempurna.
Tsuzumi menoleh spontan. Jantungnya berpacu lebih cepat saat mendapati wajah Astra begitu dekat." Ada apa?"
" Aku lebih suka melihatmu dengan rambut terurai"
Tsuzumi mencibir." Kau pikir aku akan menuruti seleramu?"
Astra terkekeh sambil merapikan letak rambut gadis itu." Tidak. Tapi aku bisa membuatmu melakukannya kapanpun aku mau "
" Dasar nakal!" gerutu Tsuzumi seraya menyenggol lengan Astra dengan lengan kirinya.
Astra tertawa lepas." Kau lupa? Aku ini mantan pimpinan preman "
Tsuzumi pun kesal dibuatnya. Ia memasang ekspresi wajah cemberut yang mampu membuat Astra gemas memandangnya.
Astra mencubit pipi gadis itu sambil menggigit bibir." Apa Ibumu masih hidup?"
" Tidak" sahut Tsuzumi sembari mengusap pipinya." Memangnya kenapa?"
" Tidak apa. Aku hanya ingin mengungkapkan rasa terima kasihku karena telah menghadirkan orang di seindah dirimu "
Tsuzumi terkesiap. Apa maksudnya? Wajahnya memerah seketika. " Kau menggodaku,ya?!"
Astra tertawa gemas. Gadis ini benar-benar membuatnya merasakan hidup. Ia hanya tertawa melihat wajah yang tampaknya sedang menahan senyum disampingnya. Astra mendekat dan mengecup pipi gadis itu pelan. Membuat Tsuzumi mematung karenanya. Cantik.
Gadis itu berdeham untuk menetralkan perasaannya. Ia menoleh. Perhatiannya tertuju pada luka dilengan kanan laki laki itu." Ini sakit,ya?"
Astra tersenyum. Alih-alih bisa menghibur rasa cemas gadis itu." Tidak"
" Rei bilang,kau bertarung melawan Max dengan sisa-sisa tenagamu"
" Tsuzumi, aku bisa--"
" Kau bisa saja terbunuh. Aku --"
" Tsuzumi,dengar. Aku baik-baik saja. Dan lagipula --"
" Aku tidak mengerti dirimu, Astra. Kenapa kau melawannya disaat keadaanmu semakin genting?"
Astra membuang nafas. Ia merangkul gadis itu dan merapatkannya." Aku pernah berjanji padamu. Akulah yang akan menghabisi Komandan Max"
Tsuzumi menatap laki-laki itu lekat. " Tapi --"
" Kau adalah alasan mengapa aku masih bertahan "sela Astra sambil tersenyum miring. Ia mendekat, mengikis jarak diantara mereka. Lalu mengecup kening gadis itu lama." Bertahanlah bersamaku, Komandan "

About Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang