" Jadi, bagaimana dengan misi kalian?"
Tsuzumi terdiam sejenak. Suasana ruangan jenderal itu menjadi sepi hening." Informasi yang kami dapatkan hanya sedikit, Jenderal"
" Apa itu?"
" Saat ini, Amerika sudah memiliki persenjataan canggih dan pasukan yang besar"
Jenderal Hamae berpikir sejenak sambil mengusap dagu." Mereka memang selalu punya inovasi untuk menciptakan senjata senjata canggih"
" Jenderal, tentang peledakan bom bunuh diri di Armada Angkatan Laut Amerika oleh Jepang..." Tsuzumi menggantung kalimatnya.
" Ada apa?"
" Kau pernah mengatakan, orang yang membuat bom itu adalah Profesor Ajiro" Gadis itu menarik nafas." Dugaan kita benar, Jenderal. Kapten Astra adalah putra Profesor Ajiro yang sampai saat ini masih mereka incar"
" Itu berarti, kecurigaanku selama ini tidak salah" gumam Jenderal Hamae seraya membuang nafas pelan." Komandan Tsuzumi, pertahankan Kapten Astra. Jangan sampai Pasukan Amerika berhasil menangkapnya. Karena jika dia terbunuh, titik besar kekuatan pasukan ini akan menghilang. Selain itu, dia adalah keturunan terakhir dari klan Fujihima"
" Baik, Jenderal" sahut Tsuzumi hormat.
" Istirahatlah. Kudengar kabar dari Kapten Astra, kau tertembak dua peluru"
Tsuzumi mengangguk. Ia bangkit dan membungkuk dihadapan sang Jenderal. Lalu berbalik dan melenggang pergi.
Jenderal Hamae hanya duduk diam ditempatnya. Ia membiarkan Tsuzumi keluar dari ruangannya. Sejurus kemudian, pria berusia 39 tahun itu menghela nafas panjang. Ia teringat akan pembicaraannya dengan Ajiro 11 tahun lalu di Osaka." Aku telah melakukan kesalahan besar dengan menciptakan bom itu" ucap Ajiro hari itu. Hari dimana Hamae yang masih menjabat sebagai Komandan Pasukan Berani Mati datang untuk bertemu dengan titik awal bom bunuh diri itu dibuat.
" Kau membuat bom itu hanya sebagai bentuk partisipasi, atau ada hal lain?" tanya Hamae sambil menatap pria yang duduk dihadapannya.
" Tidak. Hanya itu" sahut Ajiro singkat. Raut wajahnya jelas menunjukkan penyesalan." Aku diancam akan dibunuh. Tapi..."
" Apa? Kau mengkhawatirkan keselamatan nyawamu?"
" Tidak. Tapi putraku. Aku khawatir dia akan membenciku setelah tahu akulah yang menyebabkan perang ini meluas. Aku takut, mereka juga akan membunuhnya"
" Putramu?" tanya Hamae.
" Ya. Putraku. Usianya masih 9 tahun. Dia punya mimpi yang sulit untuk dihancurkan"
🌸
" Kau mau tidur? Apa kau tidak mau ke ruanganmu dulu?"
Tsuzumi yang hendak masuk ke kamarnya spontan berhenti. Ia menoleh dan melihat Astra tengah bersandar sambil melipat lengan didepan dada." Memangnya kenapa?"
" Tidak. Hanya saja, aku bosan. Tapi karena kau mau tidur, aku takkan mengganggumu " sahut Astra seraya berbalik hendak beranjak dari tempat itu.
" Astra "
Laki laki itu berhenti melangkah. Ia beralih menatap gadis itu.
Tsuzumi tersenyum. Ia mengerti. Biasanya Astra akan mengganggu di ruangannya. Laki laki itu akan menanyakan sesuatu yang tidak masuk akal atau hanya sekedar merengek kepadanya disaat ia sedang sibuk." Kau bosan? Mau belajar sesuatu lagi bersamaku?"
" Tapi, kau lelah. Tidur saja "
Tsuzumi mengedikkan bahu." Mana mungkin aku lelah? Aku baik baik saja " Ia mendekat dan menggandeng tangan laki laki itu. Membuatnya terkesiap.
Astra menatap tangan Tsuzumi yang memegang tangannya. Lalu beralih memandang gadis itu. Ia tersenyum.
" Ayo " ajak Tsuzumi seraya menarik Astra menuju ruangannya." Kenapa ruangan ini selalu bersih?" tanya Astra begitu mereka tiba di ruang Komandan Pasukan Berani Mati.
" Memangnya kau mau ruanganku berantakan seperti kamarmu?" tanya Tsuzumi balik sembari duduk di kursinya. Tangannya sigap menata berkas berkas diatas meja.
Astra terkekeh sambil menggaruk tengkuknya. Ia pun duduk di kursi depan meja sang komandan." Iya. Aku tahu kamar dan ruanganmu selalu bersih. Makanya aku ingin kau membersihkan kamarku juga" sahutnya seraya mengangkat angkat alis.
" Apa maksudmu?"
Astra membuang nafas malas." Masih belum mengerti juga? Ingat saat perjalanan misi kita ke Amerika? Saat itu tuas pesawat macet. Aku mengatakan sesuatu padamu"
Tsuzumi terdiam. Ia mengerutkan alis, mencoba untuk mengingat kejadian itu. Mengatakan apa?
Aku belum siap mati sekarang. Aku bahkan belum sempat menikahimu.
Tsuzumi berusaha menahan senyumnya. Wajahnya tampak memerah." Kau memang laki laki nakal, ya?"
Astra mengangguk sambil melipat lengan." Aku pernah memimpin sekelompok preman di kota ini, ingat?"
Tsuzumi tertawa kecil." Sudahlah. Pembicaraan yang aneh "
Astra tersenyum sambil menatap paras gadis didepannya. Cantik." Kau ini, diangkat sebagai komandan sejak kapan?"
" Setahun yang lalu. Saat usiaku 18 tahun "
Astra manggut-manggut." Pasti sulit kan?"
" Ya. Apalagi, aku memimpin prajurit prajurit senior yang mayoritas berusia lebih tua dariku" sahut Tsuzumi. Ia menarik nafas sebelum melanjutkan." Saat usiaku 8 tahun, aku bergabung sebagai prajurit Pasukan Berani Mati. Kemudian diulang tahunku yang ke-16 tahun, Jenderal memberiku hadiah dengan mengangkatku sebagai kapten. Setelah itu, aku diangkat sebagai komandan setahun yang lalu"
Astra menepuk dadanya angkuh." Aku juga bergabung dengan Pasukan Berani Mati diusia 20 tahun. Tepatnya beberapa bulan lalu. Bahkan aku langsung diangkat sebagai kapten oleh komandan cantik yang duduk didepanku bagai seorang ratu "
Tsuzumi terkekeh." Aku bukan ratu. Dalam pasukan ini, Jenderal Hamae sebagai rajanya. Hm... Aku hanya sebagai seorang putri "
" Dan aku pangerannya " serobot Astra tidak mau kalah. Hal yang memancing tawa keduanya.
Atensi mereka beralih saat Kori datang dengan terburu-buru. Laki laki itu langsung membungkuk hormat dihadapan kedua pemegang jabatan Pasukan Berani Mati." Komandan! Kapten!"
Spontan, Tsuzumi bangkit dari tempat duduknya." Ada apa, Kori?"
" Pasukan Amerika menyerang di titik utara Hiroshima, Komandan. Jenderal Hamae memerintahkan Anda untuk mempersiapkan Pasukan Berani Mati"
" Kalau begitu, segera beritahu prajurit lain untuk bersiap"
" Baik Komandan!" sahut Kori agak serius sembari berbalik dan beranjak pergi.
Tsuzumi membuang nafas berat. Ia terduduk di kursinya sembari memegang kepalanya yang terasa berdenyut.
Astra bangkit dan merangkul gadis itu." Tsuzumi, kau baik-baik saja?"
Tsuzumi hanya mengangguk sambil tersenyum kecut.
Astra mengerutkan alis. Ia meraba dahi gadis itu." Kau sakit. Kenapa tidak memberitahuku?"
" Aku tidak apa-apa "
Astra menggeleng." Tidak. Kau harus istirahat. Aku akan memimpin pasukan kita " Ia mengusap puncak kepala Tsuzumi lembut. Lau berbalik hendak pergi dari tempat itu. Namun langkahnya terhenti saat ia merasa ujung bajunya ditahan. Laki laki itu menoleh dan mendapati wajah pucat sang komandan.
" Jangan tinggalkan aku " ucap Tsuzumi serak.
Astra terdiam sejenak. Sebenarnya berat juga meninggalkan Tsuzumi sendirian di markas. Orang orang Amerika bisa saja menemukannya dan menangkapnya tanpa sepengetahuan laki laki itu." Kalau begitu, ikutlah. Aku akan menjagamu, apapun yang terjadi "
🌸
Serangan yang dilancarkan Amerika semakin bertubi-tubi. Terlebih lagi, persenjataan yang lengkap dan pasukan yang besar. Juga Jenderal William Hans yang menyertai penyerangan terhadap Hiroshima. Hal ini menyebabkan Pasukan Hinomaru terpukul mundur. Semakin banyak prajurit yang gugur di medan pertempuran.
Tsuzumi merintih karena luka luka yang diterimanya. Gadis itu bersandar di permukaan dinding sebuah bangunan. Kepalanya terasa pusing. Ia memandang sekeliling." Astra, kau dimana?" gumamnya parau. Ia memejamkan mata sambil berusaha menahan rasa sakitnya. Tanpa disadari, senapan yang tergenggam ditangannya terkulai begitu saja.
" Tsuzumi, bertahanlah. Aku ada disini"
Tsuzumi membuka matanya kembali. Ia menatap Astra yang tengah merangkulnya.
" Sudah kubilang kan? Istirahat saja di markas"
Tsuzumi menggeleng pelan.
Astra menghela nafas. Ia mendekap Tsuzumi lembut. Lalu mengecup puncak kepalanya." Bertahanlah. Aku akan melindungimu"
Dalam hitungan detik, terdengar suara tepukan tangan pelan dari Jenderal William yang berjalan kearah mereka." Oh, jadi benar. Markas kalian ada di kota ini. Hm... Kota yang indah. Tapi tidak ada yang bisa mencegahku untuk menghancurkan kota ini, termasuk kalian"
Astra mengeraskan rahang. Ia menggenggam erat tangan mungil Tsuzumi." Jenderal, akan kupastikan kota ini tidak akan hancur"
Jenderal William tertawa kecil." Astra, Astra. Aneh sekali. Ayahmu yang telah membuat perang ini meledak, dan kau ingin mengakhirinya"
" Ayahku tidak bersalah. Bukan dia yang meledakkan bom itu di Amerika "
" Tapi dia yang membuat bom itu. Memodifikasi bom bunuh diri dengan alat peledak berbahan nuklir. Dan akhirnya meledak di Armada Angkatan Laut Amerika. Itu yang kau sebut dengan tidak bersalah?"
Astra tak menyahut.
" Bagaimana? Masih ingin percaya lagi pada Ayahmu itu? Dia bahkan telah menipumu"
Dia bahkan telah menipumu. Astra limbung beberapa langkah kebelakang. Genggamannya sudah lepas dari tangan Tsuzumi. Entah sejak kapan. Ia tidak tahu.
Aku... adalah penjahat besar.
Tsuzumi mendekat dan menepuk bahu laki laki itu. Berbisik ditelinganya." Astra, jangan dengarkan dia. Ingat mimpimu. Jangan biarkan kenyataan itu menghancurkannya. Ayahmu bukan alasan kau harus berhenti melangkah"
Astra menoleh menatap gadis itu dalam jarak dekat. Senyuman dibibir mungil itu menguatkannya. Kemudian, pandangannya beralih ke Jenderal William." Aku akan menebus kesalahan Ayahku" Dengan gerakan cepat, Astra menarik pistol dan menembakkannya kearah Jenderal William. Tepat saat Tsuzumi melakukan hal yang sama.
Disaat yang bersamaan, dari kejauhan, Jenderal Hamae melihat Komandan Max membidikkan senapan kearah Tsuzumi." Komandan Tsuzumi!" serunya. Namun sialnya Tsuzumi tak mendengarnya. Tidak ada pilihan lain. Jenderal Hamae segera berlari dan mendorong tubuh gadis itu hingga terhempas. Jatuhnya Tsuzumi menyebabkan senapan ditangannya melepaskan tiga peluru dan berhasil menghantam tubuh Jenderal William. Tepat saat tembakan Max mendarat di dada Jenderal Hamae. Jenderal Pasukan Hinomaru itu berlutut. Lalu tersungkur ke tanah.
" Jenderal!" pekik Tsuzumi seraya menghampiri tubuh itu. Ia menekan dada sang Jenderal untuk menghentikan pendarahannya. Wajahnya begitu panik. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. Gadis itu tak ingin merasakan sakit kehilangan lagi.
Jenderal Hamae terbatuk. Tangannya terangkat untuk memegang tangan Tsuzumi agar berhenti." Nak, aku tidak apa-apa"
Tsuzumi menelan ludah. Ia bisa merasakan keputusasaan dari nada suara pria itu." Jenderal, bertahanlah. Kapten Astra sedang mencari bantuan"
Jenderal Hamae menggeleng pelan." Aku sudah tidak membutuhkannya lagi"
Tsuzumi membungkam mulutnya sendiri agar isakannya tak terdengar. Setetes cairan hangat mulai meluncur dari sudut matanya. Ia menoleh kebelakang. Berharap bantuan yang dibawa Astra sudah dekat. Namun ia tak melihat siapapun. Jenderal William dan pasukannya juga sudah tidak ada.
" Zumi, tolong panggil para komandan dan kapten"
Tsuzumi mengangguk sambil menyeka air matanya. Lalu menekan tombol earphone ditelinganya." Jenderal ada disini. Dia bersamaku. Komandan Fujiki, segera bawa seluruh pasukan kesini"Selang beberapa lama, seluruh Pasukan Hinomaru datang dengan tergesa-gesa. Para komandan, kapten, lengkap dengan prajurit-prajurit baru dan senior datang dengan barisan teratur. Komandan Hikaru, Komandan Fujiki, dan Komandan Akiro segera berlutut dihadapan sang Jenderal. Disamping Tsuzumi. Keempat kapten Hinomaru juga berlutut dibelakang komandan mereka, termasuk Astra yang berlutut dibelakang Tsuzumi.
" Jenderal, bantuan sudah datang " ucap Komandan Fujiki.
" Aku tidak butuh itu lagi "
Keempat komandan itu saling pandang sejenak.
" Lalu, apa yang Anda butuhkan, Jenderal?" tanya Komandan Akiro.
Jenderal Hamae tersenyum kecil." Yang aku butuhkan hanya Jenderal Pasukan Hinomaru yang baru dari kalian" Sang jenderal terdiam sesaat. Hal yang membuat suasana menjadi hening." Komandan Tsuzumi, mulai sekarang, seluruh Pasukan Hinomaru yang terbagi atas empat pasukan, berada di tanganmu. Dibawah kendalimu" sambungnya seraya menggenggamkan simbol Pasukan Hinomaru ditangan gadis itu.
Tsuzumi tak bisa menjawab. Ini adalah perintah Jenderal dan pastinya tidak terbantahkan.
" Ini keputusanku. Tak ada lagi yang bisa mengubahnya. Dan aku percaya padamu, Jenderal Tsuzumi "
Tsuzumi menggigit bibirnya. Ia menunduk saat merasakan tangan kaku sang Jenderal. Juga kulitnya yang begitu dingin. Dia sudah tidak ada. Tsuzumi menyeka air matanya. Lalu bersama komandan lain, ia membungkuk penuh hormat.
" Beristirahatlah dalam damai!"
Secara serentak, seluruh pasukan membungkuk." Beristirahatlah dalam damai!"
KAMU SEDANG MEMBACA
About Dream
Historical FictionSebuah kisah romansa yang diangkat dari peristiwa bersejarah di dunia. Ashuka Fujihima tak pernah menyangka perjanjian itu akan menjadi titik awal perubahan hidupnya.Perlahan, semuanya menghilang. Semuanya direbut oleh lincahnya gerakan peluru y...