17 Agustus 1946.
Tok. Tok.
" Masuk"
Nagiwa membuka pintu dan masuk dengan beberapa berkas ditangan. Ia menghampiri Tsuzumi dan meletakkan tumpukan itu diatas meja.
" Terima kasih, Nagiwa" ucap Tsuzumi tanpa menoleh. Masih fokus pada berkas didepannya. Tampaknya serius sekali.
" Hm. Jenderal"
" Ada apa?"
" Aku dan pemegang jabatan lain membicarakan hal penting semalam"
" Tanpa aku?" serobot Tsuzumi. Tetap tak menoleh.
" Sebenarnya, ini bukan pertemuan resmi, Jenderal" Nagiwa tersenyum meski gadis itu tak melihatnya." Kami mengusulkan agar Anda segera mengangkat seorang prajurit untuk mengisi jabatan panglima perang yang kosong setahun belakangan ini"
Spontan, Tsuzumi menghentikan gerakan tangannya yang tengah menandatangani salah satu berkas. Ia menekan ujung ballpoint itu dipermukaan kertas. Ekspresinya begitu datar.
" Jenderal, aku--"
" Jangan pernah katakan itu lagi" sela Tsuzumi dengan nada mengancam.
Nagiwa menelan ludah. Jika boleh jujur, Tsuzumi terlihat sangat menyeramkan untuk saat ini. Entahlah. Sejak insiden pemboman Hiroshima, Tsuzumi menjadi sangat sensitif.
" Maaf--"
" Jenderal!"
Tsuzumi dan Nagiwa menoleh bersamaan.
" Ada apa, Komandan Rei?" tanya Tsuzumi datar.
Rei membungkuk hormat." Jenderal, ada yang ingin menemuimu"
" Siapa?"
" Tanpa nama, Jenderal"
Tsuzumi membuang nafas kasar." Katakan padanya, aku sibuk"
" Tapi, dia ingin bertemu, Jenderal. Katanya ini penting. Dia sedang menunggu Anda didepan markas"sahut Rei hati -hati.
Tsuzumi bangkit dan berdiri. Lalu melenggang pergi meninggalkan dua orang itu.
" Rei, siapa yang ingin bertemu dengan Jenderal?" tanya Nagiwa sembari menyenggol lengan laki laki itu.
Rei beralih menatap Nagiwa." Kau tidak akan percaya siapa orang itu"
🌸
Tsuzumi berhenti melangkah. Ia mengedarkan pandangan. Tidak ada orang asing disana. Hanya prajurit penjaga dan beberapa lainnya yang tengah berlalu lalang." Siapa yang ingin menemuiku?" gumamnya kesal. Kemudian, perhatiannya tertuju pada secarik kertas yang menempel di permukaan sebuah batang pohon. Tsuzumi celingukan. Lalu tangannya mulai membuka lipatan kertas itu.
Jangan marah, Jenderal. Kau lupa siapa aku? Temui aku di tempat dimana 4 pasukan berkumpul.
Tsuzumi berpikir sejenak. Tempat 4 pasukan berkumpul. Ruang pertemuan. Ia pun beranjak pergi.
Sesampainya di ruang pertemuan, Tsuzumi tak menemukan siapa siapa. Yang ia temukan hanya secarik kertas diatas kursi panglima perang yang sudah lama dikosongkan.
Eh, salah alamat. Aku ada di ruang Komandan Pasukan Angkatan Darat.
Tsuzumi membuang nafas. " Siapa orang ini?"
Tsuzumi membuka pintu ruang itu perlahan. Lagi lagi tidak ada. Yang ia temukan hanya Komandan Akiro yang tengah terlelap dengan kepala terkulai disandaran kursi. Didahinya melekat satu kertas lagi." Dia mendengkur" gumam Tsuzumi sembari meraih kertas itu, lalu membukanya.
Sudah lelah, ya? Aku ada diruanganmu.
Tsuzumi membuka pintu ruangannya. Ia menggeram. Tak ada siapa-siapa disana. Gadis itu menemukan secarik kertas lagi.
Oke. Sepertinya kau sudah kesal. Ini yang terakhir. Begitu kau melihatnya, pejamkan matamu, lalu bermimpilah.
Tsuzumi ingat pernah mengatakan ini sebelumnya. Ia membuang nafas kesal." Aku lelah"
" Akhirnya" engah Tsuzumi begitu ia sampai di rooftop markas. Tidak ada siapa-siapa." Hei, kau mempermainkanku, ya?!" teriaknya kesal.
Gadis itu berlari hingga sampai ditepi rooftop." Memangnya dia siapa? Tanpa nama" gumamnya mendengus. Ia tertegun saat seseorang menutup matanya dari belakang. Ia juga merasakan kecupan ringan di pipinya. Siapa yang lancang padanya? Tsuzumi menepis tangan itu dan spontan berbalik. Tatapannya bertemu dengan mata tajam yang tidak asing. Senyuman itu. Tentu saja Tsuzumi mengingatnya." Kau" gumamnya tercekat seraya melangkah mundur. Tak sadar jika saat ini ia berdiri diujung rooftop. Jantungnya berpacu lebih cepat saat laki laki itu sigap melingkarkan lengannya di pinggang Tsuzumi.
" Hati-hati, Jenderal"
Tsuzumi masih terdiam dalam pikirannya yang mulai berkecamuk. Tidak mungkin." Astra" ucapnya nyaris berbisik. Air matanya menetes saat menyebut nama itu.
Astra tersenyum. Tangannya yang lain bergerak menyeka air mata gadis itu lembut." Jangan menangis, Tsuzumi. Aku ada disini untukmu"
" A-aku..." Tsuzumi tercekat.
Astra menarik gadis itu untuk dipeluk. Membiarkan sang Jenderal menangis didadanya. Ia mengecup puncak kepala Tsuzumi lama." Aku pulang" bisiknya ditelinga gadis itu.
" J-jangan tinggalkan aku lagi" isak Tsuzumi.
" Iya, Sayang " sahut Astra lembut seraya mengecup kening Tsuzumi." Aku kembali untukmu " Setelah gadis itu mulai tenang, Astra melepaskan pelukannya perlahan. Ia beralih menangkup kedua pipi Tsuzumi dan menyeka air matanya." Maafkan aku " ucapnya sembari mendekat hingga dahi mereka bertemu.
Tanpa diduga, Tsuzumi menarik pistol dan menodongkannya kepelipis Astra.
" Hei, ada apa ini?" tanya Astra sambil menahan tawa. Jujur, Tsuzumi terlihat menggemaskan saat ini.
" Hiks. Kau jahat "
Astra tersenyum miring." Tembak saja kalau begitu "
Tsuzumi menguraikan tangannya. Tangisnya pecah seketika. Astra segera menenangkan gadis itu.
" Maafkan aku,hm"
" Hiks. Jangan pergi lagi "
" Iya. Aku tidak akan pergi lagi " sahut Astra menenangkan. Ia mengecup kedua pipi Tsuzumi." Sudah, ya. Jangan menangis "
Setelah gadis itu tenang, Astra menyeka air matanya yang lagi lagi menetes." Aku kembali untukmu, Tsuzumi "
" Untukku?"
Astra mengangguk. Ia tersenyum. Lalu menyelipkan rambut Tsuzumi ditelinga." Aku datang untuk mengambil milikku"
" Maksudnya?"
" Tsuzumi, menikahlah denganku. Ini perintah, bukan pertanyaan "
KAMU SEDANG MEMBACA
About Dream
Historical FictionSebuah kisah romansa yang diangkat dari peristiwa bersejarah di dunia. Ashuka Fujihima tak pernah menyangka perjanjian itu akan menjadi titik awal perubahan hidupnya.Perlahan, semuanya menghilang. Semuanya direbut oleh lincahnya gerakan peluru y...