***
Sebenarnya yang dikatakan Isagi dan Bachira itu ada benarnya. Lebih baik aku pindah menempati bangku kosong di sebelah Nagi dari pada duduk sendirian di pojok belakang. Namun, yang menghalangiku saat ini adalah rasa malu dan canggung. Aku yakin jika hanya diriku yang merasa seperti ini karena tidak mungkin lelaki berambut putih itu merasakannya.
Jika saja Tokimitsu tidak membongkar apa yang terjadi di antara kami, aku pasti akan langsung pindah tanpa keraguan. Sudah berboncengan di atas sepeda, menuju ke kelas bersama, dan kini akan duduk bersebelahan.
Harapanku ternyata tidak terkabul sama sekali. Kupikir tidak ada orang yang kukenal yang melihat kami karena murid-murid juga belum banyak yang datang. Rupanya, lelaki yang aku anggap sedikit aneh tersebut melihatnya.
Menghela napas kasar, aku kemudian berdiri sambil menahan rasa malu dan gugup yang membungkus hati. Kuambil tasku yang tergantung di samping meja lalu berjalan menuju bangku kosong milik Isagi.
Aku tahu betul jika saat ini lelaki bersurai dark blue itu sedang tersenyum puas bersama temannya yang ikut andil dalam merencanakan hal ini. Aku juga berusaha mengabaikan teman-teman sekelas yang ingin menyoraki diriku. Andai saja Nagi tidak berkata tegas, suara sorakan mereka pasti memenuhi ruangan saat ini juga.
Aku mendudukkan diri sambil memasang sikap dan ekspresi biasa untuk menyembunyikan perasaan gugup. Sedikit kulirik pria berambut putih yang duduk di sampingku. Tampaknya dia tidak tertarik dengan kehadiranku, tapi aku bersyukur karena dengan begitu rasa gugup ini bisa hilang secara mudah.
Pandanganku lalu mengedar ke sekitar. Teman-teman tidak lagi terpaku pada kami sehingga aku mampu bernapas lega. Setelah itu, aku mengambil buku yang akan digunakan pada jam pelajaran pertama dan peralatan tulis, kemudian menggantungkan tas di samping meja.
"Aku akan menjenguk Reo, kau mau ikut?"
Nagi yang tiba-tiba mengeluarkan suara secara pelan sedikit membuatku tersentak. Aku beralih untuk memberinya tatapan bingung karena tawaran yang tersebut sebab atas dasar apa dia mengajakku pergi menjenguk teman baiknya.
"Kudengar sekolah akan berakhir sekitar pukul sepuluh karena para guru akan mengadakan rapat. Ikutlah bersamaku untuk menjenguk Reo, setelah itu kita menuju ke rumahku,"
Kalimat terakhir yang dia ucapkan sukses membuatku sedikit tersentak. "Ke rumahmu? Apa maksudmu?" tanyaku pelan dengan wajah tidak paham.
"Apa kau lupa jika aku pernah berkata ingin membantu menyembuhkan gangguan mentalmu?" Dia memperhatikanku secara seksama, mengabaikan smartphone miliknya yang jelas-jelas lebih menarik dibandingkan diriku. "Berhubung orang tuaku sedang tidak ada di rumah, kita bisa menuju ke sana untuk melakukan itu setelah pulang dari rumah Reo."
Aku diam mendengarkan penjelasannya sambil mengingat hal tersebut. Itu belum lama terjadi jadi seharusnya aku tidak segampang itu untuk melupakannya. Aku mengerti jika dia ingin membantuku dan aku juga sangat berterima kasih dengan ketulusan hatinya tersebut. Namun, yang membuatku sedikit ragu adalah lokasi tujuan. Aku takut jika dia bertindak kurang ajar mengingat orang tuanya tidak ada di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗛𝗘𝗔𝗟𝗘𝗥 || 𝐍𝐚𝐠𝐢 𝐒𝐞𝐢𝐬𝐡𝐢𝐫𝐨
RomanceBerbicara tentang sempurna, tidak ada yang sempurna di dalam hidupku. Luka yang kudapat dari keluarga, pembullyan, dan pelecehan membuat mentalku kacau berantakan. Setelah orang tuaku bercerai, aku dan ibuku pindah ke sebuah apartemen sehingga membu...