Welcome back, welcome back..😊
Thank you for kalian yang udah mau baca sampai sini :)
Semoga hati dan harimu menyenangkan😉
Mangga maos..📚
-------------"Assalamu'alaikum, Umi."
Umi menoleh sumringah. Seulas senyum mengembang di wajahnya.
"Wa'alaikumussalam, Fai. Kebetulan kamu ke sini," Umi menghentikan pekerjaannya sejenak.
"Alhamdulillah. Pelanggannya ramai ya, Umi. Mau Fai bantuin?" tawar Fai.
"Boleh, kamu tolong anterin ini dulu ke meja nomor lima sama nomor tujuh, ya!" perintah Umi sembari menggerakkan tangannya lagi, menyiapkan pesanan.
"Siap, Umi."
Umi mengusap peluh.
Masih pukul setengah sepuluh tapi udah keringetan, Alhamdulilah, batin Umi.
"Tumben sendirian, Umi? Za kemana?" tanya Fai saat kembali ke dapur.
"Za belum bangun lagi. Umi nggak tega bangunin dia, kayaknya capek banget. Kemarin dia pergi sampai sore, nggak tau pergi kemana, habis itu malemnya masih maksa bantuin Umi bikin adonan donat," jelas Umi.
Za pergi sampai sore? Pergi kemana dia? Atau jangan-jangan..? Abdulloh? pikir Fai.
Dia buru-buru mengenyahkan pikiran itu, bergegas membantu Umi menyiapkan pesanan.
"Kamu ada perlu sama Za?" tanya Umi setelah menyelesaikan pesanan terakhir.
Fai memindahkan pesanan ke nampan dan menghantarkannya ke depan.
"Nggak kok, Umi."
"Oh, ini udah selesai, Fai. Kamu tadi niatnya mau ngapain ke sini?" Umi mendudukkan dirinya di bangku.
Fai menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebenarnya dia ingin menanyai Zakia lebih lanjut tentang ingatannya soal Abdulloh.
"Mau ke sini, Umi."
"Lah, iya, mau beli makanan atau mau ketemu Za?" Umi terkekeh melihat Fai.
"Udah, gih, sana samperin!"
"Tapi, Umi..,"
"Ya udah, Umi minta tolong jemput Haf sama Iz di sekolah, mau nggak?" dalih Umi.
"Siap, Umi. Nanti habis itu Fai ke sini lagi," sahut Fai.
"Assalamu'alaikum, Bulik."
Umi tersenyum menyambut wanita yang baru saja beruluk salam.
"Wa'alaikumussalam. Eh, ada Kak Zia. Tumben jauh-jauh ke sini, ada apa gerangan?" tanya Umi.
Fai hanya mematung di tempat, menunggu keduanya selesai bercakap, atau paling tidak menunggu saat yang tepat untuk menyela. Dia belum sempat berpamitan pada Umi.
"Ya mau ketemu Bulik, lah. Kenapa Bulik?" Zia balik bertanya.
"Kamu sendirian? Naik apa?" Umi balas bertanya terlebih dahulu.
"Sendirian, Bulik. Sekarang Kak Zi udah bisa naik motor sendiri," Zia tertawa ringan.
"Alhamdulillah. Bulik mau minta tolong temani di sini, boleh nggak?"
"Boleh banget dong, Bulik. Dengan senang hati."
"Sip, terimakasih Kak Zi cantik. Nah, Fai, jadi kamu nggak perlu kesini lagi nanti. Umi nanti di temani Kak Zi," pesan Umi. Zi menoleh, terkejut. Baru sadar tadi ia melihat seorang lelaki di sini.
"Loh, ternyata Kak Fai, ya. Kirain siapa," Zia terkekeh.
"Hehe, iya Zi, udah lama nggak ketemu, ya," ujar Fai kaku. Mereka memang sudah lama tidak berjumpa semenjak Zia memutuskan untuk pergi ke pesantren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Rasa
Tâm linhSeorang wanita terdiam seakan dirinya beku, tak mampu melangkah dan berucap. Ketiga orang di hadapannya santai saja mengucapkannya bersamaan. Ilusikah? Kenyataankah? "Ya, ini nyata. Maaf.." Seseorang menjawab pertanyaan hatinya. Tubuh wanita itu b...