oh,ayolah😓

35 4 4
                                    

Mangga maos📚
------------------

"Astagfirullohal 'adzim."

Zakia terduduk dalam satu sentakan. Peluh membanjiri wajahnya. Bibirnya pucat. Tubuhnya gemetar hebat. Matanya menatap kosong. Jantungnya berdetak cepat.

"Mba Za?"

Zakia bergeming, tak menoleh sama sekali. Dia masih setengah sadar. Napasnya tercekat.

"Mba Za?"

Satu tepukan mendarat di pundaknya. Zakia tersadar, segera bernapas. Dia menoleh bingung.

"Kenapa Mba Zi?"

Dengan sisa kesadaran, Zakia berusaha bertanya. Ziha menatapnya lekat, heran dengan sikapnya. 

"Kamu nggak papa?" tanya Ziha khawatir.

"Aku emang kenapa?" Zakia balik bertanya lagi.

"Habis mimpi apa, sih? Kok sampe keringetan banget kayak gitu?"

Zakia mengernyitkan dahi, meraba wajahnya yang basah. Dia mengusap peluh sembari menetralkan degup jantungnya.

Lagi-lagi, mimpi itu!  Aku tidak tau apakah masih bisa bertahan. Haruskah aku segera mencari tau? Tapi, dengan keadaanku di pondok seperti ini..? Zakia menghentikan ucapannya dalam hati.

"Aku wudhu dulu, ya?" pamit Ziha selepas melihat bibir Zakia yang tadinya pucat sudah kembali seperti semula.

Dia tidak ingin memaksa Zakia bercerita. Baginya, biarlah dia bercerita jika memang ingin, bukan karena pertanyaannya.

"Oke, makasih Mba Zi, udah di bangunin."

Ziha berlalu pergi, meninggalkan Zakia yang kembali termenung sejenak.

Ah.. Abdulloh.. siapa sih kamu? Aku pengen cari tau tapi nggak tau apa yang harus aku cari! Aku nggak tau ciri-ciri kamu kayak apa, nama lengkapmu, penampilanmu, semuanya! Nggak ada satupun hal yang aku inget kecuali namamu, Abdulloh. Laki-laki yang aku mimpiin dengan kemeja serta kopyah pudar yang aku nggak inget warnanya. Selain itu aku nggak tau apa-apa! Jadi gimana aku mau cari tau..?  Zakia menggeram frustasi dalam hati.

"Mba Za?" Azkiya muncul dari balik pintu.

Zakia hanya menoleh tanpa menjawab.

"Udah mau iqomat kayaknya. Lebih baik wudhu sekarang, deh, sebelum ketinggalan," sarannya sambil nyengir lebar.

"Oke, makasih Mba Az," ucapnya sembari beranjak berdiri.

*******
"Sebaik-baik manusia itu bukan yang paling pintar. Tapi خير الناس انفعهم للناس. Mau sepintar apapun, kalau dia tidak mengamalkannya, tidak menyampaikannya kepada yang lain supaya memberi manfaat, tidak memberi manfaat kepada yang lain, maka dia belum menjadi khoirun nas."

Zakia mempercepat laju penanya, berusaha mencatat semua keterangan yang di jelaskan Umi.

"Umi pernah di tanya sama salah satu ibu-ibu. 'Umi, berarti lebih baik sedikit ilmunya tapi mengamalkan daripada punya banyak ilmu tapi tidak mengamalkan, ya?' Kalau menurut kalian gimana? Setuju nggak?" tanya Umi sembari menatap seluruh penjuru ruangan.

Sontak, semua santri mengangguk kecil. Sembari tersenyum lebar, Umi melanjutkan kalimatnya.

"Kalau Umi nggak setuju."

Semua santri mengernyit kebingungan. Bagaimana bisa tidak setuju?  -kurang lebih pertanyaannya seperti itu jika di ungkapkan.

"Umi tidak setuju, karena menurut Umi lebih baik banyak ilmu tapi tetap mengamalkan, tetap memberi manfaat pada yang lain," jelas Umi.

Jejak RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang