"Kamu awasi dia!"
"Siap."
"Jangan terlalu mencolok, jangan sampai ketahuan!"
"Oke."
"Jangan sampai lepas!"
"Iya, iya. Tapi boleh tanya sedikit, nggak?"
"Apa?"
"Kenapa nggak terang-terangan aja sih?"
"Dimana-mana ngawasin bukannya diam-diam?"
"Sebenarnya nggak juga."
"Jadi, mau nggak?"
"Iya. Ya udah aku pergi dulu."
********
"Mba Za!"Zakia mendongakkan kepalanya. Seorang gadis menatapnya dengan napas menderu.
"Ada apa Mba Ni?"
"Di timbali Umi," ucapnya tergesa.
Zakia menyodorkan gelas plastik miliknya yang terisi es teh. Aini menerimanya lantas duduk dan meminumnya.
"Makasih, Mba Za."
"Sama-sama. Ya udah, aku ke ndalem dulu," pamitnya.
Aini mengangguk, tersenyum sambil menormalkan pernapasannya. Zakia berlalu, segera melangkah ke ndalem sebelum Umi terlalu lama menunggu.
"Mba Za, temani Umi ke toko buku, ya?"
Zakia mengangguk, sedikit heran. Umi terkekeh melihat wajah Zakia.
"Umi punya rencana mau bikin perpustakaan di pondok. Umi ingat, kemarin Abimu bilang, kamu suka beli dan baca buku. Jadi, nanti kamu bantu Umi pilih buku-buku yang sekiranya cocok di masukkan perpustakaan pondok, ya?" terang beliau di akhiri tanya.
"Nggih, Umi," jawabnya agak ragu.
Bagaimana caranya bepergian dengan beliau? Nanti kalau ternyata su'ul adab bagaimana? pikirnya dalam hati.
"Kalau misalnya mau ajak satu teman, boleh, kok."
Zakia menghela napas lega. Umi seperti tau kegelisahannya sebagai santri baru di sini.
"Ya sudah, kamu siap-siap dulu. Umi tunggu di teras ndalem," pungkas beliau dan berlalu ke dalam.
Zakia lantas berbalik ke kamar dan mencari teman yang bisa dia ajak. Dia melirik Aini sekilas. Berniat akan mengajaknya tapi urung. Dia juga santri baru seperti dirinya.
"Mba Az sama Mba Ziha kemana ya Mba Ni?"
"Mba Az lagi nyuci kayaknya. Kalau Mba Ziha.. kalau nggak salah kuliah, deh," jawabnya sama-sama ragu.
"Ya sudah. Makasih," ucapnya sebelum pergi ke kamar mandi.
"Mba Az!" Zakia berseru senang begitu mendapati Azkiya yang sudah selesai dengan cuciannya.
"Kenapa kamu?" tanyanya heran.
"Temenin, yuk!"
"Kemana?"
"Ikut Umi ke toko buku."
Azkiya berpikir sebentar. Dia meletakkan ember ke tempat semula. Tangan satunya lagi membenarkan sarung yang terlipat kemana-mana.
"Sekarang ya? Tapi aku ganti baju dulu, basah semua ini," ucapnya yang diiringi anggukan Zakia.
"Aku tunggu di depan, ya?"
Azkiya mengangguk, mengantar langkah Zakia yang bergegas berganti baju dan menunggu di depan.
"Yuk!" ajak Azkiya tidak lama kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Rasa
SpiritualSeorang wanita terdiam seakan dirinya beku, tak mampu melangkah dan berucap. Ketiga orang di hadapannya santai saja mengucapkannya bersamaan. Ilusikah? Kenyataankah? "Ya, ini nyata. Maaf.." Seseorang menjawab pertanyaan hatinya. Tubuh wanita itu b...