01. Iklan Marjan; Awal Puasa

358 45 79
                                    

Sosok pemuda yang kini tengah duduk bersandar di sebuah kursi kesayangannya, menatap malas pada layar tv. Yang dilakukannya sejak tadi hanyalah mengganti saluran iklan untuk mencari acara kesukaan. Namun di televisi tersebut menampakkan tayangan iklan yang berulang kali ia tonton.

Jangan diragukan lagi. Pemuda ini sampai hafal oleh tayangan iklan apa saja yang barusan lewat di televisinya.

"Iklan mulu iklan mulu. Bosen anying gue liatnya."

Mendadak lesu, perut gembulnya meronta ingin memaksakan sang pemilik raga untuk segera mengisi makanan ke dalam organ tubuh. Tangannya beralih mengusap perut yang berada di balik baju.

"Perut gembulku, tadi kan udah makan. Masa mau makan lagi. Padahal hari ini jadwalku diet, sayang. Besok deh janji, kita puasin seharian ngemil, oke?"

Seakan mengajak perut gembul miliknya berbicara dan dapat mendengar curahan hatinya. Kelihatannya, hari ini Ecan akan puasa ngemil.

Sebenernya, Ecan tuh nggak kuat kalau sehari tanpa ngemil. Pokoknya, setiap ada makanan entah apapun itu, langsung ia sikat tanpa pikir panjang. Dan berakhirlah sebuah penyesalan dari dalam lubuk hatinya.

Kata Ecan, "Kenapa ya gue makan ini? Nyesel ga sih? Gagal diet deh wkwkwk."

Belum lagi teman kost nya kadang membawa pulang seblak, bakso, mie ayam, es dawet. Diam-diam Ecan batin, "Makan, nggak. Makan, nggak."

Gitu aja terus, batin mulu anaknya.

Kayak sekarang. Mali baru pulang main dari tempat nongkrongnya, di warung kopi temannya. Pulang-pulang mulai tercium bau-bau kuah bakso yang sangat teramat ngeunah. Bahkan bau kuahnya yang hangat-hangat, sudah mencemari seisi ruangan kost. Dia dengan bangga, berjalan menuju ruang dapur sembari menunjukkan senyum asimetris, menenteng bungkusan plastik.

Si Ecan ini merasa, ada udang di balik batu. Yah apalagi, kalau bukan sesuatu yang seharusnya dia nggak perlu tahu. Karena itu bukan miliknya.

Diam-diam Ecan menghampiri si Mali. Mali sendiri tahu, ada orang di balik punggungnya yang lagi buka bungkusan plastik. Tangannya bergelayut manja di lengannya Mali. Mirip kucingnya Jono waktu ngadu minta makan di betisnya.

Ecan bilang sambil menaikkan kedua alisnya. "Idih si Mail bawa bakso. Mabar cuy, kita kan kawan ye nggak."

Mali pura-pura nggak dengar.

"Mail."

Masih diam.

"MAIL!"

Hilang sudah kesabaran Mali. Padahal, dia cuma pengen makan bakso sendiri. Sebab Mali belinya hanya satu. Anaknya malas masak.

Biasanya yang bagian masak di dapur itu Nana. Nggak cuma Nana doang sih, sebenernya mereka bisa masak. Palingan masak Indomie ditambah telur mata sapi. Jangan lupa sentuhan terakhir, dikasih kecap. Makanan anak kos yang simpel dan tidak menyusahkan diri sendiri. Sebelumnya Nana tadi sempat kirim chat ke Mali, kalau anaknya nggak bisa masak sekarang. Karena Nana pulang kampung, takziah ke makam bapaknya.

Sementara Mali pura-pura tuli, Ecan sedang mikir seribu satu cara agar membujuk anaknya Pak Mail.

"Gue ngambek nih."

"Sok ngambek, gue pun kagak peduli ama lu juga. Orang ini bakso gue, gue beli sendiri, kagak buat rugi elu."

Nelangsa bener gue.

"Can."

"Napa."

"Ayo mabar ama gue, tapi elu jangan rakus makannya."

Yang awalnya lesu, loyoh, pundung, nggak punya semangat hidup akibat nggak kedapatan makan bakso bareng. Akhirnya, harapan yang sempat pupus tadi, dikabulkan. Ini dinamakan doa-doa orang terdzalimi. Soalnya, dia merasa si paling terdzalimi. Katanya.

Warmindo Doremi | NCT Dream ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang