02. Penentuan Hilal

166 41 37
                                    

"Bukannya sekali
Sering ku mencoba
Namun ku gagal lagi."

"Hanya iman di dada
Yang membuatku mampu
S'lalu tabah menjalani."

Malam ini Jono mendengarkan lagu lawas milik Nike Ardilla. Entah kenapa disaat dirinya dilanda kegalauan tanpa sebab, ketika dengerin lagu Bintang Kehidupan perasaannya menjadi lebih tenang.

Dengerin lagunya Mbak Nike ini, Jono jadi kepikiran, kangen bapaknya. Karena, lagu ini mengingatkan masa muda bapaknya. Bapaknya Jono fans berat banget sama Mbak Nike.

Awalnya, lagu lawas itu terputar berasal dari sumber suara radio usang, yang ternyata sudah ditinggalkan pemilik kosnya. Memang sengaja ditinggalkan, jika dipikir-pikir, pemilik kos tersebut pun tidak menggunakan radio usangnya semenjak mulai menempati rumah baru. Lokasinya sih tidak cukup jauh, posisinya terletak di bagian belakang perumahan. Alhasil, dibiarkan begitu saja tanpa kembali pada sang pemiliknya.

Pemilik kosan pun sah-sah saja, malahan senang radionya digunakan baik-baik sama anak-anak. Asalkan mereka bisa amanah, menjaga barangnya. Waktu ditanya alasannya kenapa mereka mau merawat benda usang itu, pada akhirnya mereka semua kompak bilang, "Kalo nggak pernah dipakai gapapa atuh, kita-kita bisa perbaiki. Daripada nganggur dibiarin nggak terawat."

Syukur-syukur, sampai sekarang masih bisa dipakai.

"Jon, Jon. Daripada nganggur, sana cuciin baju. Bengong mulu, heran."

Entah apa yang merasuki sesosok pemuda itu. Kelihatan jelas bagaimana tampang Jono tampak lesu, tak bertenaga. Biasanya, yang paling heboh si Jono. Tumbenan gitu, dia bengong malem-malem.

Mali mendongak menatap ke balkon atas, ia geleng-geleng keheranan. Bukan apa-apa, Mali takut tiba-tiba Jono kesambet gara-gara, bengong mirip orang dongo.

"WOI!"

Mali memanggilnya setengah teriak. Menyadarkan makhluk hidup yang sedang bertengger di tepi balkon. Lucu kalau dilihat-lihat, ketika Mali menyadarkan Si Jojon, tangannya ikut melambai-lambai.

Pemuda itu bingung harus melakukan aksi apa untuk selanjutnya. Karena ia lelah dicuekin sama doi, selama sejenak, Mali masih tidak tahu harus mengatakan apalagi.

Ia berpikir sebentar, berusaha mencari akal agar pemuda dongo di atas tersadar dari haluannya.

Setelah mendapatkan pencerahan lampu ajaib yang tiba-tiba keluar dari kepalanya, Mali berspekulasi tentang ide jahilnya, bagaimana kalau Jono dilempar kerikil sadar nggak ya anaknya?

Kemudian Mali langsung melemparkan kerikil yang ia jumpai tepat di bawah kakinya. Dia nggak mikir kedepannya bakal gimana, yang penting, menyadarkan Jono itu harus, entah dengan apapun caranya.

Tanpa diduga, Mali melakukannya langsung tanpa pikir panjang. Dia asal lempar sebenarnya. Kalau pun jujur, dalam hati nuraninya, ada dua pertimbangan ketika melempar batu. Satu, bakalan kena jendela yang berakhir dirinya harus mengganti. Kedua, bakalan kena si Jojon.

Tapi ya udah mau gimana lagi. Terpaksa deh. Dan kenyataannya, tahu-tahu beneran mengarah kena dahinya Jono.

Setelahnya, Jono tersadar dari haluannya. Ia sedikit meringis, mengaduh kesakitan. Padahal nggak sakit sih, orang batunya kecil. Tapi, tetap aja yang namanya batu dilempar pasti sakit.

Sedangkan, Mali ketawa cekikikan. Mau ketawa kenceng, kasian juga lihat anak orang dibikin benjol sampai merah tuh kepala.

"Geblek, malem-malem tambah lempar jumrah."

Saking penasarannya, lantas, Jono buru-buru mencari tahu dari mana batu tersebut berasal. Ia menoleh ke kanan dan kiri, tak dijumpai siapapun. Kemudian menengok ke bawah, ternyata oh ternyata.

Warmindo Doremi | NCT Dream ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang