05. Pulang Kampung Dadakan

71 23 34
                                    

"Hah... akhirnya beres."

Helaan napas Jono terdengar lirih. Setelah perayaan ulang tahun Injun tadi, Jono langsung menyiapkan beberapa baju buat besok, dia bawa seperlunya aja. Sisanya ditinggal kosan. Soalnya Jono berniat kalau besok ingin pulang kampung.

Ngomong-ngomong, ulang tahun Injun berjalan lancar. Sesuai dengan rencana. Cuma, anaknya kaget waktu buka hadiah ternyata dikasih—yah gitu deh. Tapi nggak pa-pa, Injun mah ikhlas. Yang penting, dia bahagia menerimanya itu sudah lebih dari cukup.

"Buseeeettt. Kok bajunya dimasukin ke tas? Mau keluar kemana tengah malem begini."

Tatapan Icung seakan-akan menginterogasi Jono yang tengah beberes baju. Ketika Jono hendak meresleting tasnya, barulah Icung mengerti. Hingga matanya tertuju pada sebuah tas yang sedikit mengembung. "Ikut dong, nebeng hehehe."

Jono mendecih. "Gak. Sesekali coba naik angkot sana. Nebeng nebeng, gue bukan ojol. Lo kira apa nggak butuh bensin. Belum tenaga gue."

"Alah, ban motor gue bocor tau."

"Terus."

"Tentu saja nebeng adalah solusinya. Izinkan saya berbocengan denganmu, Kanda."

"Ogah, bokong lo selalu ngecap anget mulu tiap kali naik motor!"

"Gue kasih ongkos buat beli bensin deh."

"Begini sodaraku." Jono menarik pundak Icung agar jarak mereka lebih dekat. "Tawaran anda sangat menarik sekali. Karena ini adalah bulan suci, maka saya izinkan kamu menunggangi brong brong saya. Asalkan..." Dengan tampang watados, alis Jono naik turun.

Icung langsung mengerti arti dari kode-kodean Jono. Emang ya human human zaman sekarang. Disogok duit aja langsung tancap gas. "Duitkan? Halah. Itu mah easy peasy lemon squeezy tenang aja, Kakanda." Katanya sambil menjentikkan jari.


***


Sesuai yang telah direncanakan, hari ini Nana tengah ditemani Injun memasak untuk sahur nanti. Menu masakan kali ini ayam goreng ala-ala kaepci premium.

Sebenarnya kemarin setelah perayaan, Injun itu mau traktir teman kosnya ke kaepci. Dalam perjalanan menuju kaepci, ternyata Injun mendadak lupa sodara-sodara sekalian, dia nggak bawa dompet sama sekali. Padahal sudah ditawarin sama yang lain untuk pakai uangnya sementara, tetap aja Injun nolak berkali-kali merasa nggak enak hati. Yaudah deh, dengan segala kapasitas otak yang Injun punya dia ada ide kalau nanti sahurnya dia bikinin duplikatnya kaepci. Syaratnya, Injun mintanya ditemenin masak bareng Nana. 

Sementara Nana menggoreng ayam, Injun sedang memotong irisan timun yang nantinya dibuat lalapan saat makan bersama. Sekarang jam dinding masih menunjukkan jam setengah tiga. Nana berniat ingin salat tahajud sebentar, tapi kalau ditinggal gorengannya gosong apa nggak ya. Lalu, Nana teringat disebelahnya ada Injun.

"Njun, minta tolong sebentar aja gak lama kok. Jagain kaepcinya. Aku mau salat tahajud."

Belum sempat Injun berkata, Nana malah langsung melengang pergi begitu saja.

Oh pancen edan.

"SAHUR, SAHUR. SAHUR, SAHUR. IBU-IBU BAPAK-BAPAK SEMUANYA SAHUUUUUUUURRR."

Dari luar, muncul suara tong-tong prek anak-anak berpatroli, yang lagi keliling kompleks buat bangunin orang sahur. Cukup jelas karena lewat jalan yang lokasinya tepat di depan kosan. Nggak cuma itu aja, bahkan suara mic yang Injun yakini berasal dari masjid pun mulai berkumandang.

Ketika Injun dengerin orang bangunin sahur begini, teringat saat kecil dulu waktu di kampung. Entah kenapa, dia jadi rindu kampung halamannya. Injun ingat betul, bapak-bapak, anak kecil, semuanya pada ikutan bangunin orang sahur. Berbondong-bondong keliling kampung pakai gerobak, terus nabuh pakai galon bekas, bedug juga.

"Mateng, Jun?" tanya Kevin membawa piring-piring ke ruang tengah.

Injun menoleh ke belakang. "Beres, anak-anak pada bangun belom?" Kemudian kembali melanjutkan kegiatannya, meniriskan ayam kaepci ke saringan, agar minyak tersaring dengan sempurna, sampai benar-benar kering.

"Tuh liat sendiri."

Injun sempat agak kaget melihat penampilan berantakan teman kosnya. Jono dan Mali terbangun sambil masih terkantuk-kantuk duduk di kursi, sedangkan Ecan dan Icung cuci muka di kamar mandi. Biar seger, matanya jadi melek.

Begitu Kevin selesai menata piring yang beralaskan tikar di depan TV, Injun langsung mempersiapkan wadah berisikan ayam kaepci kawe super untuk mereka santap bersama.

"Kalian ngapain tadi malem gak tidur-tidur, begadang lagi?"

Fokusnya tetap tertuju membantu Kevin, namun tanpa sebab Injun malah menanyakan sesuatu. Karena, nggak biasanya mereka sahur sampai bisa dibilang susah untuk dibangunin. Jadi, Injun merasa heran aja. Pikirnya.

"Biarin Njun, kasian. Kemarin abis beres-beres nyiapin baju." ucap Icung mengambil teko aluminium berisi teh dari dapur.

"Lho mau kemana, minggat? Atau kalian dapet tawaran syuting jadi anak pinggiran?"

Jono yang semula loyoh, tiba-tiba duduknya berubah tegap. Tatapannya menjadi sengit kepada Injun. "MATAMU."

"Terus?"

"Balik kampung lah, emang kemana lagi."

"Hari ini banget? Berangkat jam berapa?"

Kedua alis Jono bertaut sambil menopang dagu. Seperti menerawang sesuatu. "Rencananya abis subuh. Gue, Mali, Icung langsung berangkat. Keknya sekitar dua sampai tiga harian bakalan nginep."

Saat semuanya selesai dengan persiapan sahur, Kevin menginstruksikan ke anak-anak supaya kumpul, menyegerakan sahurnya. Selagi masakannya hangat, apalagi tehnya juga hangat. Nanti kalau dingin protes, yang salah siapa.

Selama menikmati sahur bersama, kali ini mereka nonton tv ditemani oleh tayangan Spider-Man: Far From Home. Biasanya, waktu bulan puasa apalagi ketika sahur, itu selalu ada yang menayangkan film keluaran tahun lalu. Cuma yah, hari ini agak apes. Kepingin nonton Spiderman dari dulu nggak keturutan, sekarang keturutan, malah dapat pertengahan adegan. Jadi nggak tahu awal mulanya kayak gimana.

Kebetulan ada sisa waktu sekitar lima hingga sepuluh menit, bahwa masih bisa makan untuk beberapa menit lagi, sebelum waktu Subuh tiba. Tapi, karena keadaan perut nggak memenuhi kapasitas pencernaan, berakhirlah mereka terdampar di lantai keramik dingin dengan perut kekenyangan.

"Hah, hah, hah. Aduh gak kuat."

"Gak kuat kenapa, Cung."

Sekilas Icung melirik sebentar ke arah Kevin, napasnya terasa terengah-engah, lalu menatap perutnya sendiri. "Tolong mas nggak kuat."

"Lo ngapain setan."

"Aku hamil mas, anak kamu. Lihat ini, anak kamu nendang-nendang perutku mules bawaannya. Mungkin lagi masa aktif ya, kelihatanya bentar lagi dalam perjalanan brojol mas, lewat dubur nanti pas habis mandi baru bisa keluar. Jangan jijik ya, soalnya bentukannya mirip tai."

"Go to the blog."

Sekonyong-konyong Kevin ingin melempar wadah bekas ayam kaepci, namun naas dia mengurungkan niatnya. Mereka semua tiba-tiba diam sejenak. Karena suara panggilan imsak sudah ramai terdengar. Sudah pastinya mereka panik, buru-buru berebut air galon supaya mengisi ke gelas yang mereka bawa untuk diminum, kemudian mereka bernapas lega diiringi sendawa berjamaah.









Bersambung...

btw ada sedikit funfact dari chapter ini. sebelumnya, ada dua tokoh yang mau aku bikin konflik kecil, tapiii nggak jadi karena— yaaa aku emang lagi males adain seni bacotan. soalnya puyeng, seandainya beneran terjadi adu bacot, akunya bingung untuk akhirannya nanti mereka damainya bakalan kayak gimana.

sekian dari bacotan saya di atas, terima kasih. selamat menunaikan ibadah puasa bagi umat muslim yaa, pokonya harus tahan puasanya sampai maghrib. jangan puasa bedug awokawok.

Warmindo Doremi | NCT Dream ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang