Indonesia, Asia Tenggara, Bumi
Pagi hari di rumah Neneknya, Arunika bersiap berangkat ke sekolah. Sebelum ia berangkat, ia menyempatkan diri menengok gadis kecil yang ia tolong kemarin. Aru menggenggam tangan kecil yang berhias kilauan emas itu, menatap iba pada gadis kecil yang belum siuman sejak kemarin. Tangannya beralih pada dahi yang lebih muda, gadis itu sempat demam tinggi dan memanggil-manggil seseorang bernama 'Ro' hingga semua orang harus terjaga semalaman. Nampaknya, pagi ini demamnya menurun, membuat Arunika mengulas senyum lega.
"Cepet sembuh ya, dek," ucap Aru mengusak lembut surai merah gadis itu. Ia beranjak dari kamarnya, ia menuju ruang makan untuk sarapan. Di sana sudah ada Neneknya yang mendengarkan radio ditemani secangkir teh Jawa kesukaannya. Bi Siti sendiri tengah memasak di dapur, ia menggumamkan sebuah lagu yang entah apa judulnya.
"Pagi, Nek. Pagi, Bi Siti!" Sapaan Arunika terdengar ceria berkat mood-nya yang baik pagi ini. Ia mengambil piring dan sendok, sarapan kali ini dibuka dengan Nasi Goreng favoritnya. Suara berdenting beradu di meja makan, Aru makan dengan tenang meskipun ia sedikit terburu-buru.
"Nek, Runi udah selesai sarapan. Jadi, aku berangkat sekolah dulu ya, Nek," pamit Arunika menyalami neneknya setelah makan.
"Iya, hati-hati bawa motornya ya, jangan kebut-kebutan!" pesan Nenek Aru pada sang cucu.
"Baik, Nek!" jawab Arunika bersikap hormat. Setelahnya, ia pergi ke dapur untuk menumpuk piring kotornya ke wastafel. Ia kembali ke meja makan karena teringat sesuatu.
"Oh iya nek, nanti aku ajak temenku ke sini boleh? Soalnya mau kerja kelompok," tanya Arunika pada sang Nenek.
"Tentu boleh, pas pulang sekolah, kan?" Neneknya kembali bertanya.
"Iya, terima kasih, Nek!"
"Non! Bekal makannya jangan lupa!" ucap Bi Siti mengejutkan Arunika dari belakang.
"Iya, Bi Siti. Makasih. Aku pamit lagi ya Nek, Bi Siti," Aru menyalami Bi Siti dan Neneknya sekali lagi. Ia lalu pergi mengambil kunci motornya di dekat pintu garasi, dan melajukan motor Beat Pop miliknya keluar garasi.
. . .
Reilly tiba di sekolah lebih dulu daripada Arunika, jarak rumahnya dan sekolah yang jauh membuatnya harus berangkat di jam setengah enam pagi. Ia kembali melihat jam digital di ponselnya sebelum masuk ke kelas, jam enam lebih dua belas menit seperti biasa ia tiba di sekolah. Ia membuka pintu kelas dan langsung merasa heran, karena sepagi itu kelas 12 IPA 1 sudah ada satu penghuni. Ia tak tahu siapa itu, karena Anak laki-laki itu meletakkan kepalanya di meja dan menghadap tembok, posisinya juga berada di pojok belakang kelas. Pagi-pagi sudah tidur lagi, pikir Rei.
Rei melangkahkan kakinya memasuki kelas, nampaknya hal itu membuat anak yang tertidur di belakang kelas itu terusik. Ternyata itu si anak baru, mendadak Rei merinding takut setelah tidak sengaja bertatapan dengan mata merah itu lagi.
"P-pagi," sapa Rei sebelum duduk ke bangkunya. Ia merasa canggung, bahkan rasanya semakin membuncah karena sapaannya tidak direspon apapun. Bisa ia lihat, mata merah anak itu beralih ke mata biasa setelah berkedip. Rei yang kembali syok hanya mengumpat dalam hati dan menarik kursinya untuk duduk. Sementara itu, si anak baru hanya cuek dan melanjutkan tidurnya.
Rei mengasihani dirinya karena harus satu kelompok dengan anak baru itu, tapi tunggu dulu. Bukankah tugasnya dikumpulkan besok? Astaga, bagaimana bisa dia lupa membawa hal penting seperti laptopnya?
"Masa tanya sama dia? Aku aja gatau namanya, apa aku basa-basi ngajak kenalan aja ya? e-tapi aneh, kan dia udah perkenalan masa aku tanya nama? Kesannya aku ga hargain dia. Duh, ajak kenalan takut, ga ngajak kenalan mana kita sekelompok." Batin Reilly dilema, ia mengetuk-ngetuk dahinya guna berpikir keras. Apakah tak ada yang bisa ia lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawa : Negeri Sejuta Hukuman
FantasyTidak bisakah ada rasa cinta dan sayang disini?