Keputusan, Perasaan aneh, dan Bali

0 0 0
                                    

Indonesia, Asia Tenggara, Bumi

"Kamu udah gila, Ru?" ucap Reilly di samping Arunika. Matanya masih membelalak dengan tak percaya pada orang yang tengah berjalan dengannya itu.

"Kenapa? Emangnya salah kalo aku gak percaya sama si Arwana itu? Bisa jadi ia cuman membual, kan?" Arunika malah melontarkan pertanyaan kembali pada Rei yang berdampingan dengannya itu. Ia malah merasa heran dengan pernyataan Rei, bukankah gadis itu lebih percaya pada Arowana?

"Yah, kupikir dia memang gak masuk akal sih. Aku sempat berpikir dia anak setan atau anak dukun atau semacamnya. Itulah makanya, aku takut dia menyantetmu, haha," tawa Reilly mengembang di sepanjang lorong. Ia menutup mulutnya karena kelepasan tertawa.

"Hei, baru-baru ini kau malah mengatainya Alien, kan? Hahaha," timpal Aru yang juga tertawa kecil. Perkataannya nampak seperti sarkasme untuk Reilly.

"Kupikir dia malah anak yang kebanyakan membaca Manga atau buku fiksi, dan mungkin melantur hingga saat ini. Jangan tersinggung, Rei." Arunika lalu melanjutkan ucapannya dengan menatap ke arah depan. Beberapa meter lagi mereka sampai ke kelas setelah menaiki tangga.

"Ya setidaknya aku masih bisa membedakan mana dunia nyata dan dunia fiksi sih. Tetapi kalau dipikir-pikir, yang gila di sini sebenarnya Arowana, ga sih?" Langkah Aru dan Reilly berlomba di anak tangga.

"Jangan seperti itu, setidaknya dia masih manusia," lanjut Reilly dengan menghentikan langkahnya sejenak. Ia menasehati Arunika yang menunggunya di anak tangga teratas.

"Manusia Mawa, haha." Kelihatannya mereka punya candaan baru.

Arunika dan Reilly memasuki kelasnya lagi, mereka jelas tak melihat keberadaan Aro di manapun. Daripada Aro, mereka melihat Luna, Riri, dan Stella yang tengah asik mengobrol. Stella yang pertama menyadari keduanya akhirnya menatap mereka.

"Darimana nih?" Tanya Stella.

"Kantin lah~" bohong Reilly.

"Kalian kan katanya lagi irit, yaudah aku ajak Reilly aja," jawab Arunika yang ikut berbohong. Tak berselang lama, bukannya guru tapi beberapa anggota OSIS memasuki kelas mereka.

"Okay temen-temen sekalian, mohon perhatiannya sebentar. Kita kali ini mengambil jam pelajaran terakhir untuk mengumumkan bahwa Study Tour akan dilaksanakan mulai lusa yaitu hari Kamis hingga hari Sabtu ya!" jelas Septa dari kelas sebelah.

"Destinasinya tetep ke Bali, kan?" tanya Riri setelah mengangkat tangannya.

"Iya, benar sekali. Dan sekedar pengingat, untuk yang belum melunasi tetap bisa dilunasi sebelum maupun setelah kegiatan, dan jangan lupa barang bawaan yang penting seperti obat-obatan yang dibutuhkan ya~" sahut Prima, salah satu anggota osis itu.

Setelahnya mereka tetap mengabsen contoh-contoh benda yang perlu dibawa dan sebagainya. Arunika mencuri pandang ke tempat duduk paling belakang, entah sejak kapan Arowana sudah di sana. Ia ikut menulis beberapa barang bawaan, mungkin ia telah membayar semua keperluan Study Tour. Entahlah, yang pasti Aru menunggu pembuktian Arowana tentang hubungan Papanya dan Orangtua Arowana.

"Itu tidak masuk akal, Arowana," ucap Arunika berusaha memperhalus suaranya. Ia tak mau terdengar jahat, tapi ia tetap melakukannya.

"Kita baru bertemu selama tiga hari, dan kamu langsung mengatakan hal-hal di luar nalar seperti itu padaku. Membual bahwa kamu tahu Ayahku dan orangtuamu saling mengenal atau semacamnya, mengatakan bahwa dunia pararel itu ada, entahlah. Itu, tidak masuk akal!" tegas Arunika. Ia bisa melihat raut wajah Arowana tak berubah sedikit pun, seakan bahwa ia telah menerima apapun keputusannya.

"Kamu harus percaya padaku Arunika, dan jangan denial! Kita pasti bisa menyelamatkan orangtua kita," tutur Arowana yang menatap Aru melembut.

"Lalu...bagaimana jika mereka ternyata sudah tiada di tangan para korporat keji yang kamu maksud?! Apa yang akan kita dapat? Kamu mau aku mati konyol melawan pemerintah?" Perkataan Aru terdengar amat realistis di telinga Reilly. Itu mungkin bisa menyakiti perasaan keduanya. Lagi-lagi, Reilly merasa dirinya hanyalah kambing dungu di antara mereka.

Mawa : Negeri Sejuta HukumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang