Amarah, Ketakutan, dan Kekuatan

0 0 0
                                    

Indonesia, Asia Tenggara, Bumi

"Kamu yang ngelakuin itu, kan?" tanya Reilly dengan wajah tidak bersahabat sama sekali. Dia bersedekap angkuh pada lawan bicaranya, Arowana.

"Apa? Aku tidak mengerti apa maksudmu, Rei." Arowana mengernyit heran, tuduhan tiba-tiba dari Rei membuatnya kebingungan.

"Arunika hampir jatuh ke danau itu karenamu, kan?" Reilly bergerak satu langkah ke depan sambil mengarahkan telunjuk ke wajah Aro. Jangan lupakan wajah garang dan dua tangannya di pinggang itu, membuat kesan galak yang tidak pernah orang ketahui itu muncul.

"Kamu menuduhku?" Aro terkekeh pelan. Ia menatap Reilly dengan pandangan remeh.

"Terus siapa lagi?"

"Sudah kubilang dari kemarin, jaga temanmu itu. Banyak yang mengincar  Arunika, tapi dia dan kamu malah tidak percaya denganku," kata Aro memelankan suaranya. Kelopak matanya menipis, tak ada lagi senyuman, ia mengintimidasi Reilly dengan cepat.

"Jika sesuatu terjadi, aku tidak akan pernah menolong kalian, selagi kalian tidak percaya padaku."

Arowana berbalik lalu meninggalkan taman hotel tempat mereka menginap hari itu. Namun langkahnya belum jauh, ia kembali bersuara pada Reilly.

"Ini baru permulaan, Reilly."


. . .

Cklek!

"E-eh, maaf, kukira kamu sudah tidur," kata Reilly merasa tidak enak membangunkan Arunika. Gadis itu sebenarnya memang belum tidur, ia dengan sengaja menunggu Reilly kembali ke kamar. Jangan tanya Riri dan Stella, mereka sudah tertidur pulas di kasur masing-masing.

"Engga kok, aku malah belum tidur, daritadi siang di suruh tidur mulu sih," jawab Aru tersenyum kecil. Nampaknya ia gugup untuk menanyakan sesuatu.

"Em..Rei, soal tadi pagi jangan bilang ke nenek apalagi ibuku ya?" Aru menatap harap pada Reilly yang tengah duduk di tepi ranjangnya itu

"Kenapa?" Reilly tentu kebingungan dengan permintaan Arunika.

"Aku gamau disuruh pulang, masih ada 2 hari lagi di sini. Mama juga udah ngasih tahu, jangan deket-deket sama yang berbau ritual. Dia bahkan sebenarnya ga ijinin aku buat ke Bali, karena Papa menghilang di sini. Dia takut kehilangan aku juga," jelas singkat Aru pada Rei. Baru kali ini ia berani bercerita tentang hal itu, bahkan pada Stella maupun Riri ia ragu untuk bercerita.

"Iya Aru, aku ngerti kok. Soal kejadian tadi pagi, aku... sempat curiga pada Arowana. Sebenarnya, alasan kemarin pagi aku berangkat bareng dia itu juga karena kamu," ucap Rei dengan meremat tangannya khawatir akan reaksi Aru.

"Aku?" tunjuk gadis yang tengah menyandar pada kepala ranjang itu pada dirinya.

"Dia bilang dia suruh aku jaga kamu, dan ya..itu sebabnya aku pindah kamar. Dia nakut-nakutin aku soal kamu yang sedang diincar, jadi dia mastiin harus ada aku di samping kamu." Reilly agak lega lawan bicaranya ini tidak terbawa emosi mengenai sikap Aro.

"Emang siapa yang ngincar aku? dan kenapa mereka ngelakuin itu?" raut wajah Arunika berubah. Tiba-tiba ketakutan dan kekhawatiran hinggap di hatinya.

"Eh? kalo itu aku gatau, tadi pas ketemu dia, dia bilang tidak akan menolong kita jika sesuatu terjadi lagi. Selagi kita ga percaya sama apa yang dia bilang hari itu, akan ada kejadian yang lebih buruk dari tadi pagi. A-aku takut sesuatu terjadi sama kamu, Aru." Reilly menyesal tidak bertanya terus terang pada Arowana saat itu. Tapi, sekalipun ia bertanya, laki-laki dengan sikap cuek bebeknya itu pasti tak akan menjawab.

Arunika termenung sejenak, ia tidak tahu harus melakukan apa. Kalau boleh jujur, dia juga takut. Tapi di sisi lain, ia tidak boleh memercayai orang seperti Arowana.

"Sst, tenanglah, Rei. Mungkin Arowana hanya menggertakmu karena kita tidak percaya padanya, semoga saja yang dia katakan itu bohong."

Yah, semoga saja.

. . .

2 hari setelahnya berjalan dengan damai, tapi isi pikiran Arunika malah semakin ramai. Jika memang dirinya tengah diincar, mengapa hari berjalan begitu damai? Ia tak tahu saja selama 2 hari penuh pun, Arowana tak menikmati study tour itu.

"Pertanyaanku adalah..hah.... Bagaimana semua Kawuk dari pulau Nusa Kambangan ini bisa sampai di sini?!" Arowana menarik napasnya dalam, ia berusaha mengatur napasnya. Helaan napas dan keringatnya berlomba keluar darinya.

Aro baru bisa membunuh 2 Kawuk, sedangkan masih ada sekitar 8 ekor lagi yang berusaha menyerangnya. Tujuan mereka adalah memasuki area hotel untuk menculik Arunika dan dirinya.

[Kawuk adalah jelmaan dari seorang manusia yang dulunya menimba ilmu hitam, dan saat mati, ia berubah menjadi binatang menyerupai biawak atau komodo. Mengenai benar atau tidaknya keberadaan kawuk ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah, tapi disini aku jadikan sebagai 'prajurit bayaran']

"Bajingan, apa para tikus itu benar-benar mengirim Kawuk? Yang benar saja? Apa kemarin mereka tidak cukup mengirim segerombolan pocong?" umpat Arowana, meski kelelahan ia harus segera menyelesaikan tugasnya itu.

"Hah...Aku..tidak kuat lagi," kata Arowana memegangi lengannya yang terluka. Jika luka sayatnya itu terkena liur Kawuk, mati sudah dirinya. Ekor Kawuk menghantam tubuh Aro, membuatnya terlempar menabrak dinding. Tubuhnya mati rasa, ia berusaha merangkak untuk bangkit sebelum semua Kawuk di hadapannya mendekat.

Gerbang dan dinding hotel yang sudah ditutupi aura magis dari Arowana diamuk 5 ekor Kawuk sekaligus, membuat pelindungnya bergetar hampir menghilang. Sementara Kawuk lainnya mendekat ke tubuh lemah Arowana, laki-laki itu meronta saat salah seekor Kawuk mulai melilit tubuhnya.

"A-aku mohon, j-jangan hah...," ujar Aro terbatuk-batuk. Badannya tak mampu melawan lagi, ia memejamkan mata menahan sakit. Apakah ini akhirnya?











Kukuruyuk!

Tiba-tiba, suara ayam jantan berkokok bersahutan. Para Kawuk yang tadinya tengah menghancurkan dinding pelindung terkejut dan langsung melarikan diri. Kawuk yang melilit tubuh Arowana menjatuhkan remaja laki-laki itu, ia ikut kawanannya lari kocar-kacir. Mereka mengira bahwa hari sudah berganti, dan sebentar lagi fajar terbit karena itu mereka segera kabur.

"B-bagaimana b-bisa? uhuk! uhuk-uhuk," kata Aro memegangi dadanya yang kesakitan. Sebisa mungkin ia melihat ke arah jam tangannya, jam 2 dini hari. Ia yakin bahwa saat ini masih gelap, tapi bagaimana bisa? Keberuntungan?

"U-untunglah, huh...." Arowana membalik posisinya yang tengkurap menjadi terlentang. Ia mengelap peluh dan luka di sudut bibirnya. Ia terhitung beruntung, karena 2 kali menang melawan makhluk magis seperti Kawuk dan Pocong.

Ngomong-ngomong, Aro menang telak melawan 10 pocong lebih. Semua itu hanya robot tiruan untuk menakuti manusia bumi agar lebih mawas diri dengan kematian. Tentu saja Pemerintah Mawa membuatnya dengan alasan, agar kerusakan alam tidak merajalela. Namun untuk menangkapnya dan Aru? Yang benar saja. Mereka bahkan dengan sengaja membawa Kawuk dari Nusa Kambangan ke Bali.

"Bahkan 5 cangkir kopi tidak akan bisa menahan mataku untuk menutup."

Arowana menutup matanya, antara tidur dan pingsan. Harap saja tak ada yang menemukan keadaannya yang babak belur itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mawa : Negeri Sejuta HukumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang