Saat ini Vana sedang mencuci piring bekas makan siang yang ia dan Jeno gunakan. Meletakkan piring dan peralatan makan lainnya yang sudah Vana cuci bersih kedalam rak piring. Vana juga membereskan meja makan, memastikan semuanya sudah bersih dan tertata rapi ditempatnya.
Selesai berberes dapur, Vana bergegas pergi ke kamar menyusul suaminya yang sudah terlebih dahulu pergi. Tadi, Jeno sudah akan membantu Vana dengan mencuci piring. Tapi Vana menolak, paham kalau Jeno baru saja tiba dari perjalanan jauh dan belum membersihkan diri karena Vana yang meminta pria itu untuk makan siang terlebih dahulu. Alhasil tadi Vana menyuruh Jeno untuk pergi ke kamar saja supaya pria itu bisa mandi dan melakukan hal lainnya.
Sampai didepan pintu kamar, Vana langsung memutar handle pintunya pelan dan melongokan kepalanya kedalam melihat kondisi kamar yang sepi. Mungkin Jeno masih mandi.
Vana masuk kedalam kamar tidak lupa menutup pintu kamarnya kembali. Vana melepas kemeja pendek berwarna kuning yang melekat ditubuhnya, menyisakan tank top ketat berwarna hitam yang sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih.
"Panas banget hari ini ya Allah." Keluhnya sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas selempang yang tadi Vana bawa pergi. Meletakkan ponselnya diatas meja untuk mengisi daya baterai.
Jeno keluar dari dalam kamar mandi dan mendapati Vana sedang sibuk menata peralatan make-upnya diatas meja rias.
"Vana."
"Iya." Vana menoleh kearah sumber suara yang baru saja memanggilnya. Kedua matanya melotot lebar melihat pemandangan baru yang tersaji secara gratis didepannya.
"Astaghfirullah!" Jeritnya histeris setelah beberapa saat terdiam mengagumi bentuk tubuh suaminya yang hanya ditutupi handuk putih melilit dipinggang.
"Eh? Kok astagfirullah sih." Vana menepuk bibirnya pelan "Harusnya masyaallah. Iya masyaallah, rezeki kan ini." Ucapnya mesam mesem tidak jelas.
"Vana?" Panggil Jeno mengulang, saat istrinya malah mengoceh sendiri.
"Hm? Eh iya, apa mas?"
"Udah sholat?"
"Belum."
"Siap-siap gih, kita sholat berdua."
"Mas mau jadi imam?"
"Ayah Marvel yang ngimamim." Balas Jeno sambil berjalan ke arah lemari mengambil sarung dan kemeja putih.
"Ih kan ayah nggak ada disini, mas."
"Hm."
"Berarti mas yang jadi imam nya kan?"
"Iya istrikuuu. Atau kamu yang mau ngimamim aku?"
"Nggak boleh lah. Ya kali istri ngimamim suami."
"Itu tau. Buruan siap-siap nanti keburu habis waktu Zuhur nya."
"Iya iya sabar dong ini baru juga mau jalan ambil wudhu." Ucap Vana hendak melangkah pergi namun ia urungkan. Ditatapnya sang suami yang sedang membuat simpul erat pada sarungnya supaya tidak melorot.
"Mas mas."
"Apa."
"Mas udah wudhu?"
"Udah." Jawab Jeno kemudian menggeser tubuhnya sedikit menjauh dari Vana. Vana tersenyum jahil, ia semakin mendekatkan tubuhnya kearah Jeno.
"Vanaaaa." Gemas Jeno saat istrinya malah mengikuti setiap langkahnya yang berusaha menjauhkan diri dari gadis itu.
"Apaaaaa." Sahut Vana dibuat-buat.
"Mas udah wudhu, kamu juga cepetan ambil wudhu."
"Temenin."
"Ya Allah, Na. Kamar mandi nggak jauh dari tempat kamu berdiri sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
JEVANA
FanfictionMenikah adalah kebahagiaan. Itu yang Jeno yakini untuk saat ini, sampai ia berani menyetujui permintaan seorang ayah yang meminta dirinya untuk menikahi putrinya.