JEVANA '07

882 139 9
                                    

Vana meremas bungkus keripik singkong yang isinya sudah tandas kemudian membuangnya ke tempat sampah mini yang sengaja di letakkan di samping sofa. Tangannya terulur meraih bungkusan baru keripik singkong kemudian membukanya. Keping demi keping keripik singkong masuk kedalam mulutnya yang tidak berhenti mengunyah sejak tadi.

Hampir dua jam Vana duduk di sofa depan televisi ruang keluarga. Menonton sinetron malam hari sambil mengunyah keripik singkong.

Jeno belum pulang dari kantor. Sengaja Vana belum tidur karena menunggu suaminya pulang, biasanya Jeno pulang pukul sembilan malam. Tapi hari ini sudah pukul sepuluh malam lewat dan Jeno belum pulang.

Sudah semingguan Jeno sering lembur dan pulang malam. Vana yang merasa iba pada suaminya berusaha terjaga sampai Jeno pulang. Menemani suaminya makan malam yang sangat telat sekali, menyiapkan baju ganti, sedikit mengobrol lalu keduanya baru bisa memejamkan mata, sudah menjadi rutinitas Vana beberapa hari ini.

"Assalamualaikum."

Vana menoleh ke arah sumber suara. Bibirnya membentuk garis senyum kemudian menjawab salam dari suaminya "Waalaikumsalam."

Vana meraih remot tv, menekan tombol off. Seketika layar televisi itu berubah hitam.

"Belum tidur?"

"Mas baru pulang?"

Jeno mendekati Vana, mencium pipi istirnya singkat sebelum melanjutkan langkahnya menuju dapur. Vana beranjak dari duduknya, ia berjalan mengekor dibelakang Jeno.

"Kan aku udah bilang, kamu nggak papa tidur duluan. Nggak usah tungguin aku pulang." Ucap Jeno lagi setelah sampai di dapur dan membuka pintu kulkas untuk mengambil botol air.

Vana mendudukkan bokongnya di kursi meja makan "Nggak papa, aku belum ngantuk."

"Mas mau makan? Aku siapin yah."

Jeno menggeleng "Aku udah makan tadi di kantor." Balasnya kemudian menutup pintu kulkas dan berjalan meninggalkan Vana sendirian di dapur.

Vana hanya bisa mengangguk sambil tersenyum maklum. Sedikit ada rasa kecewa di hatinya. Tadi Vana sudah memasak beberapa menu kesukaan Jeno tapi yang di buatkan makanan ternyata sudah makan.

"Nggak papa deh, kan bisa di makan besok lagi. Lagian telat makan juga nggak baik." Ucapnya kemudian beranjak menyusul suaminya.

Vana masuk kedalam kamar. Mendapati Jeno yang tidur dengan posisi telentang tanpa melepas atribut kantornya. Bahkan sepatu pantofel hitam nya masih terpasang apik di kakinya.

Vana mendekati Jeno, dengan inisiatif ia melepas sepatu juga kaos kaki Jeno.

"Biarin aja yang." Ucap Jeno tanpa membuka matanya.

"Nggak papa, mas capek jadi aku bantuin lepas." Setelah berhasil melepas sepatu dan kaos kaki Jeno. Vana juga melepas gesper yang melilit pinggang suaminya seharian ini.

Vana tidak melihat dasi di leher Jeno, mungkin sudah di lepas sejak di kantor tadi. Vana naik ke atas kasur lalu duduk tepat disamping Jeno. Tangan kanannya terulur mengusap pipi Jeno yang terlihat tirus.

"Mas udah sholat?"

Jeno mengangguk pelan tanpa niat membuka mata.

"Mas lagi ada masalah di kantor?" Tanya Vana pelan.

Jeno menggeleng

"Terus kenapa akhir-akhir ini suka berangkat pagi banget pulangnya malem banget."

"Jangan berfikiran yang enggak-enggak."

"Emang aku mikir apa? Aku cuma tanya kenapa kok tumben segitunya kerja, apa di kantor ada masalah? Oh atau jangan-jangan mas yang aneh-aneh yah di belakang aku."

JEVANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang