Pelajaran kimia siang ini diisi dengan mengerjakan latihan soal secara individu. Sang guru pengampu mata pelajaran sedang ada urusan lain sehingga tidak bisa mengajar seperti biasa. Singkatnya sekarang ini jam kosong alias surga dunia.
Meskipun begitu tidak ada siswa yang berkeliaran dari tempat duduk maupun membuat kegaduhan sebab sang ketua kelas senantiasa mengawasi dengan mata elang. Pradipta tidak akan segan menegur temannya yang menyalahgunakan waktu belajar dan mengingatkan akan krusialnya masa-masa kelas dua belas. Dan diomeli tentang hal itu oleh Pradipta adalah hal terakhir yang mungkin dipilih oleh seisi kelas.
Daripada kalah debat dan kena cibiran sepedas cabai rawit lebih baik menurut, menjadi anak manis. Begitu pikir mereka.
"Ini maksudnya gimana, Tan?" Pradipta menyodorkan buku teks kimia ke hadapan Tristan dan menunjuk salah satu soal.
"Mana gue tahu, njir. Apakah muka gue terlihat memperhatikan pelajaran?" cecar Tristan yang memang lebih banyak melamun saat materi ini disampaikan Bu Rasti, sang guru kimia.
"Duh."
"Mel-"
"Salah orang, Dipta," Melvin menyahut sebelum si ketua kelas menyelesaikan kalimatnya.
Kebetulan saat ini Melvin ikut nimbrung dan menghadap ke meja Pradipta-Tristan alih-alih menghadap depan.
"Biar gampang kalo mau nanya dan diskusi."
Pasalnya Leon selalu memasang wajah jangan-ganggu-aku dan itu membuat nyali Melvin menguap di udara.
"Tanya sama Leon aja," usul Tristan asal.
"Leon!"
Sepertinya memang cuma Pradipta yang sampai nyali mengusik pangeran es yang dengan tenang membabat soal di hadapannya. Di luar dugaan, Leon langsung berbalik tanpa ragu ke arah belakang. Menghadap meja Tristan.
"Nomer lima habis gini gimana?" Pradipta menunjuk hasil pekerjaannya yang masih setengah jalan.
"Yang ini dikurang dulu. Ini n kan jumlah ion larutan elektrolit. Di sini berapa? Dua, kan?" jelas Leon sambil menggerakkan pensilnya di atas buku Pradipta.
"Iya, terus-terus?" Melvin menanggapi dengan antusias, mulai mendapat gambaran setelah mendengar penjelasan teman sebangkunya.
"Yang hitungan itu jadinya berapa?"
"1,016?" tebak Pradipta berdasarkan hasil perhitungannya meskipun masih ragu-ragu.
"Ya udah, tinggal dikurangi satu buat dapet derajat ionisasi larutan," ucap Leon final.
"Oiya, ya," celetuk Melvin tanda mengerti.
Tanpa berkata-kata, si jenius kembali berbalik badan dan duduk menghadap ke depan seperti semula.
"Leon keren banget, anjir," ucap Pradipta sambil memasang wajah kagum.
Pasalnya, soal kimia yang begitu membingungkan baginya dan Melvin (karena Tristan tidak benar-benar mengerjakan), bisa dijawab dengan mudah oleh Leon. Lebih hebat lagi, siswa itu dapat menjelaskan pada mereka berdua secara sederhana.
"Muka lo jangan keliatan jatuh cinta banget gitu, Dip," ledek Tristan kala mengamati wajah Pradipta yang tampak terlalu sumringah untuk sekadar berhasil memahami satu soal kimia SMA.
"Kalo mau ghibah harusnya pas nggak ada orangnya, nggak, sih?" pikir Leon mendengar huru-hara yang terjadi di meja belakang.
Leon, itu bukan ghibah. Walau kedengarannya aneh, itu pujian, kok.
"Siapa yang jatuh cinta, ya, sat," jawab si ketua kelas dengan sepercik emosi pada teman sebangkunya.
"Kasar banget. Kukira hubungan kita istimewa," Tristan bersungut-sungut.
KAMU SEDANG MEMBACA
全力少年 All Out Boy; boys planet 02z
Fanfictionsegelintir cerita empat pemuda dalam mengatasi gempuran persoalan persahabatan, cinta, keluarga, dan mimpi menjelang hadirnya momok utama siswa kelas dua belas; ujian masuk universitas. 2023 © konnayuki