H-277

168 47 15
                                    

Omong kosong jika ada yang mengatakan kelas dua belas adalah saat-saat di mana tugas semakin jarang karena setiap siswa harus fokus pada rentetan ujian.

Buktinya semakin mendekati ujian tengah semester kelas 12-2 justru dibanjiri dengan pekerjaan rumah dari yang 'hanya' mengerjakan soal latihan hingga proyek-proyek yang lebih rumit seperti membuat video. Keempat kawan baru itu sampai-sampai menyisihkan malam sabtu untuk mengadakan pertemuan daring demi menyelesaikan tugas matematika yang deadline-nya sudah dekat.

Itu niat awalnya.

"Seratus persen platonik!" Tristan berseru mati-matian menjawab tuduhan yang diajukan padanya. Tentang peristiwa sharing earphone yang diungkit Melvin di forum dengan isengnya.

Si kacamata bulat merasa perlu menjelaskan kepada ketiga kawannya jika saat itu ia tidak punya maksud lain selain merevisi lagu untuk lomba band sekolah bersama. Sebagai senior yang baik ia ingin membantu adik-adik kelasnya meskipun bukan lagi bagian dari band karena sudah purna. Dan orang yang bisa diajaknya berdiskusi tentang hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah Nina. Sahabat sekaligus tetangganya yang merupakan anak kelas IPS, 12-8.

"Apaan Melvin, lagian cepu banget," gerutu Tristan. Wajahnya tampak lucu di layar monitor Melvin, membuatnya terkekeh.

"Lo jangan menyerang informan," Pradipta sok-sokan membela padahal itu demi kesenangannya juga. "Tenang, Vin. Gue lindungin."

"She's like my own sibling, suer. Kita kenal sejak bayi," jelas Tristan mulai frustrasi.

"Terus ngapain sharing earphone kayak gitu segala," kali ini Leon semangat sekali nimbrung dalam obrolan gosip karena korbannya bukan dirinya.

"Orang biasa aja, iri lo?" si tersangka terus membela diri. Tristan berpikir teman-temannya itu sangat cupu sebab baginya berbagai earphone dengan lawan jenis tidak berarti apa-apa, tentu saja.

"Kayak adegan shoujo manga," Leon bergumam pelan bahkan menjauhkan suaranya dari speaker laptop.

"Kenapa Leon?" melihat pergerakan bibir Leon membuat Melvin penasaran atas apa yang dikatakan.

"Nggak."

"Sumpah Nina bukan gebetan gue. Kita udah kayak anak kembar beda orang tua, njir. Cara didikan kita sama. Jadinya sampe punya hobi yang sama. Aneh malahan kalo lo naksir sama orang yang udah kayak saudara sendiri."

"Demi Tuhan, dia udah ada gebetan sendiri. Nggak ada naksir-naksiran sama gue," panjang lebar

"Kalo gitu lain kali jangan bagi earphone sama gebetan orang, ya, Tristan," ledek Melvin sekenanya.

"Halah, ribet," Tristan terlihat menaruh pulpen di antara hidung dan bibirnya. Menganggap remeh 'pesan' Melvin. 

"Emang anak band buaya semua, tai," cela Leon seakan punya dendam pribadi.

"Nangis banget yang ngomong anak bola sama futsal," cibir balik Tristan.

Pradipta dan Melvin tertawa terbahak-bahak mendengar adu roasting antara sepasang teman itu. Masalahnya, keduanya sama saja. Sama-sama termasuk dalam golongan yang sering mendapat stereotipe sebagai 'tipe cowok yang sebaiknya tidak dikencani'.

"Kalo kita anak apa, Vin?" Pradipta melempar umpan.

"Anak Indonesia," jawab Melvin dengan yakin dan mengepalkan tangan kanannya yang menggenggam pensil.

Suara gelak tawa memenuhi pertemuan online itu. Cara berpikir sederhana versi Melvin ternyata kadang bisa menjadi hiburan yang tak terduga.

"Anjing, titisan Komeng ternyata," ucap Tristan sudah hampir menangis.

全力少年 All Out Boy; boys planet 02zTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang