Melvin sungguh-sungguh bersyukur atas ketepatan waktu bus yang dinaikinya hari ini. He won't take anything for granted. Lima menit lagi gerbang sekolah biasanya akan ditutup dan siapapun tidak ingin berurusan dengan BK di hari pertama tahun ajaran baru.
"God, it's on 3rd floor," keluh sang siswa sambil mengecek pengumuman kelas barunya melalui website portal akademik. Dalam pagi ini saja ia sudah membuka laman itu sebanyak tiga kali, omong-omong.
Finally, it hits him. Kelas barunya berada di lantai tiga, itu berarti ia resmi menjadi siswa tahun terakhir di SMA. Memikirkannya saja sudah bikin pegal kaki dan pegal pikiran. Ditambah lagi dengan fakta bahwa ia harus mengalami kembali pergantian kelas yang memang diacak setiap tahunnya. Rasanya seperti harus mengulang perkenalan dan perpisahan meskipun lebih banyak perasaan enggan.
"Awas! Minggir!"
Teriakan keras menggema dari atas ketika Melvin bersiap menaiki anak tangga ke sepuluh, membuatnya terkesiap.
What the hell is going on?
"Maaf, Kak," ucap gerombolan yang diketahuinya merupakan adik kelas secara bergantian.
Hari yang 'indah'. Ini masih jam tujuh dan Melvin sudah tertabrak iring-iringan kostum untuk lomba batik carnival super besar. Jantungnya sudah hampir merosot entah ke mana. Namun, lagi-lagi dirinya bersyukur, setidaknya ia tak terjatuh dengan dramatis melainkan hanya terhuyung ke satu anak tangga di bawah yang sedang ia pijak.
Kesialan ini hanya satu dari bermacam-macam ketidakmujuran yang sering dialaminya. Kemarin contohnya, es krimnya yang masih utuh jatuh tersenggol anak kecil di depan toserba. Meskipun demikian, Melvin percaya ia akan menemui keberuntungan-keberuntungan lain di kelas barunya ini. Ia merasa optimis akan berhasil masuk ke perguruan tinggi yang diinginkan walaupun sekarang nilainya masih biasa-biasa saja.
Tidak sampai tiga menit sang siswa telah tiba di tempat ia akan menghabiskan weekdays-nya selama satu tahun ke depan.
Dua belas dua. Bangku-bangku baru terisi separuh bisa jadi karena teman sekelasnya menduga tidak akan ada pelajaran di hari pertama setelah libur kenaikan kelas. Mungkin sebagian dari mereka masih asyik menyantap sarapan di kantin atau bahkan bermain basket di lapangan indoor.
"Hai, di sini masih kosong, kan? Gue boleh duduk di sini?"
Melvin menemukan posisi bangku yang diinginkannya, pojok kiri ketiga dari depan. Poin plusnya adalah di sana juga sudah ada seorang Leon. Si cerdas dari 11-1 akan menjadi deskmate-nya kalau Melvin betulan beruntung!
"Iya," jawab Leon singkat. Dirinya kembali menyibukkan diri dengan ponsel, entah sedang melakukan apa.
"Gue Melvin, kemarin di 11-3. Salam kenal," Melvin mengulurkan tangan sambil tersenyum ala iklan pasta gigi setelah mendudukkan diri.
"Leon."
Uluran tangan itu disambut oleh si jangkung, ia lalu melanjutkan aktivitas dengan ponselnya lagi.
Melvin jadi terpikir akan rumor bahwa hanya orang-orang yang pernah sekelas dengan sang mantan ace klub sepak bola itu yang pernah melihatnya tersenyum dan tertawa. Impresi pertama setelah berbicara dengannya, Leon ini memang sepertinya tipikal pendiam dan agak ... judes. Melvin jadi sedikit takut—bukan seperti takut pada film horror. Karena alih-alih 'menyeramkan' Leon kan good looking (sekali).
"Of course, I know you," Melvin memasang cengiran khas miliknya, berharap percakapan ini masih akan berlanjut.
Di luar dugaan, Leon justru memasang earphone kemudian mengeluarkan buku berukuran cukup kecil bersampul coklat. Dengan santainya Leon mulai membaca dan mendadak Melvin kepo maksimal dengan apa yang dibaca deskmate-nya itu. Oh, begini rasanya tertolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
全力少年 All Out Boy; boys planet 02z
Fanficsegelintir cerita empat pemuda dalam mengatasi gempuran persoalan persahabatan, cinta, keluarga, dan mimpi menjelang hadirnya momok utama siswa kelas dua belas; ujian masuk universitas. 2023 © konnayuki