Di luar dugaan, tugas kelompok pertama yang mereka dapatkan adalah dari mata pelajaran geografi. Meskipun merupakan kelas IPA, geografi diberikan sebagai mata pelajaran lintas minat.
Maka kini mereka berbondong-bondong menuju rumah Melvin—cuma Melvin yang bersedia direcoki—untuk mengerjakan tugas menggambar peta Asia Tenggara. Sebenarnya akan lebih efisien jika dikerjakan di sekolah, tetapi ruangan yang ada langsung dikunci setelah jam pulang sekolah. Jadilah mereka mau tidak mau harus mengerjakan di rumah salah satu.
Pradipta dan Tristan mengendarai motornya masing-masing. Melvin yang biasanya berangkat dan pulang naik bus, kali ini membonceng Leon. Kemarin Leon sudah mengingatkan agar Melvin tidak lupa membawa helm. Helm berwarna cokelat yang jarang sekali dipakainya itu kini bertengger di atas kepala Melvin.
"Bisa nggak lo jangan pegang pinggang gue? Geli," ucap Leon di tengah perjalanan. Masalahnya, si mungil teman sebangkunya itu memeluk pinggang Leon seperti bundanya dan Leon tidak tahan geli.
"Hah?"
"Jangan peluk pinggang, geli," ulangnya sekali lagi.
"Sorry," Melvin langsung melepas tangannya dan beralih berpegangan pada besi bagian belakang dudukan.
Habisnya Leon ngebut, sih!
Lima belas menit perjalanan dibutuhkan untuk sampai ke rumah Melvin. Sepanjang jalan tadi Melvin memutar otak untuk memilih mengarahkan lewat jalan mana yang lebih enak diambil sebab ini bertepatan dengan orang-orang pulang sekolah atau bekerja.
Kebetulan rumahnya masih kosong sebab kedua orang tuanya masih belum pulang. Melvin langsung mengajak ketiga kawannya masuk ke ruang tamu lalu menyiapkan minuman.
"Jadi gimana pembagian tugasnya?" tanya Pradipta setelah kertas putih berukuran besar dihamparkan di atas karpet.
"Siapa yang mau bikin garis lintang garis bujur?" lanjutnya. Mungkin sudah menjadi bagian dari naluri seorang ketua kelas miliknya untuk selalu mengawali dan memimpin diskusi.
"Gue dong, gambaran gue jelek soalnya. Tapi kalo mewarnai gue bisa," Tristan mengajukan diri setelah menyeruput es sirup.
"Nanti miring lagi," tuduh Leon, bermaksud bercanda.
Ternyata genre humor si pangeran es memang candaan campur sindiran.
"Enak aja, gue pure minus nggak pake silinder."
"Oke. Tristan mulai duluan," Pradipta menyerahkan penggaris dan pensil pada si kacamata.
"Kita bertiga nanti yang gambar," sahut Melvin.
"Gue ngitung skala," untungnya Leon sadar diri bahwa tidak ada yang menginginkan bagian rumit itu.
"Sip," ujar Pradipta. "Mengingat lo adalah anggota klub lukis dan gue yakin lo jago beginian, ajarin kita, ya," tambahnya sambil memegang bahu Melvin.
"Ajarin apanya?"
"Ya cara gambarnya, cara ngecampur warnanya."
Melvin mengangguk sambil tersenyum. Siapa sangka di tugas pertama mereka ia akan berkontribusi sebesar ini.
Keempatnya lalu fokus mengerjakan bagian masing-masing. Garis lintang bagian Utara telah selesai dibuat Tristan. Melvin mulai membuat sketsa gambar negara Vietnam, diikuti dengan Pradipta dan Leon yang menebalkan sketsanya.
"So, siapa di antara kita ini yang sekarang punya pacar?" celetuk Pradipta tiba-tiba. "Intermezzo."
Oh, baiklah.
"Obrolan macam apa ini?" protes Tristan yang tidak tahan dengan topik yang diangkat sohibnya. Sudah seperti sesi rumpi anak perempuan, menurutnya.
"Nggak ikutan," ucap Leon datar, tidak antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
全力少年 All Out Boy; boys planet 02z
أدب الهواةsegelintir cerita empat pemuda dalam mengatasi gempuran persoalan persahabatan, cinta, keluarga, dan mimpi menjelang hadirnya momok utama siswa kelas dua belas; ujian masuk universitas. 2023 © konnayuki