H-242

162 46 7
                                    

Ujian Tengah Semester telah selesai tiga minggu lalu. Semestinya sekolah melalui OSIS langsung mengadakan event masa jeda sebagai sarana penyegaran setelah pertempuran yang dihadapi para siswa. Namun, kali ini rangkaian acara tersebut diundur untuk menjadi bagian dari perayaan HUT sekolah.

Sore itu hampir seluruh kelas berlatih sesuai cabang lomba yang akan diikuti besok. Di lapangan outdoor, indoor, perpustakaan, ruang seni, hingga aula tersebar siswa kelas 12-2 dan beberapa kelas lainnya setelah mendapat izin berkegiatan oleh sekolah.

Hanya ada satu orang yang masih tampak mondar-mandir di ruang kelas. Tidak lain dan tidak bukan adalah sang ketua bermata rubah yang masih sibuk dengan urusannya. Debu-debu di kaca jendela ini terlalu membandel, sulit untuk diabaikan.

"Pradipta Abimanyu."

Pradipta terkesiap. Suasana terlalu sepi untuk tiba-tiba dipanggil dari luar dan berpikiran positif bahwa pelakunya adalah makhluk sejenis.

"Ngapain?" si pemilik suara menyembulkan kepala dari daun pintu. Hari ini Pradipta beruntung karena pelaku pemanggilan itu masih manusia.

Tunggu, atau justru tidak beruntung?

"Menggulingkan dinasti korup," jawab sang siswa sambil mempercepat gerakan mengelap kacanya. Sok tidak peduli.

Cheryl memutar bola mata. Kunjungan tak sengaja—kebetulan lewat—miliknya tidak disambut baik oleh tuan rumah. Tapi apa, sih, yang bisa diharapkannya?

"Emang nggak kelihatan lagi bersih-bersih?"

"Maksudnya, kok sendirian?" si rambut sepunggung menghela napas, sedikit prihatin.

"Biar anak-anak fokus lomba lain," lelaki itu menaruh botol cairan pembersih di atas meja.

"Bego," Cheryl tidak berpikir dua kali untuk mengatakannya, "lo kapan bisa berubah?"

"Cher, lo tuh apaan banget, sih? Dateng-dateng cuma buat mancing emosi."

Pradipta lapar dan lelah, celaan itu tidak membantu sama sekali dan membuatnya ingin membanting kain lap. Ia cuma melakukannya dalam pikiran.

"Yang namanya lomba kelas dikerjain bareng sekelas. Kalo sendirian nggak bakal sanggup," si ketua kelas sebelah berpetuah. Atas dasar solidaritas, huh?

Pihak yang dinasehati tidak membalas. Itu benar, tetapi ia tidak mau mengakuinya. Lagipula caranya bicara terlalu menyebalkan untuk dipertimbangkan secara serius. Pradipta memilih bergeser ke arah depan, kaca-kaca di sana menunggunya untuk bergiliran dibersihkan.

Cheryl menghilang seperti hantu dan sang siswa tidak bisa lebih bersyukur dari ini. Pradipta benar-benar tidak ingin mendengar kemungkinan kalimat lanjutan dari mantan pacarnya itu. Bukan tidak mungkin ia akan berceramah panjang tentang dirinya dapat memimpin kelas lebih baik daripada Pradipta.

Lima menit berlalu dengan si siswa berteman dengan hanya suara jarum jam.

"Pradipta Abimanyu."

Kemudian suara itu hadir kembali. Kalau dipikir lagi jadi semakin mengesalkan soalnya ... hey, apa-apaan panggilan nama lengkap itu? Pradipta merasa sedang antri di poli gigi.

"Apaan lagi, sih?!"

"Tangkap, monyet!"

Cheryl melempar sesuatu. Pradipta berharap itu tidak akan membunuhnya sebab ia punya refleks yang terlalu baik sehingga dapat menangkapnya dengan sigap.

Ini roti tawar dengan isian cokelat? Untuknya?

"Sorry, ya, nggak nemu pisang."

Cheryl pergi untuk kedua kalinya. Ini terlihat seperti ibu peri yang membantu Cinderella yang disiksa keluarga tirinya. Bedanya ibu peri sungguhan pasti akan memberinya yang rasa keju sebab itu yang paling Pradipta suka.

全力少年 All Out Boy; boys planet 02zTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang