PP III - Tetangga Ayah Muda (1)

1.1K 6 0
                                    

Tetangga Ayah Muda
- Part 1 -

Melepas masa SMA dengan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, keputusan gue sudah mutlak jika gue ingin mengambil universitas yang jauh dari tempat tinggal gue sekarang. Tujuan gue ini tak lain adalah ibu kota negara, Jakarta, tempat dimana sejak kecil gue diceritakan bahwa semua hal bisa didapatkan di kota ini. Tempat jutaan mimpi tercipta, tempat dimana semua kejadian terpusat, sebuah kota megah dengan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi ke atas, kota yang tak pernah tidur.

Berbekal dengan kegigihan selama masa SMA ini, gue pun diterima di sebuah universitas swasta dengan beasiswa penuh hingga lulus yang membuat kedua orang tua gue tak perlu repot-repot mengeluarkan dana sedikit pun. Bahkan gue pun mendapatkan tunjangan bulanan untuk tempat tinggal gue disini dengan banyaknya benefit lain yang ditawarkan oleh universitas ini.
Memang selain nilai akademik gue yang sangat baik, gue pun memiliki cukup banyak bakat di bidang non-akademik yang mana membuat universitas ini melirik gue dan menawarkan begitu banyak benefit. Dari sinilah yang menjadi pertimbangan orang tua gue untuk melepas gue berkuliah disana.

Kepergian gue disambut haru oleh kedua orang tua. Ini adalah saat dimana gue sendiri, bisa mencoba hidup mandiri dan membuat bangga kedua orang tua yang hanya memiliki gue sebagai anak tunggal.
Sekarang, gue yang bernama Donny bersiap untuk menempuh kehidupan baru di kota baru. Tempat gue akan menjadi seseorang terpandang yang bisa membanggakan banyak orang-orang.

————

Dibimbing oleh salah seorang dari kenalan orang tua gue, kami pun mencari tempat tinggal gue selama di Jakarta ini. Kami berdua menemukan sebuah kosan yang letaknya tak terlalu jauh dari kampus. Bisa dibilang daerah ini merupakan wilayah pemukiman dengan banyaknya kos-kosan juga tempat kontrakan. Menempati sebuah kamar kosan di lantai satu, mayoritas isi kosan ini adalah para pekerja dan beberapa anak-anak kuliahan yang berbeda universitas dengan gue. Hal ini tak menjadi masalah karena memang gue sudah menyukai daerah lingkungan yang ramai, banyak anak kecil berlalu lalang. Setidaknya menurut sudut pandang gue, daerah ini akan cukup aman bagi gue yang baru pertama kali merantau.

Kehidupan mandiri gue di mulai sekarang. Beberapa bulan berjalan dengan cepat, tak terasa gue sudah memasuki semester kedua di pembelajaran gue. Lingkungan yang ramai ini pun sudah sangat familiar bagi gue. Berkat kemampuan sosialisasi gue yang bisa gue bilang sangat baik, dengan mudahnya gue mengenal banyak orang yang berada di sekitar gue. Seluruh anak-anak kosan, tetangga di jalanan depan kosan, juga pemilik warung di seputaran sini.

Suatu hari saat gue baru pulang dari perkuliahan, gue melihat seorang anak kecil yang menangis di pinggir jalan. Gue kenal anak ini karena memang ia tinggal di sebelah kosan gue, satu rumah kontrakan 3 lantai yang masing-masing lantainya memiliki 3 kamar. Anak kecil ini merupakan salah satu anak dari penghuni disana, anak bang Tohir dan kak Oneng.

"Loh Ferry, kamu kenapa?" Tanya gue pada anak kecil ini.

"Aku abis jatuh bang Donny... Sakit." Rengeknya.

Gue segera menggendong dan mengantarkan Ferry ke rumahnya. Setelah sampai, gue mengetuk pintu kontrakan dan tak lama gorden terbuka. Dari lapisan kedua gorden ini gue bisa melihat bang Tohir, bapak anak ini yang melongok sejenak sebelum ia membukakan pintu.
"Eh abang, ini tadi Ferry jatuh terus nangis bang." Kata gue begitu pintu terbuka dan melihat bang Tohir dengan wajahnya yang nampak aneh, seperti campuran antara kesal dan antusias. Ia hanya mengenakan sarung, telanjang dada. Badannya yang berotot itu sedang basah oleh keringatnya.

Tak lama terdengar suara kak Oneng dari dalam. Ia langsung keluar dan mengambil Ferry dari gendongan gue.
"Aduhh, aduuhh... Mas Donny makasih banyak ya udah nganterin Ferry, sampe repot-repot gendong lagi." Tutur kak Oneng dengan senyumnya yang manis.

"Sama-sama kak."
"Udah Ferry ga usah nangis lagi ya. Nih abang ada permen buat Ferry." Sambung gue sambil merogoh permen yang kebetulan gue punya berkat kembalian air mineral yang gue beli.

Ferry nampak mulai tersenyum menerima permen itu. Kemudian kak Oneng dan anaknya mulai masuk ke dalam, menyisakan gue berdua bersama bang Tohir.
"Eerrr.. Makasih ya Don udah anterin Ferry." Senyumnya kaku, gue pun melakukan hal yang sama.

"He. He. Iya bang sama-sama." Wajah bang Tohir masih saja sama, kali ini nafasnya mulai sedikit teratur mengarah ke normal.
"Ya udah bang, gue balik dulu ya." Bang Tohir pun tersenyum lalu menutup pintunya sedang gue kembali berjalan ke arah kosan gue yang berada di sebelah.

Ketika berada di depan tangga, gue bertemu dengan bapak pemilik kos yang baru saja hendak turun. Kami sedikit bercengkrama sejenak disana, mungkin sekitar 5 menit sebelum akhirnya gue pamit untuk masuk ke dalam kamar. Sesampainya di depan pintu kamar, gue mulai panik karena tak bisa menemukan kunci kamar.
'Wah masalah nih kalau sampe ilang.' Pikir gue dalam hati.

Seketika gue teringat jika kunci biasanya gue simpan di kantong dan baru saja tadi gue merogoh kantong untuk mengambil permen, mungkin saja kunci itu terjatuh di depan pintu kontrakan bang Tohir. Bergegas gue kembali ke kontrakan bang Tohir dengan harapan kunci kamar benar terjatuh disana. Saat tiba disana, gue lihat kunci gue yang memang tergeletak disana.

'Syukurlah.' Ucap gue dalam hati.
Kunci gue jatuh tepat di depan jendela. Setelah mengambilnya, tanpa sengaja gue melihat ke dalam kontrakan bang Tohir ini. Gorden lupanya belum tertutup, dari celah gorden putih yang tipis itu bisa gue lihat pasti bang Tohir yang mengocok kontolnya di ruang tamu yang berjarak sangat dekat dari jendela.

Jantung gue terasa berdebar keras menyaksikan batang kontol yang kelewat besar. Mata gue menangkap jelas warna batang kontol itu, hitam gelap seperti kulit bang Tohir. Bagian kepalanya begitu nyata terlihat, berwarna semakin merah.
Matanya terpejam, ia sangat fokus dengan aksinya melancap kontolnya sendiri dengan tangan kiri. Tangannya yang lain sekarang mulai mengelus dada bidangnya sendiri yang basah, sesekali dipilin-pilinnya puting kanannya sendiri. Gerakan tangannya semakin cepat bergerak, mencengkeram batang kontolnya.

Kemudian, jempol tangan kiri yang sedang mengocok mulai diusap-usapkan di ujung kepalanya. Segera ia memasukan ibu jari itu ke mulutnya sendiri dan kembali mengocok lagi setelahnya. Suara desahannya terdengar kencang oleh gue yang berada di luar. Dada bidang itu semakin bergerak cepat naik turun. Aksinya terus ia lancarkan tanpa sadar atas adanya gue yang sedang melihat aksinya memuaskan diri sendiri.
Entah kenapa, melihat bang Tohir yang mengocok kontolnya ini membuat nafsu birahi gue timbul. Nafas gue berubah menjadi cepat, desiran darah gue mulai mengalir dengan cepat ke seluruh tubuh, terpusat pada bagian kontol gue yang sekarang mulai tegang.

****

Terimakasih atas dukungan kalian selama ini! Melalui pesan pendek disini, Author ingin menyampaikan rasa bahagia Author atas antusiasme dari para pembaca setia semua. Oleh karena itu, Author akan terus berkarya demi memberikan kepuasan bagi kalian semua melalui cerita-cerita yang Author lahirkan.

Semoga dari cerita-cerita Author seluruhnya bisa membuat kalian terbawa oleh suasana dan tentunya kalian bisa selalu Coli dengan puas hingga tenaga terkuras!

Kisah lengkap "Para Pejantan III" kini dapat kalian akses melalui https://karyakarsa.com/deansius

Begitu pula dengan kisah lain milik Author seperti "Keluarga Berbeda" ; "Para Pejantan" ; "Ero-Mantica" ; "Para Pejantan II" ; "Terapi 'Kejantanan'" ; "Laki-Laki Perkasa" ; "Pemijat Sensasional" ; "Top Series #1 - InterSext" ; "Bot Series #1 - Petualangan Anak Kembar" ; "Vers Series #1 - Petualangan Anak Kembar" ; "Bot Series #2 - Desahan penuh Desahan" ; "Perjalanan Birahi" ; "Menduduki Raga Pria" ; "Keluarga Berbeda II" ; "Gairah Kosan Lelaki" ; "B Chi Hyper" ; "Scandal Dua Sahabat Chinese" dapat kalian akses di situs karyakarsa milik Author.

Untuk cerita lengkap dan update terbaru dalam kisah ini dapat anda baca dan nikmati di sana.

Terimakasih dan selamat membaca!

Regards,

RG Deansius

Para Pejantan IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang