PP 3 - 16. Penginapan Mistis

715 4 0
                                    

16. Penginapan Mistis

- One Shot -

Perjalanan iseng menyusuri pantai bersama teman-teman rupanya sebuah ide bodoh yang Simon lakukan. Sengaja berangkat pagi, pakai acara nyasar, baru sampai sebentar di pantai sekitar beberapa jam bermain, langit langsung mendung dan hujan deras langsung turun. Tas dan baju mereka bertiga basah kuyup tak terselamatkan, membuat mereka berteduh di salah satu warung makan selama mungkin menunggu hujan reda. Melihat dengan rasa kasihan, bapak pemilik warung menawari Simon, Yusak, dan Toni masing-masing handuk karena mereka yang menggigil tak mengenakan apa-apa selain celana pendek. Tentu ada harga yang harus dibayar dari tiga handuk ini.

Selama beberapa jam menunggu hujan yang tak kunjung reda, ketiga remaja ini hanya bisa menyesap kopi panas dan berbagai macam gorengan yang tersedia di warung. Dilihatnya HP mereka masing-masing, melihat foto-foto yang sempat diabadikan sebelum hujan turun.

"Mon. Lo mending jadi fotografer aja deh, foto-foto yang lo ambil bagus semua anjir." Kata Toni menunjukan HP nya.

"Iya, foto yang kalian ambil yang ga ada benernya!" Simon mengamuk, banyak foto aneh yang tentang dirinya.
Foto Simon yang sedang menggaruk selangkangan, foto Simon yang wajahnya tersapu ombak, foto Simon yang blur, dan masih banyak lagi.

"Hahaha! Ya maap, tapi masih ada yang bagus kan? Seenggaknya satu dua gitu." Kilah Yusak tak mau disalahkan berlebih.

"Yang bagus ya!" Simon mulai naik darah.
"Nih liat sendiri." Ditunjuknya foto dirinya dari belakang, pantat bulat itu mengecap karena terkena air. Digeser ke kiri, ada foto Simon dari depan, hanya gundukan batang itu terlihat begitu tercetak besar.
"Duhh malu lah ngepost foto ginian. Nanti yang ngelike cowok-cowok semua."

Tawa kedua teman Simon ini pecah.

"Homo-homo pada demen. Ya gimana lagi, udah ganteng, badan sixpack, kontol gede, duh-duh. Klepek-klepek tuh homo-homo sama lo."

Dari ketiga orang ini, badan Simon lah yang paling sempurna. Maksudnya, badan atletis dengan guratan otot tercetak sangat jelas mulai dari dada, perut, hingga kakinya. Baik Yusak dan Toni pun juga sama, hanya tak sebagus dan sejadi badan Simon.

Berbicara masalah homo-homo ini sebenarnya bukan jadi hal aneh bagi mereka. Untuk sekarang ini, mereka masih menyukai wanita. Cuma, mereka memiliki banyak teman-teman di kampus yang penyuka sesama jenis, sesama lelaki. Tak jarang ada segelintir pria yang mengaku baik secara langsung maupun anonim ingin sekali berpacaran dengan Simon, Yusak, maupun Toni. Bahkan sampai merelakan dirinya untuk dituduri, dipakai, dientot istilahnya. Dari sanalah mereka menjadi terbiasa dan hanya menganggap angin lalu. Mereka pun tetap berteman dengan pria-pria itu. Toh selama tak mengganggu kehidupan mereka secara harafiah, mereka tak masalah dengan keberadaan mereka di seputarannya.

————

Tak terasa waktu sudah beranjak sore, mau tak mau ketiga remaja ini harus segera pulang sebelum malam datang. Itu juga yang disarankan bapak pemilik warung.

"Hati-hati pulangnya ya adek-adek. Inget pesen bapak aja satu, jangan berhenti kalau gak beneran kepepet. Paksa jalan terus sampe ketemu jalan semen yang bagus." Wanti-wantinya beberapa kali.

Simon, Yusak, dan Toni menganggap wejangan itu sebagai angin lalu. Pada dasarnya juga tak mungkin mereka berhenti di tengah hutan, tempat ia melintas untuk pergi-pulang dari kota ke pantai ini. Berbekal dengan jas hujan yang ada di jok motor, sekarang dua motor yang mereka bawa mulai melaju perlahan meninggalkan area pantai.

Estimasi waktu yang diperlukan untuk keluar dari jalanan rusak menembus hutan adalah 1 jam kurang lebihnya. Dipimpin oleh Yusak di depan, Simon yang membonceng Toni mencoba mengikuti laju motor itu. Setibanya di persimpangan jalan, Yusak sempat berhenti, ia menoleh ke samping tepat Simon yang juga berhenti.

Para Pejantan IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang