Udara hari itu begitu dingin. Sangat terasa dan menusuk kulit. Butiran-butiran salju yang turun ke bumi kala itu membuat beberapa orang hanya bisa menghabiskan waktunya berdiam dirumah sembari menghangatkan diri di depan api unggun.Namun, dingin nya udara kala itu sama sekali tidak berpengaruh kepada dua orang yang berjalan menuju vihara saat itu. Tidak, hanya satu orang yang berjalan, karena seorang lain nya hanya terdiam memandang jalanan di atas punggung lelaki satunya.
Nafas mereka berhembus bersamaan akibat dingin. Mengepul keluar dari bibir bibir mereka.
Mereka tahu, begitupun mereka juga sadar jika cuaca hari itu tidak bersahabat dan tidak mendukung saat ini. Harusnya mereka merasakan begitu kedinginan. Namun, baik Jisung maupun Chenle sama sekali tak merasakan kedinginan yang menyerap ke tubuh mereka.
Aneh.
Angin mulai kencang, Chenle merasa dingin karena angin menghembuskan dan menusuk kulitnya yang pucat. Namun ketika dia mengeratkan tangan di leher Jisung rasa dingin itu serasa sudah menghilang begitu saja.
Mereka sudah sampai di depan vihara, lantai vihara itu sedikit berbunyi saat Jisung mulai berjalan masuk.
Jisung sedikit pegal karena terlalu lama menggendong Chenle. Dia berusaha untuk menahan diri.
Jisung memejamkan mata, ikut berdoa bersama Chenle yang sudah menyatukan tangan nya terlebih dahulu.
Cara berdoa mereka berbeda, yang seharusnya Jisung pergi ke gereja untuk berdoa. Tetapi dia harus mengikut dengan Chenle untuk berdoa di vihara bersama.
"Aku ingin beristirahat sejenak. Aku bosan dengan bau obat, biarkan aku disini lebih lama." Suaranya lirih. Jisung hanya mengangguk menuruti permintaan Chenle, mereka duduk.
Beberapa saat, suasana hening menyelimuti mereka berdua. Baik Chenle maupun Jisung mereka sama sama menutup mulut tak mau berbicara.
Mereka hanya memandang langit melihat butiran salju cantik yang turun.
"Ngomong-ngomong jisungssi tadi berdoa apa?" Tanya Chenle kemudian. Chenle masih memandang butiran salju dengan lelah.
Jisung mendengus. "Agar kau hidup lebih lama." Jawabnya,
Chenle tersenyum lembut. "Tidak berdoa agar aku sembuh?"
Jisung kembali mendengus untuk kedua kalinya. "Itu sama saja meminta kebohongan kepada Tuhan."
Kemudian, Chenle tertawa renyah mirip seperti lumba lumba umumnya. "Benar juga."
Helaan nafas terdengar dari lelaki yang berada di samping Jisung.
"Hanya itu?"
Jisung menggeleng dengan arti tidak.
"Aku juga berdoa agar secepatnya lulus."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY JISUNG. [ END ]
General FictionHari itu, Jisung berteduh dibawah halte. Hujan begitu deras, rintik hujan yang mengenai atap halte juga sangat terdengar jelas di telinga Jisung. Jisung tak tahu sebelumnya jika ia akan bertemu dengan lelaki pendek dan mungil. Lelaki itu aneh, tetap...