"Chenle yaa, sebelumnya aku tak pernah bertanya ini, tetapi mengapa kau menetap di rumah sakit ini?"
Pertanyaan itu terlonjar dari mulut Jisung. Dia akhirnya memiliki keberanian untuk menanyakan yang dia penasarankan.
Setelah berbulan-bulan lamanya, akhirnya Jisung memberanikan diri untuk bertanya. Menghilangkan rasa penasarannya.
Chenle menutup buku bacaan, sedikit menaikkan kacamata yang ia pakai dan tersenyum kearah Jisung.
"Bisa kau tebak??"
Jisung hanya terdiam. Dia sangat tak suka kata kata menebak bahkan bisa dibilang Jisung sangat membenci kata itu. Namun, dia berfikir sesuatu. "Karena ginjalmu?"
Chenle terkekeh, dia menggeleng. "Itu dulu sekali, ginjalku sudah ditransplantasi." Hinata menaikkan sedikit baju rumah sakitnya dan memperlihatkan bekas jaitan yang berada di bagian perutnya.
"Aku dan ginjalku baik baik saja, meskipun harus mencuci darah terus." Jisung sedikit terkejut melihat bekas jaitan yang berada di bagian perut Chenle. Chenle kembali menutup bagian perutnya.
"Aku dibawa kemari karena peradangan darah dan juga anemia."
Jisung mengangguk mengerti dengan perkataaan Chenle. Sebenarnya sebelum dibilang Chenle, Jisung sudah lebih tau duluan dari Haechan.
"Kau mungkin bisa menghabiskan waktumu di rumah bukan? Dengan menyewa dokter pribadi tentunya."
Chenle menghela, dia menunduk sembari melihat kearah kakinya. "Dokter pribadi itu mahal."
"Jaringan tulangku mati, aku tak bisa berjalan. Sedangkan aku tinggal sendirian dirumah, orang tuaku masih berada di China. Jadi baiknya aku di rawat disini saja cukup."
Chenle menjelaskan. Dia tersenyum miris.
Jisung menyentuh tangan rapuh lelaki itu. Chenle sedikit kaget dengan hal itu.
"Jadi, kau disini karena sendiri?"
Chenle menggeleng.
"Selain itu, penyakitku ini sudah sampai ke ujung tanduk, tidak bisa dirawat sendiri lagi, dan aku bisa mati kapanpun." Chenle menarik tangan nya dari genggaman Jisung.
"Tapi kau sendiri bukan?" Tanya Jisung kepada Chenle. Selain itu, sedari tadi Jisung mencoba melihat mata Chenle, tetapi Chenle sellau menghindarinya.
"Memang..."
Jisung tersenyum tipis dengan arti tau. Dia kembali menarik tangan Chenle kedalam genggaman nya, bukan, bukan ditarik, melainkan di sentuh lembut.
"Sekarang? Kau tidak sendiri." Jisung berujar tegas.
Chenle tersenyum lebar, dia menatap Jisung dengan bahagia.
"Ya! Sekarang ada kau!"
"Benar."
Chenle kemudian melirik bungkus permen karet yang belum terbuka, rasa jeruk. Dia mengambil lalu membuka bungkusan itu dan memakan nya.
"Jisungssi, terimakasih ya sudah membelikanku permen karet setiap datang kesini..." Chenle tersenyum malu, dia sedang mengemut rasa dari permen karet itu.
Jisung mendengus. "Aku sudah mengenalmu berbulan-bulan, aku tau jika kau menyukai permen karet juga."
Jisung mengeratkan syal merah itu di leher miliknya.
Chenle tersenyum. Dia menggeser posisi di ranjangnya sekarang.
"Jisungssi, kau mau duduk bersama disampingku?" Tawar lelaki mungil itu menatap Jisung.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY JISUNG. [ END ]
General FictionHari itu, Jisung berteduh dibawah halte. Hujan begitu deras, rintik hujan yang mengenai atap halte juga sangat terdengar jelas di telinga Jisung. Jisung tak tahu sebelumnya jika ia akan bertemu dengan lelaki pendek dan mungil. Lelaki itu aneh, tetap...