Begitu membuka mata hal pertama yang ditangkap oleh retinanya adalah Doyoung, tengah duduk di sampingnya sambil menangis sesenggukan.
Junkyu membalas genggaman tangan yang lebih kecil dan mengulas senyum tipis. Ia mengusap punggung tangan sang adik lembut guna menenangkan.
"Jangan menangis"
"Hyung!! Kukira hyung tidak akan bangun lagi. Hiks"
Junkyu terkekeh pelan, dengan susah payah ia duduk dan bersandar pada dinding. Alisnya menyatu dengan kepala menoleh kesana kemari kala sadar ia sedang berada di atas ranjang.
Walaupun samar-samar ia ingat jika tadi sebelum tertidur ia masih tergeletak di lantai, kala ia mengusap wajahnya pun tak ada darah yang mengotori.
Tak mungkin sang ayah yang melakukan ini untuknya, mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Tapi lebih tak mungkin lagi jika itu Doyoung, dengan tubuh kecilnya.
"Kau sudah bangun?"
Suara berat yang terdengar sangat familiar itu menyapa pendengarannya seiring dengan pintu kamar yang perlahan terbuka.
Itu Haruto, masuk sambil menenteng semangkuk bubur hangat.
"Watanabe? Apa yang kau lakukan disini?"
Haruto mendekat, berdiri tepat disamping Junkyu yang menatapnya dengan raut wajah penuh tanya.
"Apa lagi, Doyoung memanggilku. Kau tau, aku hampir saja mati berdiri ketika melihat Doyoung berdiri di depan rumahku. Dia menangis histeris menceritakan apa yang terjadi padamu"
Junkyu ganti menatap Doyoung bingung, dan seolah mengerti jika sang kakak meminta penjelasan, maka bocah itu membuka mulutnya dan mulai bicara.
"Aku bingung, aku tidak tau harus minta tolong pada siapa, jadi aku pergi ke rumah Ruto-hyung"
Doyoung panik sendiri kala melihat air mata yang tiba-tiba jatuh dari manik indah sang kakak. Bocah itu ikut menangis, meminta maaf karena telah membuat kakaknya bersedih.
"Ah maafkan aku hyung!! Hiks maafkan aku! Janji tidak lakukan lagi. Jangan menangis hyung, haaaa"
Junkyu tertawa di tengah tangisnya, ia menarik lembut tangan Doyoung guna membawanya untuk sebuah pelukan hangat.
Junkyu tak marah pada sang adik, ia justru marah pada dirinya sendiri yang menyedihkan. Harusnya ialah yang menjaga Doyoung.
Harusnya ialah yang mengobati luka sang adik karena perannya sebagai kakak. Bukannya malah membuat bocah itu keluar malam-malam begini hanya karena dirinya yang sama sekali tak berguna.
Kau menyedihkan. Kim Junkyu-ssi.
"Ohoo lihatlah sebuah drama menyedihkan ini"
Sontak pelukan keduanya terlepas, itu adalah Jihoon, yang ternyata sudah berdiri diambang pintu mengamati apa yang telah terjadi.
"Park Jihoon? Apa yang kau lakukan disini?"
Haruto beranjak duduk diatas meja kecil disamping ranjang, ia mengaduk bubur yang sedari tadi ia pegang sebelum menyodorkannya pada si tuan rumah.
"Kau kira aku bisa mengangkat tubuh besarmu itu sendiri? Asal kau tau saja, kau itu berat"
Haruto mencibir, sementara Junkyu terkekeh entah untuk apa.
Junkyu mengamati mangkuk penuh bubur yang kini telah berada di atas pangkuannya, cukup lama ia hanya diam mengamati.
Perasaan hangat secara perlahan menggerayapi hatinya, sudah sangat lama sejak ada seseorang yang memperlakukannya sebaik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled [REVISI]
FanfictionTak sekalipun ia berpikir jika manusia bisa semenjijikkan ini. Yang tanpa rasa ragu menulikan pendengaran ataupun menutup rapat mata kala seseorang memohon akan uluran tangan. 'Tidak merugikan ku, itu bukan urusanku. Aku tak berkewajiban ikut andil...