sip-il

134 17 2
                                    

Suasana ruang tamu di rumah Watanabe- tunggu, keluarga Watanabe atau Kim? Entahlah, yang jelas susana disini cukup mencekam.

Sepi, tak ada suara lain selain suara mesin pendingin yang terdengar seperti alunan musik pengantar tidur. Padahal si penghuni rumah mini itu ada disana, duduk bersebelahan.

Tapi keduanya sama-sama diam, hanyut dalam pikirannya masing-masing sampai Haruto tiba-tiba memekik membelah keheningan, membuat yang lebih tua tersentak kaget.

"Ah!"

"Ya! Kau mengagetkan!"

Setelahnya dua orang keturunan Korea-Jepang itu kembali diam, hanyut pada pikiran masing-masing. Hanya untuk beberapa saat sebenarnya, sampai Haruto menjadi yang pertama membuka suara.

"Hyung, aku sedang memikirkan sesuatu"

"Ternyata seorang Watanabe bisa berpikir"

"Aku serius"

Hanbin menatap sang adik yang tengah bertopang dagu seolah berpikir, bocah itu juga mengerutkan keningnya mencoba terlihat serius.

"Hyung, kau bisa menolongku?"

Kini Hanbin yang mengerutkan keningnya bingung, adiknya saat ini terlihat sangat serius dengan nada bicara dan garis wajahnya.

"Ada apa? Apa ini sangat serius?"

Haruto mengangguk, membalikkan badannya agar menghadap sang kakak.

"Temanku, yang kemarin itu, dia—"

"Siapa?"

"Aih, yang itu, Kim Junkyu"

"Kim siapa?"

"Jangan pura-pura lupa, kau bertemu dengannya kemarin. Kim Junkyu dan Kim Doyoung"

"Ah si kakak adik itu. Kenapa?"

Hanbin makin bingung kala raut wajah yang Haruto tunjukkan tampak campur aduk. Antara bingung, sedih, kesal, dan entahlah apa itu.

"Ada masalah apa?"

"Kurasa, dia disiksa oleh ayahnya"

"Apa?"

Kini Hanbin benar-benar bingung bukan main, atas dasar apa bocah itu mengatakan hal demikian? Maksudnya, saat kemarin ia bertemu dengan Kim Junkyu dan adiknya, remaja itu terlihat baik-baik saja, tak ada tanda telah adanya penyiksaan.

"Kau punya bukti?"

Haruto mengangguk yakin, ia meraih buku gambar yang ada di atas meja, membolak-balikan halamannya kemudian menunjukkan sebuah gambar khas anak tk pada Hanbin.

Hanbin yang tak mengerti hanya menyatukan keningnya bingung, menunggu penjelasan dari yang lebih muda.

Pemuda berkaki jerapah itu mulai menjelaskan gambar yang ada digenggaman —gambar khas anak tk yang di buat oleh Doyoung. Menunjuk tiap gambar yang ia maksud dah mengatakan semua yang menjadi unek-uneknya.

"Ada dua kemungkinan kenapa anak itu membenci ayahnya, yang pertama ayahnya tidak memperhatikan dan terlalu sibuk bekerja, jadi tidak memiliki waktu untuk bermain bersamanya.

Dan yang kedua, ayahnya itu tidak bisa memenuhi keinginannya, menolak tiap kali anak itu meminta. Kau tau kan bagaimana otak anak kecil bekerja? Mereka akan marah ketika keinginannya tidak dipenuhi, berteriak kesal, menyumpah dan bahkan mengarang cerita. Kau dulu juga sama"

Haruto berdecak, tak suka akan penuturan yang sang kakak berikan. Ia belum selesai menjelaskan, tapi kakaknya memotong di tengah-tengah dan mengambil kesimpulan sendiri.

Tangled [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang