"Park Jihoon. Han ssaem ingin bertemu denganmu"
Jihoon hanya mengangguk, ia mengemas buku yang ada di atas meja lalu bangkit menuju ruang guru, menemui sang guru yang telah menunggunya.
"Ssaem? Anda memanggil saya?"
"Park Jihoon? Duduklah"
Jihoon menurut. Ia mengambil duduk dihadapan gurunya dengan tangan ia taruh diatas paha.
"Ini tentang Junkyu, kudengar kau dekat dengannya"
"Ah iya, kami cukup dekat" raut wajah Jihoon mendadak berubah sendu, membuat pria dewasa dihadapan menerka-nerka apa yang tengah terjadi pada anak didiknya.
"Jadi begini, sudah satu minggu Junkyu tidak masuk tanpa memberi kabar apapun. Apa kau tau sesuatu?"
Jihoon tampak ragu hendak memberi jawaban apa, ia juga bingung. Terakhir ia bertemu dengan Junkyu adalah hari dimana ia dipukuli oleh sang ayah.
Tapi ia juga ragu jika itu adalah alasan mengapa Junkyu tak masuk sekolah selama satu minggu ini.
"Jihoon-ah? Tidak apa, katakan pada ssaem apa yang terjadi"
Jihoon menghembuskan nafas dalam menimang apa yang harus ia katakan. Namun sadar akan rasa bimbang yang menggerayapi hati sang murid Han ssaem— Jeonghan meraih tangan Jihoon, menggenggamnya dan memberikan usapan lembut guna meyakinkan.
"Jihoon-ah? Tidak apa, katakan saja"
"Jeonghan ssaem.."
"Iya?"
"Sebenarnya, Junkyu dipukuli oleh ayahnya"
Raut wajah terkejut tak bisa tak diberikan oleh Jeonghan, pria dengan setelan kemeja formal itu kembali bertanya, memastikan apa yang baru saja ia dengar dari anak didiknya.
Jihoon menceritakan segala yang ia ketahui tentang Junkyu, tentang bagaimana tubuh kawannya itu selalu menahan luka baru tiap harinya. Bagaimana kawannya itu selalu menderita kala kembali ke rumah.
Tak ada satupun cerita yang terlewat, entah itu informasi yang ia dapat dari Doyoung selama ini, ataupun pasal kejadian malam itu.
Jeonghan terkejut bukan main, Junkyu termasuk salah satu anak pandai yang selalu mendapat ranking seperti Jihoon. Junkyu juga merupakan anak yang selalu berperilaku baik juga tak banyak bicara.
Bisa dibilang Junkyu adalah gambaran anak yang sempurna, baik dari segi akademis maupun perilaku.
Tapi kenapa, anak sesempurna itu justru mendapat perilaku tak adil dari ayah kandungnya sendiri.
Setelah beberapa pertanyaan diajukan Jeonghan mempersilahkan muridnya pergi karena bel jam makan siang telah berbunyi.
Jihoon berjalan lesu disepanjang koridor. Pikirannya saat ini hanya ada Junkyu dan Junkyu, rasa khawatir terus menjalar hingga membuatnya mengerang frustasi.
"Park Jihoon!"
Langkah remaja itu terhenti, tubuhnya berbalik mendapati Haruto yang berlari kecil menghampirinya.
"Kau sendirian? Dimana Junkyu? Biasanya kalian selalu menempel"
Jihoon menghembuskan nafas dalam, kembali melanjutkan langkah dengan Haruto yang mengikuti di samping.
"Sudah satu minggu"
"Apanya?"
"Junkyu tidak masuk sekolah. Apa menurutmu dia baik-baik saja?"
Spontan langkah Haruto terhenti, seminggu yang lalu ia datang kerumah Junkyu dan membuat keributan bersama kakaknya.
"Jihoon-ah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled [REVISI]
FanfictionTak sekalipun ia berpikir jika manusia bisa semenjijikkan ini. Yang tanpa rasa ragu menulikan pendengaran ataupun menutup rapat mata kala seseorang memohon akan uluran tangan. 'Tidak merugikan ku, itu bukan urusanku. Aku tak berkewajiban ikut andil...