Muqodimah

223 33 21
                                    

Namaku Rover Mikkel, umurku 13 tahun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namaku Rover Mikkel, umurku 13 tahun. Aku tinggal di Dusun Tanjung Jaya, Desa Teluk Rhu, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau, Indonesia. Aku tinggal di lingkungan yang cukup indah. Di depan rumahku ada Pantai Rupat Utara yang selalu memanjakan mata. Setiap hari, aku melihat puluhan bahkan ratusan orang turis yang berwisata ke kampungku yang indah ini. Ya tentu saja, kampung halamanku Tanjung Jaya sangat dekat dengan Port Dickson, Malaysia. Kampungku ini hanya dipisahkan selat malaka selebar 40 km dari Malaysia. Hal ini membuat Rupat Utara punya keistimewaan tersendiri di mata pelancong.

Keluargaku merupakan keluarga yang sederhana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keluargaku merupakan keluarga yang sederhana. Ayahku yang bernama Jonas Mikkel hanya bekerja sebagai nelayan, sedangkan Ibuku yang bernama Royyan Permatasari hanya bekerja sebagai pembuat tikar. Kami ber 3 hanya tinggal di rumah panggung yang tak begitu besar. Meski begitu, hidup kami selalu berkecukupan dan kami tidak pernah dililit hutang ataupun mengemis ke orang lain.

Aku adalah anak tunggal yang duduk dibangku kelas 2 SMP. Aku bersekolah di sebuah SMP yang cukup dekat dari rumahku. Mungkin hanya butuh waktu 5 menit berkendara dengan motor dari rumahku untuk sampai kesekolah. Sekolahku cukup besar, di belakang sekolahku ada pantai yang biasa digunakan untuk kegiatan olahraga. Sekolah itu Bernama SMP Negri 109 Rupat Utara. Aku masuk ke sekolah itu karena ketika pendaftaran, semua sekolah menggunakan sistem zonasi yang membuat aku hanya bisa mendaftar
di sekolah yang terdekat dari rumahku saja. Selain itu, nilaiku juga tidak mencukupi untuk masuk ke sekolah lain. Akhirnya, aku terpaksa mendaftar di
SMPN 109 Rupat Utara.

Terpaksa? Kenapa terpaksa? Kan sekolahnya indah? Ada pantai di belakang sekolah yang dapat dipakai untuk healing setiap jam olahraga. Memang sekolahnya indah, tetapi tidak dengan kelakuan siswa dan tenaga pendidiknya. Jujur, aku selalu menjadi korban bullying di sekolahku. Bukan hanya aku, setiap siswa dengan kelemahan fisik, kelemahan kecerdasan, bahkan kelemahan finansial akan selalu jadi bulan-bulanan disana. Jujur, aku termasuk orang yang lemah secara fisik, kecerdasan, dan finansial. Aku bukanlah orang yang kaya, dan aku selalu mendapat nilai jelek dikelasku, terutama dalam pelajaran hitung-hitungan. Aku juga tipe orang yang pendiam dan tidak pandai bergaul. Kata orang-orang, aku ini seperti bencong. Kata orang-orang, aku berjalan seperti orang yang sedang menari. Kata orang- orang tangan aku lentik, melambai, suara aku seperti suara perempuan, dan masih banyak lagi hinaan terkait gender lainnya yang orang-orang lemparkan ke aku. Padahal, aku sama sekali tidak pernah berniat untuk berpenampilan seperti bencong, ataupun berperilaku seperti bencong. Aku tak pernah pakai rok ataupun pakai make up ke sekolah. Aku selalu menganggap diriku adalah lelaki, dan aku selalu berpenampilan seperti lelaki. Tetapi, entah kenapa teman-teman sekolahku, guru-guruku, kepala sekolahku, bahkan beberapa tetanggaku menganggap diriku seperti bencong. Aku selalu disebut kemayu, bersuara seperti Wanita, berjalan seperti penari, lentik, melambai, dll. Kadang, kata-kata mereka membuatku frustasi dan ingin mengakhiri hidupku. Ada banyak siswa yang melakukan perundungan kepadaku di sekolah itu. Tetapi yang paling berkuasa disekolah itu hanya ada 3 orang, dan mereka adalah teman sekelasku. Mereka bernama Bobby, Ezza, dan Ricky. Mereka
merasa berkuasa karena orang tua mereka merupakan orang penting di
sekolah itu.

1. Bobby
Ayahnya yang bernama Hermawan Susanto merupakan kepala sekolah di SMPN 109 Rupat Utara, sedangkan ibunya yang bernama Lucyana merupakan guru Bahasa Inggris di SMPN 109 Rupat Utara.

2. Ezza
Ayahnya yang bernama Elvin Bruckman Hakim merupakan satpam di SMPN 109 Rupat Utara, sedangkan ibunya yang bernama Selin merupakan guru matematika di SMPN 109 Rupat Utara.

3. Ricky
Ayahnya yang bernama Anang merupakan guru olah raga di SMPN 109 Rupat Utara, sedangkan ibunya yang bernama Conchita merupakan pedagang di kantin SMPN 109 Rupat Utara.

Karena orang tua Bobby, Ezza, dan Ricky merupakan karyawan di SMPN 109 Rupat Utara, bahkan saudara-saudara mereka ada juga yang bersekolah di sekolah itu, Bobby, Ezza, dan Ricky jadi sombong dan berperilaku semena- mena di sekolah itu. Akupun tidak punya tempat mengadu di sekolah itu karena hampir semua guru di sekolah itu menganggap aku lemah. Tiap aku mengadu, baik itu ke wali kelas, ke bimbingan konseling, maupun ke kepala
sekolah, mereka hanya menyuruhku untuk kuat, kuat, dan kuat. Mereka hanya menyuruhku untuk tetap tegar dan tidak cengeng dalam menghadapi masalah hidup ini. Mereka hanya menyuruhku untuk menjadi lelaki macho yang kuat menghadapi cobaan. Bagiku, nasehat seperti itu hanyalah sampah yang diucapkan oleh orang yang fakir ilmu psikologi manusia. Rasanya, Ketika masuk ke sekolah itu, kelakianku sudah tidak dianggap lagi. Saking parahnya, teman sekelasku pernah menyuruhku shalat di saf perempuan, guruku pernah
menghukumku dengan hukuman lari keliling lapangan dengan jilbab dan rok,
bahkan di absen kelas namaku ditulis dengan tinta merah sebagaimana nama
anak perempuan lainnya. Aku terkadang sedih, aku tak punya tempat mengadu atas perundungan yang aku terima. Mau mengadu ke guru? Guruku hanya menyuruhku untuk kuat, kuat, dan kuat. Mau mengadu ke orang tua? Orang tuaku tak jauh berbeda dari guruku. Tiap aku mengadu ke orang tua sambil menangis, orang tuaku hanya menyuruhku untuk melawan mereka-mereka yang merundungku. “pukul saja mereka, tinju saja mereka, jangan takut!!” kata- kata itulah yang sering terlontar dari mulut orang tuaku Ketika aku mengadu.

Ditengah serangan perundungan ini, aku punya 3 orang sahabat yang selalu menyemangatiku, dan selalu menolongku disaat aku susah. Bahkan mereka mau mendengarkan keluh kesahku serta memberikanku nasehat yang membangun. Mereka ber 3 adalah Aza, Nanda, dan Daus. Mereka ber 3 juga
merupakan tetanggaku yang baik hati, yang tinggal bersebelahan dan bersebrangan dengan rumahku.

Meskipun mereka baik hati dan senang menolongku, mereka hanyalah 3 orang baik diantara puluhan orang yang merundungku. Tentu saja tenaga mereka ber 3 tak cukup kuat untuk memukul mundur semua orang yang berbuat keji kepadaku. Saat aku menangis karena buku PR-ku disobek, alat tulis ku dirampas, uang jajanku dicuri, mereka ber 3 hanya bisa mengusap air mataku dan memelukku hingga aku tenang.

Setiap malam sebelum aku tidur, aku selalu membayangkan bagaimana jika seandainya aku dibawa ke suatu dunia, di mana di dunia itu aku bisa merasa tenang dan hidup tanpa perundungan. Rasanya, aku ingin sekali dibawa ke dunia yang damai dan tinggal Bersama orang-orang yang selalu menyayangiku. Rasanya, aku ingin sekali tinggal disebuah kota yang bebas dari Tindakan perundungan, bersekolah di sekolah yang warganya masih mengakui kelakianku, dan punya teman yang semuanya baik kepadaku.

Tiba-tiba di suatu malam aku tertidur. Didalam tidurku, aku berkunjung ke suatu dunia yang dihuni oleh para monster besar yang berbulu dan baik hati. Disana aku dirawat dan diasuh oleh monster berbulu dengan penuh kasih sayang. Dan pastinya, di dunia itu tidak ada perundungan.

Aku adalah anak yang punya bakat menulis dan menggambar. Karena saat aku tertidur aku sering mengunjungi dunia monster itu, aku pun menceritakan isi dari perjalanan tidurku itu di sebuah buku tulis tebal saat aku bangun dari tidur. Cerita yang kutulis di buku tebal itu, aku susun menjadi sebuah novel yang berjudul “Keluarga Bathin.”

Bukan sekali atau dua kali saja aku mengunjungi dunia monster itu saat aku sedang tertidur, tetapi berkali kali hingga aku akhirnya bisa membuat relasi dengan makhluk-makhluk yang berada di dunia lain tersebut. Aku merasa sangat Bahagia karena aku bisa mengunjungi dunia monster itu saat sedang tertidur. Meskipun aku tidak punya banyak teman di dunia nyata, setidaknya aku punya banyak teman yang baik-baik di dunia lain. Ku tuliskan segala cerita yang kudapatkan selama aku tertidur dan berkunjung ke dunia para monster di sebuah buku tulis biru tebal yang berisi 200 lembar. Kisah tersebut kususun menjadi sebuah novel yang berjudul “Keluarga Bathin.” Arti dari Keluarga Bathin adalah, keluarga baik yang hanya terdapat di dalam bathinku, di dalam hatiku yang terdalam, yang hanya bisa aku temui saat aku tertidur saja, tidak di dunia nyata. Monster besar yang punya bulu tebal yang menjadi keluargaku di dunia lain itu biasa disebut dengan “Giganto.”

Sebenarnya pertanda apakah ini? Kenapa saat aku tertidur, tubuh dan
jasadku bisa berkunjung ke dunia para monster? Kenapa aku bisa melihat dunia para monster itu secara nyata saat aku tertidur? Akankah harapanku untuk hidup di dunia yang tenang menjadi kenyataan? Atau akankah Bobby, Ezza, dan Ricky akan mendapatkan azab dari Allah? Allahualam Bissawwab…

Keluarga Bathin Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang