Haiiii readers tersayang...
Mimin up sekuel dari Story Of My Life yaaa...
Jadi ini season 2 nya.
_masih kisah nyata dari Haidar dan Jasmine_
*banyakxpesan tereirat yang bisa dipetik sebagai kunci di kehidupan*
Jangan lupa vote dan share yaaa ...
Dadaaa selamat membaca!!-----------
Alunan ribuan rasa mengiringi pendakian jiwa, tidak jarang hampir menyerah dan berbalik arah, kemudian hati menolak lupa, apa alasan jiwa memilih jauh meninggalkan rumah.
mengatasnamakan putus asa, kemudian kembali di zona nyaman meski harus tanggalkan cinta.
Menafikkan dahaga yang harus terpenuhi, berpasrah dengan apa yang telah dihidangkan.
Lalu untuk apa jiwa putuskan memulai?
Mengapa tidak dari awal tetap diam dan menerima ketetapan?
Setidaknya tidak perlu lelah, rugi darah juga terluka.
Yaa, dari situlah jiwa tetap berjalan, meski dengan tertatih, meski menahan perih, berharap jasa penawar menghampiri, kikiskan pedih tanamkan melati.
Sebatang demi sebatang nikotin telah terhisap, menemani kesunyian malam yang terasa menyiksa.
Lalu diputuskan untuk berdoa, merangkai cinta melalui pemiliknya.
Ya, gue nggak bisa pendam semua sendiri dalam hati, tapi gue juga nggak tau mau ngomong ke siapa, jadilah gue tulis aja gelisah yang gue rasa.
Ok mari kita mulai. Setelah gue dan Jasmine sudah bersama, hubungan gue dan Jasmine bukan berangsur membaik, tapi malah memburuk. Itu karena Jasmine terus diteror Defi, bukan hanya di chat, telephone atau ditemui, tapi dia meneror dengan mengirimkan paket yang berisi tikus, belatung dll. Gue sudah berulang-ulang meyakinkan semua akan membaik keadaannya, tetapi nyatanya hari demi hari, minggu demi minggu bahkan bulan demi bulan belum mampu menghentikan kegilaan Defi, namun justru melukiskan trauma di hati Jasmine.
Sebenarnya Jasmine bisa saja membunuh Defi tanpa menyentuh, entah dengan lisannya yang memerintahkan anak buahnya, atau dengan doa yang dipanjatkannya, tapi dia memilih diam, menerima ketetapan dengan memegang Keyakinan, Allah tidak tidur. Bahkan gue sempat akan turun tangan, tapi lagi-lagi Jasmine minta gue duduk manis saja, meski hati gue berontak karena di desak gusar amarah yang telah meledak.
Pagi itu ketika gue sedang bersantai di kebun rumah Jasmine, tiba tiba Jasmine duduk di samping kiri gue. Ditangannya membawa segelas kopi yang sepertinya baru dibuat.
"Buat siapa Sil?" Jasmine menyodorkan kopi itu tanpa berkata apa-apa.
"Makasih ya! Pengertian banget sih istriku ini ... ngerti aja kalau aku pengen kopi." canda gue setelah menerima kopi.
Jasmine tersenyum kecil, kemudian dia mengambil napas panjang, dan membuangnya perlahan yang itu menandakan kalau dia sedang resah.
"Hmmm. kenapa Sil? Kamu ada Masalah?" tanya gue setelah menyeruput kopi, kemudian menyalakan rokok.
"Aku capek om, aku capek menjalani ini semua, aku nggak kuat, udah kita jalan sendiri-sendiri aja," jawabnya yang bagaikan petir yang memporak porandakan hati gue. Gue hanya diam, hingga gue dengar isakan Jasmine. "Tolong om! bebaskan aku! Aku nggak kuat!"
Gue tolehkan kepala menghadapnya, "Aku nggak bisa."
Jasmine menepuk pundak gue dan meremasnya, "Mantapkan hatimu om, kamu harus percaya, tanpa aku kamu bisa kok."
Gue mengambil tangannya, mengecupnya sekilas dan menggenggamnya. "Dulu ketika aku mundur karena aku nggak percaya bisa nmenjaga dan membahagiakan kamu, kamu yang yakinin aku kalau kamu nggak butuh apa pun kecuali aku dan cintaku. Tapi dititik ini, disaat aku udah terlanjur nggak bisa berkutik, kamu baru ninggalin aku. Katanya kamu mau hadapin semuanya bareng? Kok gini, Sil?"
Jasmine menarik tangannya dari genggaman gue, dipegangnya kedua pipi gue. "Aku sayang kamu om, tapi aku capek. Capek dengan semuanya."
Gue merengkuh tubuhnya, menyandarkannya di dada kemudian berbisik, "capek wajar, tapi tolong jangan berhenti!"
Air mata Jasmine semakin deras, begitu pula gue, kami menangis untuk mengungkapkan rasa lelah yang ada dalam dada. Setelah perasaan kami lebih baik, Jasmine mengajak gue untuk makan.
"Emangnya kamu mau masak?" Jasmine menggeleng kuat kuat. "Terus mau beli?" Jasmine lagi lagi menggeleng. "Terus gimana sayang?"
Jasmine tersenyum kemudian menyentuh hidung gue lembut dan menekannya beberapa detik kemudian sambil berkata, "kamu yang masak."
Gue pura pura batuk dan menolak, membuat Jasmine cemberut, memajukan bibirnya yang terlihat lucu. "iya, iya, masak apa sih? Mie apa telor ceplok?" Gue menguncrit bibirnya gemas, pinginnya gue gigit, tapi kan bukan mukrim.
Lalu kami pergi ke dapur, mengecek kulkas apa ada yang bisa di masak, ternyata nggak ada ferguso, jadilah kita pergi ke penjual sayur. Di tempat jual sayur, Jasmine membeli ayam, telur puyuh, udang, tahu, tempe, santan dan bumbu bumbu. giliran membayar, dia tersenyum ke gue yang berdiri di sampingnya.
"Waduh, pasti aku yang disuruh bayar." canda gue diiringi gelak tawa.
Di dapur, Jasmine meminta gue memasak bahan bahan yang ada, tapi gue bingung, mau dimasak apa.
"Masak apa, Sil?Aku nggak bisa masak."
Jasmine tertawa, "Cemen kamu ah! bisamu cuma makan tok."
Gue tertawa membenarkan.
"Dimasak lodeh om," ucap Jasmine akhirnya.
Gue memeluk Jasmine yang sedang memasak nasi dari belakang.
"Nggak bisa, masakin aja! Aku temani."
Jasmine mencubit tangan gue. bukan cuman itu, dia juga menggigitnya sambil berkata, "gemas aku." Jasmine kemudian mencuci udang dan ayam, sedangkan gue disuruh Jasmine merebus telur puyuh dan memotong tahu tempe.
Setelah selesai semuanya, Jasmine yang mengolah, sementara gue masih menempel di punggung Jasmine.
"Duh om, jangan gini! risih aku." Jasmine mengurai pelukan gue. tapi bukannya nyerah, gue makin mempererat pelukan gue.
"Kalau gitu kamu yang masak! Ganti aku yang ngerecoki kamu." teriaknya kesal.
Gue setuju, dan jadilah kita bertukar posisi, gue yang memegang spatula, Jasmine yang memeluk gue dari belakang.
"Gimana, risih nggak? " tanyanya ngegas.
Gue tertawa, "nggak kok, enak Sil dipeluk kamu, hangat."
Jasmine mencubit pinggang gue dan lari masuk ke rumah.
"Sil, ini nanti kurang apa? Aku nggak ngerti loh?" triak gue yang gak diperdulikan Jasmine.
Setelah gue berkutik di dapur tanpa ada arahan dari Jasmine, jadilah gue masak ala kadarnya.
"Udah mateng lohh!" triak gue sambil berjalan ke kamar Jasmine.
Gue melihat Jasmine di atas kasur dengan selimut yang menutupi badannya. Gue mendekat ke ranjang, kemudian menyibak selimut yang menutupi tubuhnya.
"Malah tidur, ayo makan dulu!"
"Ngantuk aku om." Jasmine masih terbaring di atas kasur enggan membuka matanya.
"Ayo bangun!" Jasmine tetap nggak bergeming, dia tetap meringkuk memeluk guling.
Gue menghembuskan napas berat lalu berkata, "Kalau nggak bangun aku cium."
Gadis itu langsung bangun dari tidurnya. Jasmine turun dari tempat tidurnya, lalu berjalan menuju dapur. Jasmine menyempatkan mencuci muka dan gosok gigi sebelum mengambil piring, mengisinya dengan nasi dan lodeh buatan gue.
"Nih. " Jasmine memberikan nasi dan lauk ke gue kemudian dia mengambil lagi untuk dirinya sendiri.
"Makan yang lahap ya sayang." Gue menarik kursi di sampingnya.
Jasmine gak berkata apapun, dia fokus memakan makanannya. setelah makan dia mencuci piring kotor, sementara gue membantunya menyapu dan mengepel rumah. Jasmine menghempaskan diri di kasur setelah mandi, sementara gue yang sedang bermain game ikut menghempaskan diri disampingnya.
"Om, setelah ini ada tamu, temannya tante, dia kolonel, katanya perutnya membesar karena kena santet." Gue menghelah napas panjang, menunggu Jasmine melanjutkan bicara. "Tapi om, aku males, kamu aja yang nangani yaa."
Gue tertawa, karena gue bukan seperti dia yang tau hal tak kasat mata, dia juga wanita yang tulus kalau membantu siapa saja yang memerlukan uluran bantuannya, sementara gue?
"Aku nggak bisa apa-apa Sil." Gue memeluk Jasmine, tangan gue membelai rambutnya yang semakin lama semakin terlihat botak karena rontok.
"Hmmmm, pasti bisa kok."
Gue menghelah napas panjang. "Kok bisa kamu ngomong gitu?"
Jasmine mengurai pelukan gue dan bangkit duduk.
"Ya yakin aja. "
Gue ikut duduk. "Kenapa nggak orang lain aja? Misal bukori? "
Jasmine menoleh ke gue. bibirnya tersenyum, "nggak semua orang bisa om, dan nggak semua orang terpilih. Kamu tau gak? Aku dapat gambaran kalau kamu tuh bisa. Entah kok bisa."
Setelah melakukan perdebatan panjang, tamu yang dimaksudpun datang. mama Jasmine dan tante Jasmine menyuruh Jasmine keluar, tapi Jasmine malah menyuruh gue yang menemuinya. Gue awalnya gak mau, tapi kasihan tamunya menunggu lama. Mau nggak mau akhirnya gue keluar. Gue menemui tamu itu, bicara basa-basi kemudian menanyakan tujuannya mereka, setelah itu gue masuk dan menjelaskan semua ke Jasmine. Tapi jawaban Jasmine malah aneh.
"Kamu sholat hajat om 2 kali salam, salam pertama untuk meminta petunjuk apa yang harus dilakukan, salam kedua untuk meminta dipermudah dalam prosesnya."
Gue yang bingung hanya berdiri dan Jasmine malah mendorong gue untuk mengambil wudlu, jadilah gue melakukan sholat seperti yang Jasmine suruh. Anehnya, ketika selesai berdoa, muncul gambaran, kalau gue disuruh untuk mengambil bidara, memblendernya. kemudian meminumkannya, lalu gue memblender bidara lagi dan mengusapkannya di perut korban. Lalu setelah selesai gue meminta orang itu untuk sholat. Saat selesai berdoa di salam kedua, Jasmine malah menjulurkan kepalanya ke bawah, ke tempat gue sujud, sementara kakinya tetap diatas kasur. Sontak gue tertawa melihat tingkahnya.
"Ngapain sih Sil? ayo tidur yang bener!" Gue menopang kepalanya dengan dua tangan, kemudian gue kembalikan kepalanya ke tempat tidur, tapi lagi-lagi kepalanya diturunkan. Gue bangkit berdiri, melipat sajadah dan membenarkan posisi tidurnya.
"Duh, tidur yang bener sayang."
Jasmine hanya tersenyum, sepertinya dia sengaja menguji kesabaran gue.
"Terus ini aku harus apa?" Gue mengambil duduk di samping Jasmine.
"Halah, tanya lagi, dapat petunjuk kan?"
Gue membelai kepalanya dan menjelaskan gambaran yang gue dapat, tanpa panjang lebar Jasmine menyuruh gue melakukan apa yang gue dapat. Saat ambil bidara semua lancar, tapi ketika gue blender, blendernya mati.
Gue ambil blender lain, lebih tepatnya pinjam blender tetangga, tapi tau gak? Blendernya gosong, dan hasil blenderannya warnanya hitam. Ya sudah, gue tetep menyuruh orang itu minum. Tapi sumpah, habis minum itu dia malah muntah darah. Terus perutnya yang awalnya kaya hamil 7 bulan jadi sedikit mengempis. Gue blender lagi bidara, gue usapin ke perut si korban, setelah itu orangnya gue suruh sholat, tapi dia nggak bisa berdiri, gue suruh dia yakin kalau bisa berdiri sendiri, tanpa boleh dibantu anak-anaknya. Alhamdulillahnya dia bisa berdiri dan menegakkan sholat. Pulang dari rumah Jasmine mendapat kabar kalau orang itu sudah bisa menyetir mobil sendiri, gue senang, senang karena merasa gue bermanfaat.
"Bisa kan? jangan membantah dulu sebelum dicoba."
Gue tersenyum dan memeluk Jasmine, "makasih ya Sil., aku senang bisa bermanfaat bagi orang"
Jasmine tersenyum. kemudian menarik tangan gue, mengajak gue ke halaman rumahnya, entah Jasmine tau dari mana, disana ada 2 orang yang sedang menunggu Jasmine untuk meminta bantuan masalah pekerjaan, dua orang itu difitnah di proyek, dituduh mencuri.
Setelah mendengarkan penjelasan mereka, Jasmine berkata, "sekarang saya sedang sibuk, tapi saya punya guru, nih orangnya di sebelah saya, minta tolong ke beliau dulu aja! Hmm, minta tolongnya ke Allah tetep sih, tapi dia perantaranya."
Sumpah gue kaget dan bingung harus berbuat apa. Sementara kedua orang itu langsung aja memohon ke gue agar gue mau bantu. Gue menggaruk kepala yang mendadak gatal, sementara Jasmine hanya tersenyum dan mengangguk.
"Sebentar, saya sholat dulu." Gue masuk untuk mengambil air wudlu, kemudian sholat 2 rakaat, disana muncul gambaran, kalau mereka memang difitnah, gue kemudian disuruh mengambil segenggam tanah, diserahkan ke mereka untuk dibuang di depan tempat kerja mereka, terus bakal ketauan siapa yang pelakunya.
Keesokan harinya gue mendapat kabar dari dua orang yang difitnah, katanya pencuri itu mau nyuri lagi, tapi ketahuan sapam, terus sapam itu mengintrogasi dia, entah gimana dia ngaku, kalau sering mencuri buat beli minum, so, orang-orang yang difitnah tadi dibebaskan karena terbukti nggak salah. Gue bener-bener bersyukur, karena gue bisa jadi orang yang bermanfaat, jadilah saat itu gue sering ikut Jasmine bantu orang. Tapi nyebelinnya Jasmine, dia sering bilang kalau dia nggak bisa apa-apa, dan gue yang bisa, padahal yang bisa ya dia, yang dapat karunia ya dia. Tapi gue perotes, dia selalu bilang.
"Aku pingin kamu dikenang baik sama orang-orang, sampai mati, karena sejatinya kamu tuh baik. Hmmm, kalau baik sih banyak, tapi kamu beda, kamu tulus, Om."
Gue memeluk Jasmine, air mata gue menetes, air mata kebahagiaan. gue bersyukur, karena gue dipertemukan gadis seperti Jasmine, gadis yang benar benar perduli, gadis yang merubah gue yang brengsek jadi berguna, dari iblis menjadi malaikat. Serius, gue beruntung dipertemukan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunci Labirin
FanfictionDi mana ada hitam, sang putih jadi pemenang. Menjadi jahat atau baik adalah pilihan setiap insan. Bukan hanya sekedar ucapan, akhlak yang harus diutamakan. Membenci seperlunya, mencinta seadanya. Skuy readers❣️ Baca *SEKUEL* Story Of My Life season...