BAB 13

2 2 0
                                    

Setelah bersih-bersih diri, gue, Key dan Jasmine memutuskan untuk pulang. sesampainya di bandara Key di jemput oleh temannya, sementara gue memakai mobil Key yang dititipkan di bandara.
Malam itu hujan turun mengguyur bumi cukup deras, jalanan terlihat lenggang seolah tak berpenghuni. hanya ada suara kodok dan jangkrik yang terdengar menggelar konser besar besaran. gue menyetir mobil dengan kecepatan rendah, sementara Jasmine yang duduk di samping sibuk memainkan hp.
"Mau makan dulu?" ajak gue, ketika sudah keluar dari bandara.
"Terserah aja deh."
Gue membelokkan mobil ke restoran itali. lestoran terdekat yang gue lihat.
"Makan apa?" tanya gue setelah kami berada di dalam lestoran.
Jasmine menarik kursi, "Hmmm, kuagra aja deh, sama pasta abalon."
Gue beranjak memesankan makanan.
"Indah ya pelangi itu." ucap gue sekembalinya dari memesan makanan, mata gue memandang keluar jendela di samping kiri gue.
"Iya benar. setiap hujan, pasti ada pelangi sesudahnya." gue mengambil tangannya dan memainkan ujung jari jemarinya.
"Aku capek om kayak gini, aku pingin hidup normal."
Gue menghirup napas untuk memenuhi oksigen di paru-paru yang hampir habis, kemudian gue menghapus air mata Jasmine tanpa kata. gue tau apa yang dirasakan, tapi itulah kenyataan yang harus dijalani, dia adalah orang yang terpilih sebagai pemain dalam sin yang terasa menyayat jiwa. Nggak lama makanan datang.
"Sudah datang." Gue melirik makanan yang baru tertata di meja, terlihat enak dan menggugah selera, meski gue tau Jasmine mungkin nggak napsu makan.
" Terimakasih ya mbak!" ujar gue kepada pelayan seraya memberinya tips.
***
satu minggu berlalu, gue menghampiri Jasmine di kamar setelah membuat makanan untuk makan siang.
"Sil, jalan jalan ta?" Ajak gue yang melihat Jasmine suntuk. ekspresinya selalu masam, dan jika nggak penting dia nggak mau keluar kamar. bahkan makan pun harus dipaksa.
"Yuk jalan! cari es krim, cari bakso atau nasi padang." bujuk gue karena Jasmine tetap diam saja di atas kasur.
Jasmine menggeleng, "Kamu keluar sendiri aja om! aku males keluar."
Gue duduk di sampingnya, gue raih tubuhnya dalam dekapan.
"Kamu masih sedih ya gara-gara apa yang kamu alami?" tanya gue membelai rambut Jasmine yang acak-acakan.
Jasmine terisak. "Aku tau sil berat, tapi aku yakin kamu pasti kuat. apa lagi kan ada aku. semangat yaaa! misil kok, misilnya sun pasti bisa."
Setelah dirayu ini itu, ahirnya Jasmine mau juga untuk keluar.
"Om, boleh gak kalau aku minta es krim?" tanya Jasmine ketika kita berada di jalan.
"Why not sayang." Jawab gue sambil tetap fokus menyetir.
Kami berhenti di kedai es krim langganan Jasmine, kami memilih duduk di pojokan biar enak ngobrolnya. nggak lama, eskrim pesanan kami datang, ternyata yang mengantarkan pesanan Geri, teman SMA gue.
"Geri? lo Geri kan?" tanya gue memastikan.
"Loh haidar? tambah keren aja elooh sekarang?"
Gue dan Geri saling berpelukan, sementara Jasmine hanya diam saja. Gue dan Geri pun ngobrol ngalor ngidul, tentang masa masa sekolah, tentang kenakalan kenakalan, tentang gue yang cuek banget sama cewe dan tentang dia yang pemain cewek. Setelah 3 jam mengobrol, Geri berpamitan karena ada urusan.
"Maaf ya tadi keasikan ngobrol." Gue mengelus kepala Jasmine.
Jasmine menggeleng pelan, bibirnya tersenyum sebelum berkata, "Secuek itu kamu ma cewek om?"
sore harinya, ketika gue tidur begitu pula Jasmine, pintu rumah gue diketuk. perlahan gue bangkit dari tidur, berjalan kearah pintu sambil mengumpulkan nyawa. ceklek, pintu gue buka, menampilkan sosok pria tua dengan jenggot panjang.
"Ada yang bisa saya bantu kek?"
Kakek itu mengangguk, tentu gue mempersilahkannya masuk, kemudian setelah kakek itu duduk dia meminta gue untuk memanggilkan Jasmine. dengan rasa penasaran dihati, tentang siapa kakek itu dan ada maksud apa juga kenapa mencari Jasmine gue bangunkan Jasmine dan memberitahunya bahwa ada kakek kakek yang mencarinya. Jasmine bangun, disibakkan selimut dan tanpa tedeng olang-aling Jasmine langsung pergi ke ruang tamu untuk menemui kakek itu. sesampainya diruang tamu, kakek itu tersenyum dan langsung berbicara.
"Tidak ada yang sempurna didunia ini, terkecuali sang penguasa. tidak ada yang abadi didunia ini, kecuali sang pencipta. sekuat apapun semesta berusaha, tetap memiliki batasnya. batas yang tidak tertembus oleh apapun. batas yang sengaja diciptakan oleh pemiliknya untuk mempertegas antara siapa diri-nya dan segala ciptaan-nya. ciptaan yang dalam kekuasaan-nya."
Jasmine mengangguk, kemudian Jasmine mengambil duduk di depan kakek itu tanpa berbicara sepatah katapun.
"Ada hujan pastilah ada pelangi. ada duka tentulah ada bahagia. ketika gulita menyapa, ingatlah pelita pasti tiba. dan jika ada kenikmatan bertahta, ingatlah diujungnya pasti ada kesengsaraan. semua bergantian melukis perjalanan kehidupan, jadi simpelnya, cukup jalani saja tanpa banyak mengeluh, tanpa banyak menuntut, karena sejatinya sang penguasa mengetahui segala yang terbaik untuk hamba-nya."
Jasmine lagi lagi mengangguk, bahkan kali ini air matanya juga luruh membasahi pipi putihnya.
"Lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. masalah hasil, biar usaha dan belas kasih tuhan yang berbicara."
Jasmine menghapus air matanya, ditariknya napasnya panjang panjang, seperti menahan beban yang berat dalam hidupnya.
"Adilkah ini? saya sudah tidak mampu." ucapnya dengan suara parau.
"Jika berbicara soal keadilan, tau apa kita tentang keadilan? apakah keadilan itu dibagi sama rata? kaya semua, bahagia semua, sama rata sama perjalanan? renungkan sejenak! jika semua sama maka semua terasa biasa saja, apakah kita akan dapat mengenal kebahagiaan? apakah kita bisa akrap dengan rasa syukur? tentu saja tidak. bahagia tercipta dari kumpulan permasalahan yang menggulirkan kesedihan yang mengoyak nurani yang kemudian jika telah sampai diujungnya akan terbitkan kelegaan yang tentunya berbarengan dengan hadirnya kebahagiaan."
Kakek itu diam sejenak, memperhatikan Jasmine yang masih terisak tanpapembelaan.
"Jika tuhan mengamanahi sebuah ujian yang memberatkanmu, itu tandanya tuhan percaya, bahwa kamu mampu hadapi itu."
Kakek itu bangkit dari sofa, kemudian keluar rumah sambil mengucap salam dan pergi begitu saja sebelum gue dan Jasmine sempat menjawabnya.
"Kamu baik-baik aja Sil?" tanya gue khawatir.
Jasmine mengangguk, senyumannya terbit seiring air matanya yang mulai menGering.
"Bener kata pak tian tadi." ucapnya lirih.
"Kamu kenal Sil?" tanya gue kepo.
Jasmine hanya tersenyum tanpa menjawab apa-apa. gue menghelah napas, duduk disampingnya kemudian bertanya.
"Jadi maukan kamu buat semangat?"
"Aku mau, dengan 1 syarat!" ucap Jasmine sambil bangkit berdiri dan berbalik menghadap gue.
"Apa?" tanya gue yang direspon Jasmine dengan senyuman manis.
"Tinggalin aku, carilah kehidupanmu yang normal, kamu berhak bahagia, pergilah."
Dek. seketika gue merasa bingung. memang gue lelah menjadi pengapdi tuhan, ditambah lagi resiko yang cukup membahayakan, namun entah kenapa gue merasa jantung gue ada di dunia ini, bersama Jasmine, membantu yang susah, berdarah dan tertatih, namun ahirnya bahagia ketika sampai titik yang bisa dikatakan berhasil. nggak seperti dulu, bener gue bergelimang uang, tapi cinta gue yang tulus nggak akan pernah sampai kepada dambaan hati gue. gue mencoba mengalihkan pembicaraan dengan cara mengenang masa lalu, "Halah, nanti kamu galau kalau kutinggal. inget gak!"

Kunci LabirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang