Pagi itu cuaca begitu cerah, mentari bersinar ceriah, membentuk suasana yang bahagia. gue berinisiatif untuk mengajak Jasmine berolahraga dengan harapan Jasmine menjadi semangat dalam menjalani harinya.
"Kamu ngajak aku olahraga emang gak kerja?" tanya Jasmine sambil lalu ke dapur.
"Iya sih kerja, tapi gapapa lah olahraga bentaran."
Jasmine mendengus, tangannya sibuk menuang kopi di gelas.
"Gak gak, entar telat."
Hmmm, persetanlah telat, Dipecat juga it is ok. Bagi gue yang penting mah Jasmine bisa bahagia itu cukup. tapi kan gue dan Jasmine beda prinsip ya. jadi dari pada cari masalah baru, gue putuskan untuk bersiap siap kerja.
"Aku gak masak, kamu beli di kantor aja ya makannya!"
Jasmine menghidangkan segelas kopi di meja dekat gue duduk.
"Kamu makan apa terus?" tanya gue sambil menarik Jasmine ke pangkuan gue.
"Males makan aku."
Gue menarik napas panjang, tangan gue mengelus rambut panjangnya.
"Nanti kamu sakit kalau gak makan. aku pesenin makanan ya?"
Jasmine menggeleng, kemudian dia bangkit dari pangkuan gue dan duduk di samping kiri gue.
"Aku beli sendiri nanti. kamu berangkat aja!"
Bukannya gimana. masalahnya tu gue tau tabiat Jasmine, pasti deh dia gak beli. terus itu yang memicu asam lambungnya dia naik terus merembet deh ke yang lain.
"Kalau kamu gak makan aku gak mau berangkat." ancam gue.
Jasmine terdiam sesaat. tangannya dimainkan diatas pangkuannya. seperti orang yang sedang gelisah.
"Kamu kenapa sayang? gelisah gitu kelihatannya?" tanya gue yang sudah menyandarkan kepala di punggungnya.
"Gak ada apa-apa. udah deh, buruan habisin kopimu! terus berangkat."
Jasmine mengambil kopi dari atas meja yang kemudian diserahkan ke gue.
"Minum nih!"
setelah kopi habis, gue berpamitan kepada Jasmine untuk berangkat, tapi gue gak berangkat, melainkan gue cuman pura-pura berangkat. entah kenapa gue hawatir sama Jasmine, jadilah gue pantau kondisinya diam diam. gue memberhentikan motor beberapa meter dari rumah, kemudian gue kembali ke rumah dengan berjalan kaki. saat sudah menginjak teras, gue ngelihat Jasmine duduk diam di ruang tamu. pandangannya kosong, wajahnya murung. rasanya gue ingin mendekapnya, tapi kan gue pura-pura kerja.
dengan perlahan gue berjalan mendekat, untungnya Jasmine nggak sadar, padahal biasanya dia sangat peka. mungkin kesedihannya mengalahkan segalanya. gue berdiri nggak jauh dari Jasmine, mengawasi Jasmine dengan posisi yang sama. hingga beberapa menit berlalu, Jasmine bangkit menuju dapur. dia mengambil sebilah pisau, mengamatinya dengan cara mengelusnya perlahan, matanya mengeluarkan air mata dan bibirnya tertawa. tawa yang penuh kesedihan. kemudian dengan perlahan Jasmine mendekatkan pisau itu di lehernya, dan disaat itu, dengan cepat gue mengambil pisau yang Jasmine pegang.
"Astaufirullah, kamu mau apa sil?" tanya gue retoris dengan suara panik.
"Mana om pisaunya! biarin aku mati! aku capek om, aku capek sakit, capek jadi orang yang harus berperan melawan yosi, aku mati aja." triak Jasmine ditengah isak tangisnya.
gue membuang pisau jauh-jauh, kemudian gue merengkuh Jasmine kedalam pelukan meski dia memberontak.
"Sil, kamu gak sendiri, ada aku, ada Bang Key dan yang lain." jelas gue sambil memeluk erat Jasmine yang masih menangis hebat.
"Kita hadapi bersama, kamu gak sendiri sil." lanjut gue dengan air mata yang turut hadir.
" tapi aku capek om, capek banget. " desahnya sakit.
" kita hadapi bersama sil, aku sayang kamu, apa jadinya kalau kamu gak ada? "
gue memeluk Jasmine erat, mengisyaratkan bahwa gue benar-benar butuh dia.
perlahan tangis Jasmine mulai mereda. berbarengan dengan dia yang mengurai pelukan dan berjalan menuju ruang tengah.
"Kamu gak kerja om?" tanyanya yang sukses membuat gue kelagapan.
"Tadi bos bilang kalau hari ini semua pegawai diliburkan, gak tau kenapa." kilah gue berbohong.
Jasmine duduk di kursi ruang tengah, tangannya sibuk memainkan rambut.
"Tuhan maunya apa sih? kenapa kamu harus datang disaat aku mau mati." tanyanya ritoris.
gue tersenyum, kemudian ikut duduk di samping kirinya.
"itu karena Allah sayang kamu sil." jawab gue sambil mengelus rambutnya.
"Jadi yuk semangat! capek boleh, nyerah jangan ya sil."
Jasmine hanya diam, tangannya diremasnya kuat kuat. melihat Jasmine yang seperti itu membuat gue sedih, entah gimana pun caranya gue bertekat untuk membuat Jasmine bahagia.
"Mau liburan gak?" tanya gue tiba-tiba.
"Kemana?" tanya Jasmine malas malasan.
"Terserah, naik balon udara mungkin di kapadokia?"
Jasmine terjingkat dan menolehkan kepalanya ke arah gue.
"Seriusan om? ada duit emang?"
gue tersenyum dan mengiyakan, padahal jujur waktu itu gue gak ada duit, dan pastilah ke kapadokia memerlukan dana yang gak sedikit. tapi demi buat Jasmine happy pasti gue bakalan lakuin segala cara biar bisa mewujutkannya. Waktu Jasmine tidur gue telephone Key buat ceritain apa yang terjadi sama Jasmine. semuanya, mulai dari tragedi Jasmine mau bundir sampai gue yang ngajak Jasmine liburan tapi gak punya duit, gue berniat meminjam uang kepada Key, tapi baiknya Key dia malah ngajak kita liburan bareng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunci Labirin
ספרות חובביםDi mana ada hitam, sang putih jadi pemenang. Menjadi jahat atau baik adalah pilihan setiap insan. Bukan hanya sekedar ucapan, akhlak yang harus diutamakan. Membenci seperlunya, mencinta seadanya. Skuy readers❣️ Baca *SEKUEL* Story Of My Life season...