BAB 17

2 2 0
                                    

Duaaaaaarrr
Suara tembakan menggema dari arah kamar Jasmine. gue yang sedang menyeduh kopi di pantri hotel seketika berhambur ke kamar Jasmine dengan penuh perhitungan, ketika pintu terbuka, Berdiri di sudut kamar tiga orang lelaki berperawakan tinggi besar dengan pakaian serba hitam dengan pistol yang terarah ke pintu, tempat gue berdiri seraya menatap mereka satu-persatu.
gue menggulung lengan baju hingga ke siku, berjalan mendekati mereka bertiga dengan tenang, tampak mereka beradu tatap seperti menyiapkan strategi untuk melumpuhkan gue, seperkian detik kemudian, terlihat sorot mata meremehkan dari ketiga lelaki itu.
ketika kami sudah saling berhadapan, ke tiga orang lelaki itu seketika melayangkan pukulan-pukulan ke arah gue yang gue balas dengan santai, memanipulasi setiap gerakan mereka, sehingga mereka saling berkelahi satu sama lain, sedangkan gue berlenggang santai menghampiri Jasmine yang sedang duduk bersandar di atas kasur sembari memainkan HP.
Langkah gue terhenti ketika melihat ke arah kamar mandi, Fahry, salah satu anak buah Key yang ditugaskan menjaga Jasmine di sandra oleh seorang lelaki berbaju serba hitam dengan penutup kepala.
"Pergi Bang Haidar! bawa non Jasmine juga! Maaf saya lalai dengan tugas saya!" triak Fahry seraya mengarahkan pandangan ke arah Jasmine yang terlihat tenang.
Lelaki penyandra mengarahkan pistolnya ke kepala Fahry, tatapannya terlihat menGerikan.
"Sebaiknya kalian menyerah! atau saya bunuh pengawal sampah kalian." ucapnya mengancam, tatapannya mencoba mengintimidasi.
Prok prok prok, Tiba-tiba Key yang pergi membeli obat datang, lengkap dengan senjata ditangan.
"Ada apa lagi ini? masih belum puas mengganggu kami?"
Lelaki penyandra hanya mengendikan bahunya. Key tersenyum sinis, di dekatinnya lelaki penyandra dengan langkah perlahan.
"Jangan mendekat! atau saya tembak Pengawal bedebah ini."
Gue diam seraya mengawasi setiap gerak Gerik dari lawan. Mencoba mengatur strategi terbaik untuk melawan mereka tanpa persiapan apapun sebelumnya.
"Jangan mimpi" gertak Key, tersenyum tipis.
Wiw wiw wiw wiw wiw suara serine Polisi terdengar.
"Polisi? Sialan" lelaki penyandra itu menatap marah ke arah Jasmine yang menyunggingkan senyuman setannya.
Key menyeringai penuh kemenangan, sementara Lelaki penyandra dan antek-anteknya menatap Key dengan sangat marah sebelum berhambur melarikan diri.
Gue menghelah napas panjang, merengkuh pundak Jasmine dan bertanya pertanyaan besik apa dia baik-baik saja. Jasmine merebahkan badannya di atas kasur kingsize, matanya terpejam, mengabaikan pertanyaan yang gue ajukan.
"Ini obat Jasmine." ucap Key sembari menyerahkan keresek yang dikeluarkan dari saku jaket.
"Obat lagi, bosen aku." gumam Jasmine seraya menarik selimutnya.
"Demi kesembuhan kamu Sayang." Jawab Key yang mengambil duduk di samping kiri gue.
"Emang bisa?" tanya Jasmine dengan hembusan napas putus asa.
Key menyinggungkan senyum yang tulus seraya meraih tangan Jasmine ke dalam genggamannya.
Jujur hati gue panas, namun gue harus sadar, bahwa Jasmine bukan milik gue seutuhnya. Menepis rasa cemburu yang terasa menyiksa, gue memilih untuk merokok di taman hotel sembari menyesap Kopi yang baru gue buat.
"Tolong tolong."
Terdengar suara orang minta tolong dari arah lobi hotel. Gue berdiri dan mendekati sumber suara, gue melihat banyak orang yang berkerumun di dekat Rumah itu. Gue mempercepat langkah.
Dengan penasaran Gue menerobos orang orang yang berkerumun. Gue melihat seorang ibu ibu yang sedang di sandra oleh seorang lelaki yang memakai jaket berwarna hitam. Badanya kekar dan tinggi membuat siapa saja ngeri hanya dengan melihat rupanya saja. Gue menghampiri mereka.
"Kenapa lo selingkuh? Siapa pacar lo biar guah habisin dia."
Raut lelaki itu terlihat marah dan siap menampar wanita yang ada di hadapannya. Gue dengan sigap segera menahan lengan lelaki aneh itu.
Argghhh ,terdengar erangan kesakitan dari lelaki itu. Tetapi dia berusaha mencekik leher gue.
Gue mundur dan lelaki aneh itu mencekik angin, karena tubuhnya tidak ada penopang, lelaki itu tersungkur ke lantai. Key datang bersama Jasmine, membantu gue menyelesaikan semua dengan cepat.
Setelah mengurus ibu dan suaminya yang bertengkar karena salah paham, Jasmine berpamitan untuk membeli makanan di mini market sebrang jalan.
Tit tit tit, Tiiiit titt tiiit, Suara klakson mobil dari kejauhan terdengar, membuat gue dan Key yang mengobrol di teras menoleh ke sumber suara.
"Jasmine."
Gue berlari secepat mungkin menghampiri Jasmine. Jarak antara mobil dan Jasmine semakin dekat. Tanpa berpikir panjang, gue melempar tubuh Jasmine ke pinggir jalan.
Tess, Tess, Tesss. Terasa aliran darah hangat mengalir dari mulut gue.
Gue menatap mobil yang menabrak dengan terbatuk, kemudian menyapu pandang, mencari Jasmine yang ternyata berdiri dipinggir jalan bersama Key.
Gambaran mobil berubah menjadi hitam pekat dan Gue kehilangan kesadaran.
***
Kesadaran mulai menghampiri gue, bau khas yang tercium oleh indra penciuman menyakinkan gue bahwa gue berada di ruangan yang steril, ingin gue membuka mata dan memastikan, tapi entahlah seperti ada beban besar yang di letakan di atas mata yang seolah mencegah gue untuk membuka mata. Perlahan tapi pasti beban besar yang menimpa mulai terasa ringan dan berkurang. Gue membuka mata perlahan-lahan, Ruangan serba putih serta pembatas steril yang mengelilingi, meyakinkan gue bahwa gue ada di rumah sakit. Entah sudah berapa lama gue terbaring di sini, gue merasa berhibernasi cukup lama.
"Bang Haidar sudah sadar?" ucap Key yang berdiri di samping ranjang gue bersama Jasmine.
Jasmine tersenyum manis, dan tanpa gue sadari punggung tangannya sudah berada di kening gue. Sontak saja, mata gue menjadi membulat.
"Cepat sembuh ya Sun." ucapnya lembut.
"Baik tuan putri." jawab gue dengan berusaha menahan gejolak di dada.
Bukori yang baru datang berdecak kesal lalu menepis tangan Jasmine yang masih berada di kening gue. "Bisa-bisanya pacaran."
Gue terkejut, kenapa Bukori disini? sementara ini kan di Turki, bukan indonesia. mengajukan pertanyaan, karena gue penasaran.
"Kemarin Bang buk sedih waktu tau kamu kecelakaan, terus langsung terbang kesini deh." jelas Jasmine seraya mengembangkan senyum.
Jasmine duduk di kursi yang diambilkan Key untuknya. Tangannya terulur lagi menyentuh kening gue. "Om, maaf ya kamu ketabrak gini gara-gara aku." sesal Jasmine.
Gue menggenggam tangannya seraya berkata, "Aku juga salah, seharusnya aku temani kamu ke mini market. udah deh, semua udah terjadi."
Air mata Jasmine membasahi pipinya, gue mengulurkan tangan dan menghapusnya. "Jangan nangis! aku nggak suka kalau lihat kamu nangis."
"Kamu udah koma 2 minggu om, dan itu karena aku." jelas Jasmine yang masih diiringi tangis.
menghembuskan napas pelan seraya mencium tangannya. "Yang penting aku udah baik-baik aja sekarang.
"Buruan sembuh!" Bukori menepuk lengan gue yang di gips, membuat gue sedikit meringis.
"Sialan, sakit bangsat." umpat gue yang ditanggapi kekehan Bukori.
"Sil?"
Gue menatap Jasmine yang membalas dengan anggukan, kemudian gue meraih tubuh Jasmine hingga tubuhnya menindih dada gue. Jasmine memberontak dari pelukan gue.
"Sebentar saja, diamlah seperti ini." gue berbisik di telinga Jasmine.
Jasmine berhenti memberontak dan membalas pelukan gue yang sangat gue butuhkan saat ini.
***
Gue berjalan di koridor Rumah sakit tanpa di temani oleh siapapun untuk melepas bosan, Jasmine yang pulang terlebih dulu bersama Bukori karena harus kuliah dan Key yang berpamitan untuk keluar sebentar. gue mendorong tiang infus mendekati lift untuk menuju lobi. Nggak terlalu lama akhirnya lift terbuka. Terlihat ada sorang pria berperawakan tinggi semampai dengan Jas dokter. Gue mengangguk tanda hormat kepada dokter yang berada di hadapan gue dan langsung berdiri di samping dokter itu.
"Anda mau kemana? kok sendirian?" Dokter itu membuka percakapan.
"Ke lobi, mengambil makanan Pak." dusta gue.
Dokter itu menatap gue dengan senyuman ramah di wajahnya.
"Jangan terlalu capek ya! luka anda masih basah sepertinya." ucapnya sebelum berpamitan untuk keluar terlebih dulu.
"Terimakasih dokter."
Gue menyusuri kolidor rumah sakit yang cukup luas. Sebenarnya gue lelah dan membutuhkan istirahat tetapi rasa bosan melanda. Berjalan sendirian memang terasa membosankan, tapi paling nggak gue mendapatkan pemandangan yang berbeda. Naluri gue tiba-tiba mengatakan ada seseorang yang sedang memperhatikan. Gue menyapu pandang ke sekaliling namun netra gue nggak mendapatkan hasil. Langkah gue tertambat di Kantin. Gue duduk di kursi di pojok kantin dengan susu hangat di atas meja. Mencoba bersikap seolah olah tenang meski gue merasa ada yang aneh dan tetap berwaspada.
Gue kembali memperhatikan sekeliling dan akhirnya netra gue menangkap sosok yang terlihat misterius. Gue berdiri dan melepas infus dari tangan. Untuk mempermudah pergerakan apabila ada hal-hal di luar dugaan. Perlahan gue berjalan untuk memperkecil jarak dengan lelaki misterius yang memperhatikan gue walaupun masih sebuah dugaan belaka. Gue memperhatikan lelaki itu melenggang pergi menuju lift, memutuskan untuk berlari kecil agar tidak menimbulkan kegaduhan, namun sosok yang gue curigai sudah berada di depan pintu. Lelaki itu memasuki lift dan terpampang di monitor bahwa dia menuju lantai dasar.
Setengah berlari, gue memutuskan untuk menuruni anak tangga. Dengan nafas yang tersenggal senggal gue terlebih dulu sampai di depan lift dimana lelaki yang gue curigai. Lift terbuka dengan menampilkan lelaki yang berada di dalam seorang diri, tersenyum simpul dengan topi yang menutupi wajahnya.
"Hmmm, sepertinya lo udah sehat?" gumam lelaki itu dengan senyum meremehkan.
Gue tersentak kaget ketika lelaki itu membuka topinya.
"Riezal? ngapain lo disini?" tanya gue yang dibalas Riezal senyuman sinis.
"Hanya mampir." jawabnya sebelum pergi meninggalkan gue sendiri.

Kunci LabirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang