Rayyan merasa dirinya mungkin sudah gila, sebab ia tidak bisa tidur hingga malam berakhir hanya karena seorang Rainuel Sky. Entah kenapa nama dan wajah anak itu terus berputar di dalam kepalanya hingga membuatnya sulit merasa tenang. Semalaman yang bisa Rayyan rasakan hanyalah perasaan gelisah dan satu perasaan lain yang tidak dirinya mengerti.
Menerima Sky untuk benar-benar menjadi saudaranya sudah pernah Rayyan pikirkan, akan tetapi hingga saat ini hatinya masih begitu berat untuk benar-benar melakukannya. Saat melihat wajah Sky, Rayyan selalu teringat oleh wajah Angel yang kemudian kembali mengingatkannya pada sang Mama. Sonya baru meninggal dua tahun yang lalu, jika Renand dan Angel menikah dalam beberapa tahun lagi, Rayyan dan yang lainnya mungkin lebih bisa menerima pernikahan mereka. Namun sayangnya bagi anak yang ditinggalkan melalui kematian, waktu dua tahun masih terlalu awal untuk kembali menerima orang baru. Itulah yang paling memberatkan Rayyan untuk menerima kehadiran Sky sebagai bagian dari mereka.
Rasa sakit hatinya pada Renand sepenuhnya diberikan pada Sky sebab Rayyan juga tidak mampu membenci Papanya terlalu banyak. Jika Rayyan membuat kesalahan, maka satu-satunya kesalahan yang Rayyan lakukan adalah karena menjadikan Sky pelampiasan dari segala rasa sakit hati dan kecewanya terhadap Renand.
Tok tok
Rayyan tersentak dari lamunannya saat Rasha memunculkan diri di balik pintu kamarnya.
"Kak?"
"Hm?"
"Sarapan. Di bawah udah ada Papa."
Rayyan mengernyit bingung. "Papa? Kapan balik?"
Rasha mengendikkan pundaknya. "Tadi subuh sih katanya."
Rayyan menghela napas pelan kemudian mengangguk memberikan isyarat pada Rasha bahwa ia akan segera menyusul. Setelah pintu kamarnya ditutup kembali, Rayyan berdiri dan memasuki kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
***
"Selamat pagi, Rayyan." sapa Angel begitu Rayyan mendudukkan dirinya di sana sebagai orang terakhir yang bergabung.
Sementara Sky sudah duduk di samping Angel entah sejak kapan, pemuda itu selalu datang lebih dulu dari siapapun karena kebiasaannya yang tidak pernah mendapat tidur di malam hari. Hingga saat pagi menjelang, Sky akan bersiap di saat anggota keluarga lain bahkan belum terbangun. Tepatnya begadang semalaman sering membuatnya tidak tahu harus melakukan apa, hingga saat menyadari langit mulai sedikit terang, satu-satunya aktifitas untuk menghabiskan waktu yang terlintas di pikirannya adalah bersiap ke Sekolah. Walau setelahnya Sky akan tetap menghabiskan banyak waktu sendirian di meja makan saat menunggu yang lainnya datang.
Mengabaikan sapaan hangat Angel, Rayyan hanya melirik Angel sekilas kemudian membalik piring makannya tanpa peduli pada tatapan beberapa pasang mata yang menatapnya dengan sirat berbeda-beda. Seperti Renand yang menghela napas dalam dengan Angel yang berusaha menenangkannya.
"Kenapa pulang tiba-tiba?" tanya Raffa di antara dentingan alat makan yang mereka gunakan.
"Papa seharusnya baru pulang nanti Malam, tapi urusan Papa di Milan ternyata selesai lebih cepat. Jadi Papa memutuskan untuk pulang bersama Bunda Angel. Apalagi kami juga sudah cukup lama meninggalkan kalian bertujuh." jawab Renand tersenyum.
"Oh, Papa masih inget kita ternyata. Kirain udah gak peduli, secara 'kan udah ada yang baru." celetuk Rasha sarkas.
Renand kembali mengulas senyumnya. "Mana mungkin Rasha, Papa sayang semua anak-anak Papa, tidak akan ada yang terlewatkan apalagi kamu. Kamu lupa sejak kecil kamu yang paling dekat dengan Papa? Bagaimana Papa bisa melupakan anak kecil Papa."
Mendengar penuturan Renand, Rasha segera membuang tatapannya ke arah lain kemudian bergumam getir. "Iya, Rasha emang yang paling deket sama Papa, sebelum Papa bawa dua orang itu buat duduk di sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
SKY
FanfictionRumah seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk pulang bagi semua orang, tetapi jika rumah yang dimaksud tidak bisa memberikan kenyamanan yang seharusnya apakah masih pantas menyebutnya sebagai sebuah rumah? Ditinggalkan untuk pertama kalinya membua...