13

8.2K 656 138
                                    

Warning : Kekerasan, selfharm, dll
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah merayakan ulang tahun Rin orang tuanya pergi meninggalkan Rin sendiri di kamar. Rin yang sendiri di kamar tersebut membuka kado pemberian orang tuanya dengan semangat.

Rin terkejut dengan hadiah yang orang tuanya berikan, itu adalah jaket mahal yang selalu di impikan Itoshi bungsu sejak lama.

Rin segera memakainya dan berkaca lalu bergumam terimakasih kepada sang orang tua. Ia berputar putar di depan kaca melihat seberapa keren dirinya mengenakan jaket tersebut.

Lalu setelah puas berdiri di depan kaca ia teringat sesuatu di balik bantal tidurnya. Rin pun langsung mengambil handphone tersebut dan mencoba memutar video itu lagi.

"Gua punya hadiah buat lo, tapi lo buka waktu gua suruh, ya."

Rin melihat Sae sedikit menarik nafas lalu mulai berkata lagi.

"Gua ga mau ngomong banyak, pertama tama gua cuma mau ngasih tau kenapa gua selalu pake hoodie,"

"Gua tau mungkin lo ga kepo tapi gua tetep pengen ngasih tau." Di dalam video Sae terlihat pergi dari tempatnya lalu kembali lagi hanya dengan mengenakan singlet tipis.

Rin terkejut? Tentu saja. Pemandangan yang di lihat adalah badan Sae yang sudah penuh dengan lebam lalu luka luka lama dan baru.

"Jijik, ya? Gua tau kok, haha. Setiap gua ngaca gua juga jijik sama badan gua sendiri yang penuh luka ini."

Hati Rin seperti tersengat listrik, ia sedikit menggeleng. Ia tidak jijik kepada kakaknya, hanya saja terkejut yang teramat.

"Kalo lo mau tau ini siapa yang buat... Itu ayah sama bunda." Rin semakin terkejut kala mendengar penjelasan Sae.

"Ini luka baru gua dapet karna waktu itu gua makan malem dengan santainya di saat lo masih ada di rumah sakit. Gua di pukul Ayah sama gagang sapu, katanya gua anak ga tau diri pas adeknya lagi berjuang di rumah sakit guanya malah enak enakan makan malem sendiri." Ujarnya sembari menunjukan lebam yang masih baru di sekitar area tangannya.

"Gua heran, mereka ga pernah kasih gua makan tapi sekalinya gua makan malah di tonjok. Emang gua ga ada hak buat makan di rumah, kah?"

"Dan juga gua kadang heran gua kurang berjuang gimana? Gua selalu penuhin ekspetasi ayah sama bunda buat dapet nilai bagus di sekolah tapi mereka masih anggep kalo gua itu biangnya masalah..." Ucap Sae sendu menatap kamera. Rin yang melihat itu nafasnya sedikit naik tak kuasa melihat tubuh kakaknya.

"Kalo yang ini agak lamaan, di pukul bunda pake lukisan yang ada di ruang tamu. Gara gara nilai fisika gua turun 97." Rin yang mendengar nya spontan mempause videonya lalu berdiri dan pergi ke arah ruang tamu dan benar saja lukisan yang lumayan besar yang selalu terpampang jelas disana tida terlihat lagi.

Ia kembali lagi ke kamar dan mencoba berusaha untuk melihat video itu lagi.

"Kalo ini gua sendiri yang buat, bagus, ya? Kalo kata temen gua jelek." Sae menunjukkan pergelangan tangan kirinya yang terdapat beberapa bekas sayatan.

"Udah ah gua tau lo jijik sama badan gua, gua mau pake hoodie lagi." Ujar Sae lalu pergi dan kembali mengenakan hoodie yang ia pakai di awal tadi.

"Yang kedua sebenarnya gua ga mau cerita tapi jadiin pelajaran aja jangan mandang orang dari luarnya aja." Sae lagi lagi menghela nafas dan Rin sedikit melihat tangan Sae yang disembunyikan sedikit bergetar.

"Gua mau minum obat dulu biar enakan ceritanya." Ujarnya lagi lalu pergi dari layar handphone, dan beberapa menit kemudian ia kembali lagi.

"Kalo ga kuat ga usah di paksain." Kalimat itu terdengar tapi bukan Sae yang berbicara. Suaranya begitu asing di telinga Rin.

"Gapapa gua bisa, tenang aja, Ser." Jawab Sae melihat arah yang Rin tak tau ia tunjukan kemana.

"Kenapa lo cerita ini ke si bajingan itu sih? Kayak dia bakal peduli sama lo aja."

"Dia adek gua, Ser."

"Terserah lo deh, gua muak dengan kata kata lo yang itu." Setelah mendapat jawaban seperti itu Sae tersenyum lalu kembali manatap kamera.

"Sorry itu tadi temen gua, namanya Kaiser. Lo ga usah peduliin kata kata dia, dia emang agak kasar tapi dia baik kok sama gua. Dia selalu beliin gua makanan ketika gua ga di kasih makan sama Bunda."

"Oke kembali ke topik. Beberapa bulan yang lalu, lo inget ga pernah bilang gua open BO pas gua ga pulang 3 hari?" Rin ingat akan kata katanya waktu itu.

"Sekarang gua udah ga pulang seminggu lebih, lo mau ngatain gua lagi ga? Hahaha." Sae sedikit tertawa kecil membuat sang bungsu merasa bersalah.

"Gua mau cerita kenapa bisa ada tanda cupang di leher gua. Itu karna gua... Di perkosa."

*Deg

Entah kenapa jantung Rin seakan berhenti sejenak.

"Ya lo ga salah denger, gua di perkosa. Kalo lo mau tau siapa orangnya, dia kakaknya cewe lo. Aiku, kakaknya Lucia."

"Kalo boleh jujur sebenarnya Lucia mantan gua, haha. Kita putus gara gara dia selingkuh sama lo dan dia nuduh gue kalo gue yang godain kakak dia sampe mau perkosa gua. Keren banget, ya kan?"

"Tapi lo tenang aja, ini bukan pertama kali gua di perkosa jadi efek trauma gua ga se parah dulu. Kalo lo mau tau ini kali ketiga gua." Rin tak bisa menetralkan nafasnya, terlalu terkejut dengan kata kata yang di lontarkan saudaranya.

"Yang pertama itu dulu, waktu gua kelas 5 SD. Gua di perkosa sama Ayah. Iya Ayah lo, Ayah gua, Ayah kita. Tapi gua bingung gua masih berhak manggil dia Ayah ga ya setelah dia ngusir gua beberapa hari yang lalu?"

"Yaa salah gua juga sih, nilai rapot gua bagus semua kecuali di bidang olahraga, nyaris merah tapi masih bisa di selamatkan."

"Gua di usir sebabis gua di bogem habis habisan sambil di katain anak ga guna." Entah sejak kapan air mata Rin turun dari matanya.

"Gua di perkosa dulu akibat Ayah lo mabuk terus nyamperin gua yang ada di kamar dan ya lo tau kejadian selanjutnya, besoknya setelah kejadian itu gua di pukul karna gua di tuduh ngegoda Ayah."

"Dan ya semenjak kejadian itu gua sedikit trauma ketemu sama Ayah, tapi katanya gua harus bersikap biasa aja atau bakal nimbulin kecurigaan Bunda."

"Kalo yang kedua itu waktu di sekolah. Gua di perkosa guru gua. Gua ga tau jalan pikir orang dewasa gimana. Gua di perkosa di saat umur gua masih 14 tahun, masih kelas 2 SMP. Tapi untungnya ada Kaiser yang nolongin gua waktu itu." Sae menghela nafasnya lagi suaranya sedikit bergetar ketika menceritakan kisah kelamnya tersebut. Ia berulang ulang kali menarik nafas dan membuangnya secara perlahan untuk menenangkan dirinya.

"Maaf ya gua bukan kakak yang baik, gua ga kayak apa yang lo bayangin, maaf kalo lo jijik sama gua karena gua adalah korban pelecehan." Entah apa yang ada di pikiran Sae, mengapa dia yang meminta maaf? Bukan kah harusnya para pelaku yang meminta maaf?

SORRY || ITOSHI SIBLINGS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang