[20] The Killa

2.2K 313 16
                                    

[20] The Killa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[20] The Killa

Saat itu, Hinata tengah pergi ke supermarket untuk membeli kebutuhan sehar-hari yang dia butuhkan kala dia mendengar bahwa Hikari mengalami kecelakaan mobil. Hinata begitu terkejut, jantungnya seolah akan berhenti berdetak. 

Tanpa kata Hinata meninggalkan belanjaannya di troli dan tergesa-gesa untuk pergi ke rumah sakit yang Hiashi sebutkan. Dia bahkan tidak bisa fokus menyetir, memikirkan bagaimana kondisi Hikari saat ini.

Sesampainya di rumah sakit yang di maksud, Hinata pergi ke ruang UGD dan mendapati Hiashi sudah menunggu di luar dengan tangan yang menutup wajahnya, terlihat begitu khawatir sekaligus frustasi.

"Ayah."

Hinata baru saja menghampiri kala dokter keluar dari ruang UGD dan membuat Hiashi seketika berdiri menghadap dokter itu. 

"Bagaimana kondisi istri saya Dok?"

Hinata juga menatap sang Dokter, harap-harap cemas. 

"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi benturan yang dialami pasien di bagian kepala terlalu keras. Tuhan berkehendak lain, kami tidak bisa menyelamatkan nyaw pasien.."

Kemudian, Hinata tidak mendengar apapun lagi. Kepalanya berdengung hebat dan dia masih beursaha mencerna semuanya. Hikari tidak bisa terselamatkan― Ibunya meninggal. Mereka kehilangan Hikari hanya dalam beberapa jam. Hinata ingat satu jam yang lalu dia masih sempat berbincang dengan Ibunya sebelum Hikari berpamitan untuk pergi keluar. Dan sekarang..Hikari sudah tidak ada, dia pergi.

Hinata tidak bisa menahan berat tubuhnya lagi, dia jatuh terduduk di lantai. Masih terdiam dan tak bisa berkata-kata. Matanya teralihkan pada Hiashi yang menangis dan terlihat begitu hencur. Hinata bahkan bisa merasakan tangan perawat yang bertengger dibahunya, menanyakan keadaannya dan berusaha menenangkannya. 

Tapi Hinata tidak bisa memproses semuanya begitu tiba-tiba. Dia bisa mendengar suara tangisan pilu yang menyayat hati dari kejauhan, dan kemudian baru menyadari bahwa itu adalah suara tangisan dirinya sendiri. 


























Hujan turun, membasahi bumi awan gelap menyelimuti, seolah paham akan kondisi yang dialami Hinata. Payung hitam melindunginya dari kebasahan. Tapi tidak bisa melindunginya dari udara dingin yang mencekam. Dia bisa saja sakit, tapi Hinata tidak peduli. Wajah pucatnya menunjukkan kekosongan yang nyata. 

Matanya masih tertuju pada gundukan tanah dengan batu nisan yang tertuliskan nama Ibunya. Beberapa orang sudah mulai meninggalkan makam, memberi keluarga Hyuuga yang tersisa tatapan simpati. Hinata tidak memperdulikan mereka semua, dia juga tidak membutuhkan rasa kasihan.

Dia tidak menyangka hari ini akan tiba begitu cepat―hari dimana dia kehilangan sosok Ibu. Hinata kehilangan keluarga yang baru saja dia dapatkan kembali kehangatannya. Mengapa takdir Tuhan begitu kejam? Mengapa dia menghancurkan kebahagiaan Hinata?

Forbidden Desire ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang