Miranti sedang memotong-motong buah saat Jeffry muncul dari dalam kamar. Istri cantikya itu menoleh dan menghadiahinya sebuah senyuman manis. Menyegarkan. Seperti potongan buah yang kini terhidang di atas meja makan.
"Jemmy belum bangun?"
Miranti menggeleng.
"Mika?" Jeffry masih berdiri di antara ruang makan dan kamar. Gamang melanjutkan langkah, menunggu kepastian dulu. Mengantisipasi jawaban Miranti dan apa yang akan terjadi. Dia siap berbalik ke kamar.
"Tadi bangun, minta mimik. Abis ganti popok tidur lagi."
"Oh udah ganti popok?"
"Udah."
Jawaban Miranti membuat palang imajiner di depan Jeffry terbuka lebar. Dia menghampiri meja makan, duduk di kursi berseberangan dengan Miranti, lalu mencomot potongan buah dan melahapnya pelan. Ayah macam apa aku ini, batinnya sedikit merasa bersalah.
"Sarapan yang banyak." Miranti menggeser piring lebih dekat ke hadapan Jeffry.
"Tengkiyu, ciyyyn..., " sahutnya dengan senyum selebar tivi 40 inch. Sambil sarapan dia menyempatkan_dan selalu sempat_menggeser-geser layar ponsel. Memeriksa beberapa surel dan pesan-pesan yang masuk ke grup obrolan. Tidak lupa berenang-renang di akun medsosnya.
Ketika menyuap potongan buah untuk ketiga kalinya, Jeffry berujar, "Aku sebenarnya pengin sarapan jus... eh, nggak usah deh."
Tiba-tiba saja Jeffry khawatir membangunkan singa betina lapar yang sedang tidur. Dia urung meminta dibikinkan jus buah demi menyelamatkan suasana pagi yang menyenangkan ini dari keributan dramatis gara-gara slow juicer. Jeffry masih bisa bersabar, menunggu saat yang tepat menikmati jus buah yang, konon, lebih segar dan bergizi.
"Nggak apa-apa. Aku juga pengin nyobain pake juicer baru."
Jefrry tersenyum lega. Kekhawatirannya terlalu berlebihan. Istrinya adalah wanita cantik dan solihat, bukan singa betina....
"... yang harganya lima juta itu."
DZIGHH!!
Mungkin benar adanya kalau perempuan itu banyak yang pendendam.
Jeffry menciut mendengar komentar setajam silet itu. Dia mengalah dengan tidak berkomentar lebih jauh, lalu menghampiri Miranti dan merengkuh pundaknya dari belakang. Dengan lembut dia mengarahkan Miranti duduk.
"Kamu duduk manis di sini aja ya, Say. Biar aku yang bikin jusnya," rayu Jeffry.
Miranti menurut. Kedua tangannya menopang dagu, memerhatikan suami tercintanya menyiapkan jus buah. Meski berusaha bersikap wajar, sebenarnya dia masih kesal dan ingin mengomel panjang kalau mengingat harga barang rumah tangga yang dibeli Jeffry itu. Apa bedanya dengan barang sama yang sudah ada di rumah mereka? Padahal, juicer yang mereka punya mereknya terkenal. Bagus dan tangguh. Harganya pun lumayan. Terbaik di kelasnya, dari segi harga dan performa. Tambahan slow di depan nama barang yang mirip itu kenapa bisa melipatkan harga hampir sepuluh kali lipat? Bayangkan, sepuluh kali lipat!
Sebagai mamah-mamah pencinta diskon dan mulai jadi member penggemar-barang-barang murah-tapi-banyak-klub harga itu masih di luar akal sehatnya.
Miranti menahan napas. Buru-buru mempersiapkan senyuman ketika Jeffry selesai menyolokkan soket ke dalam setopkontak.
Slow juicer siap bekerja. Jeffry menoleh dan tersenyum. Sedikit grogi diperhatikan sedemikian rupa oleh Miranti dengan tatapan mata sejuta makna. Dia tak berani menebak satu makna pun saat ini. Bismillaah... cetrek.
Jeffry memerhatikan tangannya sendiri yang memasukkan potongan buah dan mendorongnya pelan ke dalam tabung pada slow juicer. Dia melirik Miranti. Istrinya itu masih bertopang dagu, duduk memerhatikannya dari jarak yang tak terlalu jauh. Sumpah, kenapa bikin jus buah mendadak jadi horor begini.

KAMU SEDANG MEMBACA
RUMPUT TETANGGA
RomanceAda yang mengirimi permintaan pertemanan di akun fesbuk Jeffry. Seorang perempuan yang di foto profilnya kelihatan sangat cantik. Bening. Glowing. Shining. Shimmering. Splendid... ... ♪♫... Masih seperti yang dulu. Perempuan yang sudah lama tak terd...