Gara-gara maraton drama korea sampai jam tiga pagi, Naya jadi terlambat bangun. Ayudia sudah puluhan bahkan ratusan kali menggedor pintu kamar Naya untuk membangunkan putrinya itu namun yang ia dapat hasilnya nihil. Namun Adit dengan otak cerdiknya memberi saran untuk menyiram Naya menggunakan air es yang otomatis membangunkan kakaknya itu saat itu juga. Naya yang sadar jika dirinya sudah hampir terlambat bergegas bersiap-siap pergi ke kantor.
Karena hari minggunya yang berharga telah dirampas jadi Naya memutuskan untuk menonton drakor dimalam hari dan tanpa sadar Naya sudah melewati jam tidurnya alhasil dia jadi kurang istirahat yang membuat dirinya linglung seperti orang mabuk. Didalam lift bersama karyawan yang lain Naya tidak berhenti menguap bahkan kini matanya sampai merah dan berair sebab menahan kantuk.
"Kamu kenapa?" Tanya Restu yang kebetulan berada disebelah Naya.
Naya masih mengucek matanya semberi menoleh ke Restu "Nggak apa-apa. Aku ngantuk banget rasanya pengen tidur lagi." Jawab Naya kemudian.
"Pasti habis maraton." Tebak Restu tepat sasaran. Naya mengangguk sambil tertawa cengengesan.
"Soalnya seharian aku keluar jadi nggak sempat nonton. Makanya kebablasan sampai pagi hehe." Kekeh Naya diakhir kalimatnya.
Restu geleng-geleng kepala keheranan. Selang beberapa saat, pintu lift terbuka. Para pegawai keluar dan bergerak ke meja masing-masing untuk memulai kegiatan di hari senin ini. Rutinitas sama yang selalu mereka kerjakan diminggu kemarin akan terulang kembali setiap harinya.
"Katanya kemarin kamu hang out bareng Wisnu dan pak Arjuna, gimana ceritanya?" Tanya Restu penasaran.
Naya memutar bola matanya jengah setelah mengingat kembali tragedi yang menimpanya kemarin dan kini harus diungkit oleh Restu.
"Panjang pake banget. Intinya kita nggak sengaja ketemu dan Adit dengan polosnya menerima tawaran Wisnu yang ngajak kita makan bareng. Setelahnya kamu pasti tau." Jelas Naya malas.
"Kamu.... masih punya perasaan ke Wisnu?" Tanya Restu lagi mengganti topik.
Naya terbelalak mendengarnya, sontak ia menoleh ke Restu kemudian berteriak histeris "Ya enggaklah!!" Pekik nya heboh.
Semua orang terkejut dan bersamaan menoleh ke arah Naya yang masih berjalan bersama Restu menuju mejanya. Melihat reaksi berlebih Naya, Restu tertawa dibuatnya. Naya memang mudah sekali untuk terpancing emosinya jika membicarakan yang terkait dengan perasaanya terhadap Wisnu. Entah Naya memang sudah tidak ada rasa atau Naya hanya mencoba untuk menyangkal nya sebab tidak ingin kembali tersakiti untuk yang kedua kalinya.
"Okey, nggak usah histeris gitu juga kali. Aku kan cuma tanya." Ujar Restu menenangkan kawannya itu "Ya udah, aku ke ruangan ku dulu. Ketemu waktu jam istirahat ya. Bye Nay--eh salah Nata maksudku."
Hampir saja Naya akan memukul wajah Restu yang tidak sengaja salah menyebutkan namanya. Untungnya Restu langsung ingat dan mencegah hal itu sampai terjadi. Setelahnya mereka berdua pun berpisah dan harus pergi ke ruangan yang berbeda.
Sekitar satu jam lamanya Naya menantikan kedatangan Arjuna yang sampai saat ini masih belum menunjukkan dirinya. Naya juga sudah beberapa kali mendatangi ruangan Arjuna namun tempat itu kosong tidak ada penghuni nya. Naya jadi cemas karena tidak biasanya Arjuna datang terlambat. Walaupun Arjuna berpangkat atasan namun dia begitu disiplin bahkan pernah suatu waktu Arjuna lah yang lebih dulu tiba di kantor ketimbang karyawan nya.
Ingin sekali rasanya Naya menekan nomer Arjuna diponselnya tapi dia terlalu takut untuk melakukan itu. Hari masih pagi dan Naya sedang tidak ingin terkena omelan Arjuna yang biasanya panjang dan tak berujung karena mempertanyakan soal waktu kedatangannya. Tetapi ditengah kegelisahan nya tiba-tiba saja ponselnya berdering dan terukir nama Arjuna sebagai penelpon.
"Halo pak. Bapak dimana? Kok tumben jam segini belum datang? Bapak nggak apa-apa kan?" Cecar Naya setelah mengangkat panggilan.
"Halo Nat." Terdengar Arjuna yang batuk-batuk dari sebrang telepon. "Tolong kamu kerumah saya sekarang, bawakan dokumen yang ada diruangan saya dan saya titip tolong belikan paracetamol di apotek. Nanti uangnya saya ganti."
***
"Ini alamat rumah nya pak Arjuna bener nggak ya?" Monolog Naya.
Naya celingak-celinguk didepan sebuah rumah yang dari arahan google maps adalah rumah Arjuna. Naya melompat-lompat untuk melihat kedalam dari balik gerbang rumah yang menjulang tinggi. Naya sudah mencoba menghubungi ponsel Arjuna namun pria itu tidak mengangkat panggilan nya.
Hanya dengan berbekalkan nekat, Naya pun melangkah masuk dengan melewati pintu kecil disamping gerbang yang dilihat dari bentuk dan ukurannya memang diperuntukkan untuk orang lewat. Naya terpaksa meninggalkan motornya diluar gerbang kemudian bergerak menuju pintu utama yang juga tingginya hampir sama dengan gerbang didepan. Ada bel disana dan Naya pun menekannya. Tidak ada jawaban. Kembali Naya menekan tombol bel untuk yang kedua kalinya namun hasilnya masih sama. Tidak ada respon.
"Pak! Ini saya Nata!" Teriak Naya sambil menggedor pintu.
Naya melingkarkan plastik yang berisi obat dipergelangan tangannya kemudian mengintip kedalam rumah lewat jendela. Naya meneliti setiap sudut rumah sampai ia menemukan seseorang yang ia curigai sebagai Arjuna sedang tergelatak dilantai. Naya melotot melihatnya, ia kembali menggedor pintu dan kini makin keras. Naya mencoba memutar gagang pintu dan alhasil pintu pun terbuka.
"Nggak dikunci ternyata."
Dengan tergopoh-gopoh Naya berlari menghampiri Arjuna yang terbaring dilantai.
"Pak! Bangun! Pak!"
Situasi ini membuat Naya panik sejadinya. Dengan susah payah Naya mengangkat tubuh Arjuna lalu memahpah nya menuju sofa kemudian membaringkannya. Namun tanpa sengaja tangan Arjuna tersangkut yang membuat rambut palsu Naya terlepas.
"Rambut! Rambut!"
Karena terburu-buru, Naya sampai lupa menggunakan jaring rambut alhasil kini rambut panjang nya terurai dan menutupi punggung. Bergegas Naya memakai kembali rambut palsunya sebelum Arjuna sadar dan melihatnya. Selesai dengan masalah rambut, Naya melangkah menuju dapur untuk mengambil baskom dan handuk agar dapat digunakan untuk mengompres Arjuna yang ternyata demam.
Sudah dua puluh menit Naya menunggu Arjuna sadar namun hal itu belum juga terjadi. Berkali-kali Naya mengecek suhu tubuh Arjuna yang akhirnya kembali normal. Selang beberapa menit, Arjuna terbangun dari pingsannya yang membuat Naya bersorak dalam hati.
"Pak, bapak udah sadar?"
Arjuna mengerjab beberapa kali dan menemukan Naya berada disebelahnya.
"Saya kenapa?" Tanya nya kebingungan.
"Tadi bapak pingsan makanya saya baringkan disofa. Demam bapak tinggi banget tapi sekarang udah turun. Bapak masih pusing?" Tanya Naya menanyakan keadaan Arjuna.
Arjuna bangun lalu mengambil posisi duduk dan dengan sigap Naya membantunya. Arjuna memijat pelipis dan merasakan pening dikepalanya.
"Lumayan." Jawab Arjuna kemudian.
"Kalau gitu sekarang bapak makan, kebetulan saya udah bikin bubur setelah makan langsung minum obat habis itu baru istirahat lagi. Ya?"
Arjuna mengangguk. Naya bangkit lalu beranjak ke dapur untuk mengambil semangkuk bubur yang sempat ia siapkan untuk Arjuna.
"Ini pak buburnya. Makan selagi masih hangat." Kata Naya sambil menyuguhkan mangkuk yang dibawanya.
Arjuna diam saja. Dia menatap mata Naya penuh harapan.
"Bapak... mau saya suapin?"
Arjuna menggaguk.
"Tolong ya." Katanya kemudian.
To Be Continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naya Arjuna
Любовные романыNaya senang sekali karena dapat mewujudkan mimpinya untuk berkuliah diluar negeri. Namun belum genap setahun dia pergi dari tanah air tercinta untuk menuntut ilmu, Naya harus terpaksa melepaskan kesempatan emas itu sebab mendapat kabar bahwa ayahnya...