Pekerjaan menumpuk dan jadwal Arjuna jadi berantakkan sepeninggal Naya sebagai asistennya. Arjuna bersikukuh untuk tidak mencari pengganti Naya sebab dia yakin kalau Naya pasti akan kembali dan membawa penjelasan yang lebih masuk akal soal pengunduran dirinya. Selama dikantor, Arjuna sama sekali tidak bisa fokus untuk mengerjakan pekerjaannya.
Didalam kepalanya hanya berputar-putar mengenai Naya dan kepergiannya yang menorehkan luka. Membuat karyawan kantor lah yang menjadi tempat pelampiasan Arjuna. Sejak Naya tidak ada, emosi Arjuna selalu saja tidak stabil dan bahkan tidak terkontrol. Perubahan sikap Arjuna yang begitu drastis menjadi momok mengerikan bagi para pegawai.
Sadar akan perbuatan nya yang salah dengan berlaku kasar kepada para bawahan, Arjuna mencoba untuk mengendalikan diri. Namun sekarang Arjuna merasa kalau setengah dari dirinya menghilang, ikut pergi bersama Naya yang tidak tahu kapan akan kembali.
Hari-hari yang Arjuna jalani terasa hampa tanpa kehadiran Naya disisinya. Saat ini, Arjuna hanya bisa berharap jikanya Naya akan datang kepadanya dan memberikan penjelasan untuk menyelesaikan kesalahpahaman ini. Namun Arjuna sadar kalau hanya berharap pada hal yang tidak pasti, dirinya akan tersakiti lagi.
Keputusan Arjuna sudah bulat. Kini dia lah yang harus mengejar Naya bukan hanya menunggunya datang dan memberi tahu Arjuna alasan kepergiannya. Dengan cepat Arjuna berlari keluar ruang kerjanya. Seisi kantor terkejut sekaligus bingung melihat Arjuna yang sudah melesat menuju lift.
Setibanya dilantai dasar, Arjuna kembali berlari namun langkahnya harus terhenti tepat setelah melihat wajah tidak asing yang berdiri didepan pintu.
"Riska?"
"Hai." Sapa Riska.
Keduanya saat ini duduk disatu meja yang sama namun tidak saling bertegur sapa. Niat Arjuna harus diurungkan sesaat sebab kedatangan Riska yang diluar perkiraan. Mereka sekarang sedang berada di restoran sederhana dekat kantor. Riska memaksa Arjuna untuk menemaninya makan siang.
Terserah mau dimana tempatnya, Riska memberi hak untuk Arjuna memutuskan. Selang beberapa saat, makanan yang dipesan datang dan Riska menyantapnya dengan suka cita namun tidak dengan Arjuna, dia sedikitpun tidak berselera untuk menyentuh atau bahkan memakan makanan yang ada dihadapannya.
"Kenapa nggak dimakan? Nggak suka sama menu yang aku pilih?" Tanya Riska.
"Lagi diet." Jawab Arjuna ketus.
Riska terkekeh mendengarnya "Buat apa, badan kamu kan udah bagus jadi ngapain pake diet segala." Balas Riska masih cekikikan.
Arjuna tidak merespon. Dia bersandar disandaran kursi sambil tangannya bersedap didada. Memandang lurus kearah Riska yang kembali menikmati hidangan.
"Kamu ngapain ke kantorku?" Kini giliran Arjuna yang bertanya tujuan Riska datang.
"Kangen." Jawab Riska singkat.
"Ngapain kangen, aku kan bukan siapa-siapa nya kamu. Jangan ngaco." Balas Arjuna.
Kembali perkataan Arjuna membuat bulan sabit dibibir Riksa muncul "Nggak peduli. Kangen ya kangen. Walaupun kamu bukan siapa-siapa nya aku, aku tetap akan mendatangi kamu dengan alasan yang sama."
Arjuna memutar bola matanya jengah, heran dengan sikap Riska yang keras. Selama ini Arjuna selalu mencoba untuk menyakiti hati Riska namun sepertinha yang ia lakukan sia-sia saja sebab Riska masih terus mengejarnya.
"Kamu sahabatnya Kanaya kan?" Tanya Arjuna mengganti topik pembicaraan.
Pertanyaan Arjuna mencekat Riska sesaat namun setelahnya ia pun mengganguk.
"Kanaya pasti cerita ke kamu, kenapa dia tiba-tiba minta resign?" Tanya Arjuna lagi.
Riska tetap asik dengan makanannya. Ia melirik kearah Arjuna sejenak sebelum akhirnya mengindikkan bahu pertanda ia tidak tahu.
"Mana mungkin kamu nggak tau, kalian kan bersahabat. Emangnya Kanaya nggak kasih tau apa-apa ke kamu?"
Sontak Riska meletakkan kembali sendok ditangannya dengan kasar. Ia mengangkat wajah, menatap ke arah Arjuna yang duduk dihadapan sedang bertanya-tanya tentang Naya.
"Bisa nggak kalau lagi sama aku jangan membahas soal Naya. Kasih aku waktu untuk menghabiskan makananku, bisa?"
Arjuna terkejut mendengar hentakkan keras yang ditimbulkan oleh Riska namun yang lebih mengejutkannya lagi melihat reaksi Riska mengenai Naya. Dia tampak tidak suka jika Arjuna membicarakan Naya.
"Kanaya sahabat kamu tapi kenapa kamu nggak terlihat cemas setelah mendengar dia resign? Bahkan sekarang kamu meminta aku untuk nggak membahas soal dia, apa kamu nggak peduli sama Kanaya?"
Sekali lagi Riska membuat Arjuna terkejut dengan dirinya yang menggebrak meja dan membuat pengunjung yang lain sampai memperhatikan keduanya.
"Riska?" Lirih Arjuna.
"Kenapa kamu nggak paham juga, aku bilang jangan bahas soal Naya. Aku nggak suka kamu menyebut nama wanita lain dihadapanku. Sekarang aku yang lagi sama kamu tapi kenapa kamu malah bertanya dan cemas soal Naya. Kenapa kamu nggak bertanya soal aku atau hal yang lain? Kenapa dipikiran kamu cuma ada Naya, Naya dan Naya?!"
"Selama ini aku yang mengejar kamu tapi kenapa kamu malah lebih memilih Naya? Apa kelebihan yang dia punya sampai membuat kamu jatuh hati hanya dalam sekejap? Memangnya apa kurangnya aku dibandingkan Naya sampai kamu sedikitpun nggak pernah melirik kearahku?" Lanjut Riska yang mulai terisak.
"Aku udah berusaha sekuat tenaga supaya kamu setidaknya menyadari keberadaanku tapi semua itu hanya khayalan semata. Kamu nggak pernah menghargai perbuatan yang aku lakukan selama ini. Kamu seakan tutup mata atas tindakkan yang aku tunjukkan ke kamu. Kam--"
"Cukup!! Jangan bicara satu kata lagi. Aku udah mendengar semuanya." Potong Arjuna.
Arjuna menatap Riska yang menangis lalu berkata "Sekarang giliran aku yang bicara. Kenapa selama ini kamu selalu melakukan hal yang sama sekalipun kamu tau kalau aku juga akan tetap dengan pendirianku? Kenapa kamu bersikeras untuk mendapat perhatianku walaupun kamu tau kalau itu nggak akan pernah terjadi? Kenapa kamu bersikukuh mengejar aku yang udah jelas-jelas menolak kamu berkali-kali? Kenapa?!"
"Karena aku cinta sama kamu!!" Kata Riska lantang.
Arjuna mendesah resah "Tapi kamu tau jawabanku. Dari dulu sampai sekarang jawabanku akan tetap sama. Aku nggak bisa menerima nya." Tegas Arjuna.
"Kenapa harus Naya?" Tanya Riska.
Arjuna menggeleng "Aku juga nggak tau kenapa hatiku memilih Kanaya. Sejak dia datang, aku merasa ada perubahan besar didalam diriku. Aku jadi sering senyum dan tertawa. Aku nggak tau alasannya. Tapi kalau kamu tanya kenapa, jawabanku adalah karena aku mencintai Kanaya."
Hati Riska tersentuh.
"Kamu kayaknya suka banget sama Naya. Sejak kapan Arjuna yang aku kenal jadi sok puitis gini. Naya memang benar-benar mengubah kamu menjadi pribadi yang lebih baik. Kalau memang itu keputusan kamu, aku kan menerimanya dengan lapang dada. Aku juga nggak mau merebut kebahagiaan orang lain." Ujar Riska sembari tersenyum.
"Terima kasih, Riska." Balas Arjuna.
"Tapi kalau aku minta pelukkan perpisahan apa kamu bersedia?" Tanya Riska.
Arjuna mengangguk kemudian merentangkan tangan dan membiarkan Riska memeluk tubuhnya. Arjuna senang karena masalah ini berakhir dengan happy ending untuk semua orang.
"Kamu juga jangan lupa untuk bahagia. Temukan orang yang akan menjaga senyummu tetap terukir ditempatnya."
To Be Continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naya Arjuna
RomansaNaya senang sekali karena dapat mewujudkan mimpinya untuk berkuliah diluar negeri. Namun belum genap setahun dia pergi dari tanah air tercinta untuk menuntut ilmu, Naya harus terpaksa melepaskan kesempatan emas itu sebab mendapat kabar bahwa ayahnya...