9. Kami mendapat kabar dari sang angin

287 55 9
                                    

Sorry for being so late :(

Happy reading sayang-sayangnya aku :*






*****

"Tapi gue penasaran deh, Del. Sama misi lo," Indira bersuara. "Waktu pertama kali ketemu gue sama kak Ashel, lo ada nyebut-nyebut soal biyu-biyu-an. Misi lo ada nyebut biyu-biyu itu ya?"

Adel mengangguk. "Terpampang jelas malah."

Jika sebelumnya Adel hanya duduk di lantai karena enggan merusak kembali tempat tidur yang telah ia rapikan. Kini Adel sudah berani untuk menempati, menempati kasur Indira, sedang si empunya kasur yang kini duduk di lantai.

"Gue boleh ngomongin ini sama kalian nggak sih? Misi gue, boleh gue omongin sama kalian nggak?" Sebenarnya tidak perlu, tapi entah kenapa Adel memilih untuk mengucapkan kaliamatnya lebih dari sekali.

"It supposed to not, tapi di kamar ini, I mean gue sama Indira, kami udah tau soal misi masing-masing, jadi cerita aja." Flora, gadis itu entah sejak kapan sudah bermain dengan nintendo switch kepunyaannya.

"Biyu, kalo misi lo beneran ada Biyu-biyu-nya itu, berarti kita bisa kerja sama Del." Indira tiba-tiba berdiri dari tempatnya, menyusul Adel untuk berbaring di tempat tidur yang sebenarnya adalah milik Indira.

"Geser nggak?! Jangan deket-deket gue!" Adel memprotes, masalahnya kehadiran Indira membuat tempat tidur itu terasa semakin sempit.

"Ya lo yang minggir, orang ini kasur gue!"

Mendapat balasan seperti itu dari pemilik tempat tidur yang ia tempati membuat Adel hanya dapat menunjukan dua jarinya sebagai tanda damai.

"Lo udah nyari-nyari tau Del?" Flora bersuara, tapi fokusnya masih sepenuhnya tertuju pada nintendo switch miliknya.

"Soal misi gue? Udah, nih sekarang sama kalian. Hehe." Adel memamerkan giginya, meskipun tak yakin ada yang melihatnya.

"Hadeh!!!" Flora menghela napasnya kencang, terlihat seperti apa yang kini terpampang dalam layar nintendonya tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan.

"Tapi ada benernya apa kata Indira, kalo misi kalian punya detail yang sama, nggak ada salahnya buat kalian kerja sama, it would be fun tho dan juga mempermudah semuanya. Siapa tau lo berdua bisa akur pake cara itu, terus jadi kaya Kak Zee sama Ashel deh. Duhh bakalan enak banget hidup gue kalo kalian akur. Shiiit!!" Flora mengumpat bersamaan dengan menegangnya raut wajah gadis itu, sepertinya sesuatu yang lebih buruk tengah terjadi di dalam nintendo-nya.

"Hah? Lo mau gue sama Adel jadi penanggung jawab juga? Haduhh apakah aku harus mengucapkan terima kasih?" Indira mengibaskan rambutnya, hampir mengenai wajah Adel di sampingnya.

"Buset rambutnya bisa kalem aja ngga?" Adel menabok lengan Indira, "Bukan gitu begooo! Itu tuh maksudnya Flora doain biar kita jadi couple! Amit-amit deh!"

Indira melongo, "Hah? Ngaco lo!"

"Lah lo udah tau, Del? Gila kece amat lo?" Ungkap Flora terheran-heran.

"Baru tau kemaren sih, dikasih tau sama temen gue, awalnya juga kaget gue, tapi setelah dipikir-pikir masuk akal juga kalo mereka berdua cinlok." Adel mengangguk-angguk, mengiyakan ucapannya sendiri.

"Bener, cinlok." Ulang Flora.

"Jadi kayanya gue doang yang nggak tau apa-apa?" Indira bertanya, menoleh pada setiap kepala yang ada di ruangan itu dan mengumpat setelah melihat Adel menganggukan kepalanya.


*****


Blakkk

Pintu menjeblak, menampilkan Azizi dengan napas beratnya, terengah-engah karena berlari dari kamar hingga ke kantornya.

"Be lom hahh lima hahh menit cel hahh hahh."

Ashel yang melihatnya hanya bisa menyimpulkan senyum. "Iya, sini baca suratnya, gue mau tau isinya juga. Meskipun cuma formalitas, gue masih tetep pj disini. Sini, Zi."

Azizi mendekat pada posisi Ashel dengan napas yang terengah-engah, "Sabaran dikit kek, engap nih!"

Setelah mendapatkan napasnya kembali, Azizi meraih sebuah amplop yang Ashel sodorkan.

Setelah menelitinya, Azizi mendapatkan satu fakta bahwa amplop itu pasti dikirim oleh seseorang yang pernah berada di apantisi, terlihat dari adanya stampel apantisi menghiasi amplop tersebut, bersamaan dengan satu lagi stempel lain yang Azizi tak ketahui identitasnya.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Azizi membuka amplop tersebut, mengeluarkan secarik kertas yang sangat Azizi kenal. Sangat.

Azizi menatap Ashel, memastikan bahwa Ashel memikirkan hal yang sama dengan apa yang ia pikirkan. Dan, Ya. Ashel memberinya tatapan yang sama.

Tanpa pikir panjang, Azizi segera membaca isinya.



Kepada Apantisi #1,

Halo. Siapa saja. Bagaimana caramu menyeimbangkan jam pasirnya? Semoga kau menemukan titik seimbangnya. Karena pasti sulit bukan menyeimbangkan pasir basah?aku tahu. Sangat tahu.

Aku menghampirimu kembali. Kembali. Aku kembali, tapi tidak dengan yang sebelumnya. Aku kembali tapi tak semua mata bisa melihatku. Aku pun tak akan membiarkan semua mata melihat kepulanganku. jadi kirimkan mata terbaikmu.

Secepat mungkin, karena aku tak yakin kesempatan itu masih ada saat gerhana bulan. Ingat mata terbaik.


Tertanda, AP #0, windbloe




Satu kata terakhir jelas mengonfirmasi praduga kedua orang tersebut.

Kode nama windbloe adalah ciri kode nama yang dimiliki oleh setiap penanggung jawab utama apantisi. begitu juga Azizi dengan sandlash, kode nama miliknya.

Dan Azizi jelas tau siapa pemilik kode nama tersebut, terlebih lagi saat surat tersebut menyebutkan keteranga AP #0.

Azizi menoleh sekali lagi pada Ashel, lalu mendapati gadis itu juga tengah menatapnya.

"Dia mau kita buat temuin dia, Kak Biyu!" Ashel berucap, seolah membenarkan ucapan Azizi yang tak pernah terucap.


Tbc.


Maaf ya teman-temanku buat keterlambatannya. I also wanna say thank you buat siapapun yang udah nungguin cerita ini buat update. kalo semisal lain kali kalian ngerasa aku lama banget updatennya, kalian boleh gedor dm aku kok ihii. tapi kalo mau dm doang buat iseng-iseng juga gapapa. free pass ngga perlu beli tiket masuk :)

moonlight. [on hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang