14. Aku Bertaruh Ini Adalah Bagian yang Kalian Tunggu-tunggu

329 43 10
                                    









Botol air minum?”

“Udah.”

“Kaos kaki cadangan?”

“Aman.”

“Buku catatan moonvrese?”

Azizi menepuk jidatnya, bisa-bisanya ia melupakan satu benda yang wajib ia bawa itu.

Azizi dan Ashel kini tengah berada di kamar mereka, mengecek kembali perlengkapan yang akan Azizi bawa, mengingat anak itu mudah sekali melupakan barang-barang kepunyaanya.

Betul, dini hari besok atau tepatnya tiga jam yang akan datang adalah hari keberangkatan azizi dan timnya untuk memulai pencarian, jadi dengan suka rela Ashel menyetujui saja saat Azizi menghampirinya di kamar Marsha dengan permintaan untuk membantunya besiap.

“Buku catatan ‘ajaib’ moonvrese udah masuk, apa lagi, Shel?”

Ashel menimang-nimang, memikirkan benda apalagi yang bisa saja Azizi lupakan dengan mudah, “Berkas-berkas ada yang mau kamu bawa nggak?”

Azizi menggelengkan kepala, “Aku cuma bawa surat dari kak Biyu, itu aja.”

Ashel mengangguk mengerti, “Kalo gitu kayanya udah nggak ada lagi, Zi. Semuanya udah masuk.”

Azizi mengangguk lantas segera menutup ranselnya dan beranjak ke tempat tidur Ashel, hendak bergabung dengan gadis itu.

“Lampunya matiin dulu, Zi!” perintah Ashel.

Azizi yang baru saja mendudukkan pantatnya di kasur pun dengan senang hati kembali berdiri untuk mematikan lampu sesuai yang Ashel perintahkan.

“Kamu bobo gih, Shel. Nggak perlu nungguin aku, bobo aja.”

“Heem, maaf ya Zi, aku nggak bisa ikut nganterin kamu nanti.”

Azizi mengangguk, meskipun ia sendiri tak yakin seseorang dapat melihatnya di kamar yang gelap ini. “Nggak papa, Shel. Ada kak Oniel kok yang nganterin kita, lagian kamu mau duduk dimana juga kalo ikut nanti. Mobilnya mana muat.”

“I Should’ve been trying how to drive before.” Ucap Ashel, berusaha mengontrol raut wajahnya agar tak terlihat sedih, meskipun lagi-lagi tak seorang pun akan melihat wajah satu sama lain dengan kondisi kamar yang gelap tersebut.

“kasian yang ngajarin kalo gitu, Shel. Kasian kak Oniel, pasti ngempet banget kalo ngajarin kamu bawa mobil.”

Azizi kini telah berada di samping Ashel, mulai menempatkan diri dibawah selimut dan memeluk Ashel, “Bobo, Shel.”

“Good night, Zi.”

Azizi menyunggingkan senyumnya.

“Goodnight, Ashel. Sleep tight.”

Untuk sejenak, yang terdengar di kamar itu hanya deru napas kedua manusia tersebut sampai pada saat Ashel kembali membuka suaranya kembali. “Kayanya, masih ada yang kelupaan deh, Zi.”

Azizi menjingkat sedikit mendegar ucapan tiba-tiba dari Ashel. “Hm? Masih ada?”

Ashel mengangguk lalu menjauhkan kepalanya dari pelukan Azizi dan lantas memberikan ciuman pada ujung bibir Azizi, “Kiss, you forgot that. Now, good night, Azizi.”

“Oh, right! good night.”

Pipi Azizi memerah, dan tak satupun orang yang melihatnya. Pun Azizi sendiri.

**

“Del, uang jajan dong, lo nggak kasihan sama kita berdua?” Ujar Indira dengan memakai ransel di punggungnya.

“Gue budeg sih, Dir kebetulan.”

“Ck...pelit!”

“Lo berdua kata gue diem, ntar kena gebug anak anak yang kamarnya ada di lorong ini baru tau rasa!”

“Lo juga bakalan kena gebug kok, Flo. Bukan kita doang.”

Kira-kira seperti itulah suasana di salah satu lorong Apantisi pada dini hari ini. Dipenuhi dengan suara langkah kaki tiga anak gadis yang tengah menuju ke tempat dimana Oniel sudah menunggu dengan mobil asrama.

Sekarang pukul tiga dini hari, lorong-lorong asrama nampak sunyi dan redup, hampir mirip lorong-lorong yang kerap Adel lihat di film horror, tapi dengan kehadiran Flora dan Adel, lorong ini menjadi tak lebih menakutkan daripada saat ia membayangkan dimana anak-anak ini akan tidur pada esok hari.

Namun lagi, mengingat pencarian ini adalah suatu keharusan dan Flora dan Indira juga memiliki Azizi sebagai teman, rasanya Adel tak perlu khawatir berlebihan mengenai hal tersebut.

“Gue ada kirim chat ke odigos lo tadi malem, jaga-jaga kalo lo belum tau harus kemana ngehubunginnya kalo kangen gue nanti.” Ujar Flora saat mereka sampai ditempat Oniel dengan mobilnya. Pun azizi telah berada disana, lengkap dengan ransel super besarnya. 

“Iya bawel ah!” Jawab Adel.

“Bawaan kalian masukin ke mobil dulu, abis itu baru boleh peluk-pelukan.” Ujar Oniel, dari seberang sisi mobil yang berlawanan dengan keberadaan Ketiga gadis tersebut.

Flora dan Indira pun segera menjalankan apa yang Oniel perintahkan, memasukan ransel-ransel mereka ke dalam mobil.

“Del!” Panggil Azizi.

Yang dipanggil pun menoleh ke sumber suara.

“Nitip Ashel ya, nitip apantisi juga.” Ujar Azizi, sembari menghamburkan pelukan pada Adel.

Adel tidak dapat berkutik, ia hanya dapat membalas pelukan Azizi dan mengatakan iya.

Setelah Azizi melepaskan pelukannya, Adel kemudian mendapat kejutan pelukan dari Indira, pelukan yang sangat tiba-tiba dari Indira. “Gue bangga punya lo, Del.”

Adel menabok punggung Indira namun kemudian membalas pelukan erat gadis itu. “Nggak nyambung tolol!”

Lantas keduanya terkekeh dengan tingkah masing-masing, begitu juga dengan Flora. Gadis itu tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya, ia hanya turut bergabung dengan keduanya, memeluk satu sama lain dengan sangat erat.







“Lo nggak mau ikut pelukan juga, Kak?” Tanya Azizi pada Oniel yang hanya memperhatikan dari sisi yang berlainan dengannya.

Oniel tanpa mengalihkan pandangannya dari ketiga anak yang tengah berpelukan itu hanya dapat menjawab, “Nggak deh, yang pantes cocok buat dipeluk cuma agama. Makasih.”

“Sama-sama, Kak.”







“Masuk, Zi!”

“Ke mobil?”

“Ke agama gue.”


Masuk, masuk apa yang disenangi banyak orang?
Pemasukan bulanan😃👍

Anyway, Singa sama Jerapahnya lucuuuk

♡´・ᴗ・'♡

moonlight. [on hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang