Hari ini tepat satu hari sebelum keberangkatan tim pencari, dan itu berarti hari ini adalah hari terakhir Azizi berada di Apantisi.
Semalam Azizi sudah cukup bermalas-malasan menghabiskan waktu berdua dengan Ashel. Keduanya menghabiskan waktu berdua dengan saling bertukar cerita di tempat tidur Ashel hingga larut malam, Azizi sendiripun tidak sadar bahwa ia tertidur di tempat Ashel, ia hanya menyadari saat ia terbangun dengan Ashel di pelukannya.
Sungguh hal indah untuk dilihat pertama kali dihari terakhir bertugas bukan?
Namun itu sudah jauh di pagi hari tadi, sedangkan saat ini jam sudah menunjukan pukul dua siang hari, dan Azizi sedang berjalan ke arah kamar Flora dan Indira, hendak memberitahu kedua anak itu tentang apa saja yang sebaiknya mereka bawa dan tinggalkan, mengingat perjalanan mereka nantinya hanya akan menggunakan kaki dan alangkah lebih baiknya apabila semakin sedikit beban yang mereka bawa.
Setibanya di depan kamar Indira dan Flora, Azizi mengangkat tangannya membentuk kepalan, hendak mengetuk pintu, namun matanya sedikit terdistraksi dengan letak bulatan tempat memindai akses kamar berada. Azizi merendahkan kepalanya, menyesuaikan dengan tinggi bulatan tersebut berada, sembari mengingat-ingat alasan apa yang membuat bulatan tersebut berada disana.
Kala Azizi sedang mengingat-ingat, secara tiba-tiba bunyi klik terdengar, pintu terbuka dan menampakan sosok tinggi besar di depan Azizi. Tinggi untuk ukuran Azizi yang saat ini tengah menekuk lututnya.
Azizi kikuk, saat tiba-tiba sosok Adel muncul di depannya, apalagi saat ia tengah dalam posisi yang kurang berwibawa. Lalu dengan sedikit deheman ia membenarkan pose tubuhnya.
"Ngapain, Lo?" Tanya Adel dengan suaranya yang khas.
"Ngapain kek, bukan urusan Lo."
Adel mengerutkan keningnya mendengar jawaban Azizi dengan temper yang khas itu. "Iya, lagian gue nanya doang, sensi amat!"
Azizi berdiri kikuk.
"Awas Kak, gue mau keluar, jalannya lo tutupin."
Tengkuk Azizi seperti mendapat sengatan listrik kecil mendengar nada bicara Adel yang sangat datar dan dingin.
"Mau kemana lo?"
"Kemana kek, bukan urusan Lo," Sial Adel menggunakan reverse card miliknya.
"Gue mau ke Marsha, mau menumpahkan kegalauan gue karena bentar lagi bakal di tinggal sama roommates gue." Sambung Adel.
Ide bagus, batin Azizi.
"Kalo gue minta tolong buat ajakin Ashel juga, lo mau ga? Maksud gue yang galau karena bakal ditinggal sama roommate-nya kan bukan lo doang, jadi gitu, lo mau ga?" Jelas Azizi panjang lebar.
Adel yang mendengarkannya hanya menghela napas panjang. Namun mengingat kembali bagaimana terkejutnya kakak seniornya itu saat mengetahui Azizi akan ikut juga kedalam tim pencarian itu, pada akhirnya Adel menyetujui perkataan Azizi. "Iya deh iya, tapi Lo awas Kak, gue mau lewat."
Lagi, Azizi mendapat sensasi sengatan listrik di tengkuknya, namun gadis itu hanya dapat menyamarkannya dengan melengkungkan senyumnya sedikit kala mendengar jawaban Adel, lalu ia dengan senyumnya itu bergeser barang sedikit ke sebelah agar Adel dapat menggunakan jalannya.
"Del, gue nitip Ashel juga ya, nitip Ashel selama gue pergi,"
Adel yang tengah melangkah melewati Azizi tiba-tiba terdiam mendengar perkataan Azizi, namun tanpa kata dan hanya dengan acungan jempol, gadis itu kembali melanjutkan langkahnya.
Setelah sosok Adel menghilang di ujung lorong, Azizi berniat melanjutkan rencana awalnya yakni menemui dua rekan satu timnya. Bodohnya gadis itu tak memperhatikan pintu di depannya yang sudah terkunci kembali, alhasil wajahnya membentur pintu dengan cukup keras, menciptakan bunyi dug yang menggema di sepanjang koridor. Sebagai balasan, Azizi menendang pintu tersebut dengan kaki kirinya yang tak ia perkirakan akan menyakiti kakinya sendiri dan juga memancing sebuah teriakan terdengar dari dalam kamar tersebut.
"Woyy Bajingan mana yang nendang pintu kamar gue?!"
*****
Adel kini berada di depan pintu kantor penanggung jawab, ragu bagaimana ia nantinya akan mengajak seniornya itu, lalu bagaimana jika ia mendapat penolakan seperti, "Maaf, Del. Tapi kita nggak sedeket itu." Atau "Lain kali ya, Del. Aku ada jadwal date sama Azizi."
Bukan, bukan perkara sakit hatinya. Tapi lebih kepada rasa malunya.
Namun tekat bulat akhirnya membawa tangan kanan Adel untuk mengetuk pintu kantor tersebut sebanyak tiga kali ketukan.
"Sebentar!" terdengar jawaban dari dalam.
Adel pun menunggu seperti apa yang diperintahkan. Hingga tak lama setelahnya, Ashel muncul dari balik pintu. Tampak sangat manis dengan balutan oversized hoodie dan juga mini skirt. Barang sekejap Adel memindai penampilan Ashel sebelum gadis itu kembali menatap pada mata di depannya.
"Ada apa, Del?" Ashel bertanya.
"Kak Ashel sibuk nggak? Aku mau ngajak kakak main sama Marsha di kamarnya. Kalau nggak mau gapapa sih kak, bukan kewajiban." Dada Adel naik turun, efek setelah ia mengucaokan kalimat tersebut dengan terburu-buru.
Ashel yang sedari memperhatikan pun hanya dapat tersenyum karenanya,
"Boleh, Del. Aku lagi nggak sibuk juga kok, kebetulan juga ada berkas yang harus aku kasih ke Marsha." Ashel menunjukan beberapa lembar kertas yang berada di tangan kirinya, terlihat cukup banyak bagi Adel.
"Mau kapan mainnya? Sekarang?" Ashel bertanya memastikan.
Adel mengangguk, "He'em, Kak. Sekarang."
Halo halo hai, apa kabar kalian?
Mau berkeluh kesah tidak? Rep donggg
Anyway, kalian nyaman ngga sih kalo baca sambil play lagu kaya gini? Ini auto ke-play kan lagunya di kalian?
Takutnya kalian tipe yang nggak bisa fokus baca kalo ada suara suara, kan nggak enak kalo bikin kalian ngga nyaman
KAMU SEDANG MEMBACA
moonlight. [on hiatus]
FanfictionSeorang gadis terbangun di tempat antah berantah. Dengan pemandangan dan udara yang masing-masing terasa amat asing bagi mata dan paru-parunya. Gadis itu mencoba mengingat-ingat hal terakhir yang ia lakukan sebelum tertidur, namun seberapa keraspun...