12. Panjang

268 45 15
                                    

Chapter 12: 

Don't change things. Because they remind you of me, Just as you left the same things In my heart




Malam Adel di apantisi tak pernah seberat yang tengah ia rasakan sekarang. Pun suasana kamar ini tak pernah secanggung seperti sekarang ini.

Entahlah mungkin hanya perasaan Adel saja atau memang dua orang lain di kamar itu memang sedang tak tahu bagaimana cara memberikan penjelasan yang akan diterima dengan mudah oleh Adel.

Adel sendiri pun tak tahu bagaimana dia akan menerima fakta bahwa ia akan tinggal sendiri, ah tidak bukan, fakta bahwa dua orang yang telah ia anggap sebagai keluarga barunya di dunia asing ini tak pernah mempertimbangkannya untuk bergabung dalam diskusi penting seperti mempertaruhkan nyawa untuk melakukan misi.

Ah, mungkin hanya Adel saja disini yang menganggap mereka keluarga. Adel lupa bahwa dia adalah orang asing yang baru bergabung, bagaimana dia bisa menjadi bagian dari keluarga?

"Adel," itu suara Flora, dari tempat tidurnya.

"Lusa kita berangkat, lo nggak bakal diemin kita sampai kita berangkat 'kan?" Sambung Flora setelah ia merasa telah mendapatkan atensi Adel.

Adel menghembuskan napas, "Tergantung, kalian mau ngasih penjelasan ke gue atau kalian tetep mau diem nggak ada suara kaya tadi. Kalo ada orang ngomong masa gue diemin, nggak sopan banget, kecuali gue emang nggak diajak ngomong."

Lalu hening, tak ada suara. Hanya suara jangkrik di padang rumput juga beberapa langkah kaki di koridor yang terdengar meramaikan penjuru Apantisi.

Sebelum Adel menyadari pergerakan tiba-tiba Indira menaiki tangga untuk mencapai tempat tidurnya. Lalu merebahkan diri tepat disamping Adel sehingga hanya "Mau ngapain, Lo?

"Mau nempelin lo sebelum lo gue tinggal sendiri." Jawab Indira yang saat ini telah membuat kasur tersebut dua kali lebih sempit dari sebelumnya.

"Kalo lo lupa, gue masih bete ya!"

"Iya, iya apa kata lo aja deh, yang penting gue mau nempelin lo malam ini sama besok. Mau pelukan gue nggak?"

Adel bergidik, spontan membuat tameng di depan dadanya, menghalangi segala serangan dari Indira yang mencoba memeluknya.

Melihat hal tersebut, bibir Flora sedikit tertarik membuat senyuman. Ingin rasanya ia bergabung, tapi ia tak yakin tempat tidur bertingkat itu akan kuat menahan beban tiga orang remaja sekaligus. Jadi ia memutuskan untuk tetap di tempatnya, memperhatikan.

"Indira udah ah! Gue mau dijelasin bukan dipeluk-peluk!" Adel sedikit berteriak, menyebabkan serangan dari Indira perlahan melemah hingga gadis itu menyudahinya.

"Oke-oke, lo mau denger penjelasan apa? Biar gue jelasin," Tawar Indira.

"Nggak, gue punya trust issue sama lo, gue maunya Flora aja."

"Nggak temenan lah kita." Sahut Indira.

"Emang gue temen lo? Ayo Flo, jelasin-jelasin."

Flora yang sedari tadi memperhatikan keributan diantara keduanya hanya dapat menghembuskan napas. "Mau pisah malah makin-makin aja lo berdua berantemnya. Kata gue sih baik-baikin siapa tau ini waktu-waktu terakhir lo berdua bisa liat satu sama lain."

"Jelek banget mulut lo, Flo!" Adel menyahut. Yang mendapat balasan tawa dari Flora.

"Oke-oke, lo mau apa yang gue jelasin? Sini turun, gue tau kok Indira makan banyak tempat."

Mendengar namanya disebut, Indira yang semula sedang merebahkan diri, seketika saja terduduk.

"EMANG GUE TIKUS, MAKANIN TEMPAT TIDUR?"

*****

"Shel, kamu mau aku beliin tikus nggak?"

"Azizi apa-apaan deh?"

"Ya aku harus apa, Shel biar kamu nggak marah sama aku lagi?"

"Nggak tau."

Kira-kira seperti itulah percakapan di kamar Azizi dan Ashel semalaman ini.

Meskipun tak lagi menangis, namun Ashel masih enggan berbicara dengan Azizi, apalagi menyangkut topik tadi sore. Sungguh, bukan karena Ashel ingin menghindar, hanya saja Ashel masih belum tau bagaimana ia harus menerima keadaan tersebut.

"Kamu mau apa, Shel? Hm? Anything you want from me?" Lagi Azizi mencoba membujuk Azizi.

Ashel menghadap Azizi, "Jangan pergi, can you?"

"Ashel?," Azizi menangkup wajah Ashel dengan kedua tangannya. "you know about that one, I can't."

Satu butir air mata meleleh dari mata Ashel, jatuh tepat pada ibu jari milik Azizi. "T-tapi, tapi kamu yang minta aku buat nemenin kamu, bantu kamu, tapi kenapa jadi kamu yang ninggalin aku sendirian? You're such a jerk, Azizi Shafaa!"

"Ashel Ashel, bisa dengerin aku?" Azizi mengeratkan tangannya pada wajah Ashel. "Im not saying that im gonna leave you alone, I never saying that!"

"Kamu pergi, aku stay disini. Isn't that mean you gonna leave me? Kamu mau bilang apa lagi? I know kamu ninggalin aku, that's it."

Bulir-bulir dari mata Ashel turun dengan frekuensi yang semakin padat, membuat Azizi tak ada cara lain selain memberi peluknya.

"Kita masih bisa komunikasi, Shel. Ada odigos kita bisa saling ngabarin, aku bakal kirim hologram incase you miss me, or you need something to ask. Aku nggak ninggalin kamu gitu aja." Azizi mengeratkan peluknya, membiarkan Ashel membasahi pundaknya.

"and, masih ada Adel sama Marsha, sama anak-anak apantisi yang lain, ada Kak Indah di kamar sebelah kamar kita, ada Kak Oniel juga yang lagi bolak-balik numpang ngeprint jurnalnya disini. Kamu nggak sendirian, kamu nggak pernah sendirian sayang, ya?"

Tak ada balasan dari Ashel, hanya pergerakan dari tangan Ashel yang melingkar di perutnya menjadi satu-satunya komunikasi yang dapat Azizi tangkap. Sedang, Ashel masih sesenggukan, berusaha menahan laju air matanya yang semakin deras.

"Jangan tinggalin aku, Zi."

tbc.

Ingin membuat permintaan maaf karena udah skip update berbulan-bulan. selain karena ngga punya draft saya juga bingung kenapa nggak update, tapi kalo yang sebulan terakhir ini saya zuzur hectic banget ngejar materi satu semester buat ngerjain tugas akhir sama ngerjain UAS.

sekarang udah bebas dari tugas kok, jadi kalian bisa tagih update an saya lagi. lumayan lah libur semester genap ada lebih dari sebulan.

anyway, aku ada playlist moonvrese, mau dengerin ngga?



moonlight. [on hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang