11. Aku Melihat Wajah-wajah Yang Tak Ingin Kulihat

318 56 16
                                    


Ashel sebenarnya masih ingin duduk berlama lama dengan Adel diatas batu yang biasanya menjadi spot favoritnya untuk berdiam sendirian, yang sepertinya setelah ini ia akan mendapat teman baru untuk sekedar berdiam. Namun tak cukup lama, ia mendapat pesan dari Azizi, mengatakan bahwa anak itu sudah menemukan mata yang tepat. 

Namun disinilah ia sekarang, duduk pada kursinya di ruangan miliknya dan Azizi. Menunggu gadis itu datang bersama orang-orang yang katanya memiliki mata yang tepat. 

Ashel duduk dengan gelisah, menunggu dan menebak tiga wajah mana saja yang akan muncul dari balik pintu itu. Bukan apa, namun mengingat track record pengiriman misi yang tak pernah berhasil membawa hasil yang menyenangkan membuatnya berpikir bahwasanya ia sesegera mungkin akan mengucapkan salam perpisahan pada wajah siapapun yang muncul dari pintu setelah ini. 



Tiga wajah, salam perpisahan, tidak. 

Tiga wajah. Tidak. 




Saking gelisahnya, gadis itu bahkan terkesiap hanya dengan suara ketukan yang berasal dari pintu. 

"Masuk." Ujar Ashel. 

Ashel menarik napas, mempersiapkan segala kemungkinan terburuk melihat wajah-wajah familiar yang akan masuk, bahkan jika itu wajah seseorang yang paling tak ia harapkan untuk tampil di depan matanya disaat seperti ini. 

Pintu terbuka, menampilkan wajah Azizi yang diikuti oleh dua wajah lain di belakangnya. 

"Indira?!" Ashel memanggil nama pemilik wajah pertama, terkejut. 

"Halo, Kak Ashel." Indira tersenyum memperlihatkan senyum manisnya. Sangat manis hingga kau tak akan tau apakah itu senyum bahagia atau sebaliknya karena kau hanya akan terfokus pada senyum manisnya. 

"Flora juga ada disini, Kak. Agak pendek, maaf kalau nggak keliatan." Indira berujar, lantas menarik Flora—gadis disebelahnya untuk berdiri sedikit di depannya. Perbuatan itu jelas mendapat tatapan sinis dari Flora, namun gadis itu diam saja dan tak membantah. 

"Kok baru dua? Yang satu lagi mana, Zi?" Tanya Ashel, menyadari bahwa jumlah yang dibawa belum sesuai seperti apa yang seharusnya. 

"In—"

Tok tok tok

"Permisi, Kak Ashel, Kakak juga, Adel boleh masuk?"

"ADEL?! kamu juga??!" 

Kehadiran Adel disitu jelas membuat Ashel terkejut. Terlebih lagi mengingat usia Adel di Apantisi baru seumur kecambah

"Mmm Shel—"

"Hah? Aku apaan, Kak?"

"Kamu ikut mereka?" Ashel menunjuk ke arah orang-orang di hadapannya. 

"Emang Kak Azizi sama dua temen sekamar saya mau kemana kak? Study tour?"

Ashel menggeleng, "Bukan, bukan Azizi. Dua temen sekamar kamu, kamu mau ikut mereka? Melakukan pencarian yang tadi banget aku ceritain ke kamu?"

Adel beralih pada dua teman sekamarnya, "Hah? Lo pada mau kemana, mana berdua doang nggak ngajak gue?" 

Ashel bingung mendengar perkataan Adel, lalu matanya beralih pada Azizi, meminta jawaban dari gadis itu. 






"Adel bener Shel, dia emang nggak ikut. Yang berangkat besok buat pencarian tetep tiga orang, tiga orang di depan muka kamu," Azizi menjelaskan, lalu pada akhir kalimat ia menoleh pada Adel, "anak itu ngga masuk hitungan."

Ashel masih tak pahan, atau lebih tepatnya berharap semoga ia salah memahami. 

"Jadi ini Indira, Flora sama aku yang akan melakukan pencarian buat ketemu Kak Biu, tiga orang. Indira Flora sama Aku, Azizi."

Ashel masih diam, begitupun juga Adel yang berada di ambang pintu sedari tadi. Namun bulir-bulir yang jatuh dari mata Ashel cukup untuk menjadi sebuah respon dari apa yang ia dengar barusan. 

"Setelah aku share tentang clue pencarian misi hari ini, data-data dari Indira sama Flora yang paling tepat untuk menjadi pencari dalam misi pencarian Kak Biu, cuma mereka berdua."

"Tunggu-tunggu, pencarian Kak Biu? Kak-Kak Aku mau mengajukan diri kalau gitu, misi aku, misi aku buat nyari kak Biu, beneran suwer, kakak kalau kelewatan aku kasih liat Odigos deh, nih bilang misi aku buat "find biyu" Jadi aku boleh ikut misi kan?" 

Adel dengan semangat mengajukan diri, menceritakan segala hal yang mampu membuatnya menjad bagian dalam tim, namun gelengan dari Azizi dan Ashel yang berlinang cukup untuk mengatakan bahwa dia ditolak. 

"Misi lo memang berkata demikian, tapi lo masih berstatus newbie, newbie nggak pernah masuk klasifikasi buat masuk dalam tim pencarian, ilmu kalian minim, sedangkan dunia luar itu bahaya. Ngga bisa, lo nggak bisa masuk tim."

"Jadi karena nggak ada orang lain, dan misi akan selalu dimulai dengan tim beranggotakan tiga orang, jadi aku mengajukan diri sendiri. Aku udah mendiskusikan ini dengan Flora dan Indira, dan mereka setuju. Jadi aku masuk bagian dalam tim." Jelas Azizi. 

"Aku? Kamu nggak mendiskusikan ini sama aku," Protes Ashel, air matanya semakin banyak membasahi pipinya. 

"Maaf, Shel."

Hening




"Maaf, tapi aku harus, Shel. Misi nggak akan berjalan hanya dengan dua orang, sedangkan kak biu diluar sana nungguin kita, jadi aku harus."








"Maaf."




Dan dengan demikian, kata maaf menjadi kata kerja yang tak bekerja dengan baik, karena seberapa kalipun maaf di ucapkan, tak ada pekerjaan yang dilakukan. Maaf hanya menjadi musik pengantar untuk air mata yang berjatuhan. 








"Maaf, Shel."




Tbc.


Siapa disini yang main twitter???
Aku orangnya sok sibuk, tapi sibuk juga. Tapi tidak ada kata sibuk untuk ngetwitt😄
Jadi siapa mau mutualannn??

Ketik 1 agar aku bisa ketuk DM mu😌

Btw aku maksa, sini mutualan
˚‧º·(˚ ˃̣̣̥⌓˂̣̣̥ )‧º·˚

moonlight. [on hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang