18: Celaka

641 77 6
                                    

Maven kesetanan, Yoel sebagai Kakak tertua juga tidak bisa mengendalikannya. Mereka berdua langsung pergi ke Bandung menggunakan mobil milik Yoel, Maven bahkan tidak segan-segan mengenendarai mobil dalam kecepatan di atas rata-rata. Jaya pun ikut serta karena Yoel di hubungi Atha saat dia sedang berada di kantor. Menurutnya dia juga harus ikut agar Jaya bisa menenangkan Maven, Yoel dan Atha jika sesuatu yang buruk memang terjadi kepada Hiresh. Padahal baru sore nanti Yoel akan pergi ke sekolah Hiresh untuk menemui komite kekerasan. Dia sengaja pergi disaat Galih tidak berada disana sehingga bisa memudahkannya untuk melaporkan semua kejadian yang menimpa Adik-adiknya, namun ternyata anak itu tidak sabaran sampai-sampai mencelakai Hiresh sampai sejauh ini.

Sesampainya dirumah sakit Yoel segera menahan kerah baju Maven lalu berkata. "Jangan ribut, ini rumah sakit."

"Ck! Iya." Selanjutnya Maven kembali meneruskan tujuan awalnya. Ruang rawat Hiresh.

Ke-tujuh manusia yang berada di ruang rawat berdiri begitu mereka mendengar pintu yang dibuka. Javin dan Janu bahkan sudah maju untuk mengantisipasi kalau-kalau yang datang adalah Galih atau orang-orang suruhannya. Tapi mereka bisa bernafas lega begitu melihat Maven, Yoel dan Jaya yang datang.

"Abang enggak apa-apa? Kalian juga gak apa-apa kan?" Yoel menatap Atha dan teman-temannya.

"Aman kok Mas, kita enggak apa-apa." Yudhis menjawab sebagai perwakilan.

"Dianya sekarang dimana?"

"Ada di kamar Javin di hotel." Meskipun takut saat melihat wajah Jaya, Javin masih berusaha untuk menjawab pertanyaannya.

"Yang lain ayo ikut Kakak ke hotel."

"Gue ikut." Maven yang tadinya sedang mengusap rambut Hiresh tiba-tiba berdiri, "Gue mau liat orangnya langsung."

Jaya mengangguk menyetujui. "Oke. Ayo pergi kalo gitu."

Yoel hanya bisa menghela nafas, percuma menahan Maven yang sedang tersulut emosi. Dia akan membiarkan Adik ke-duanya melakukan apapun yang dia inginkan sekarang. "Kata dokter apa Bang?"

"Dislokasi katanya Mas. Adik tadi lagi naik tangga, yang pertama jatoh kena tanah bahu kanannya, posisi nya berlawanan sama tubuhnya pokoknya pas jatoh tuh udah enggak berbentuk lagi. Kata dokter bonggol tulang lengan bagian atasnya lepas dari sendi bahu. Gak tau deh aku pokoknya ngeri aja kalo di bayangin."

"Tapi udah di obatin kan?"

"Udah, buat sementara dia harus pake alat penyangga sampe dokter bilang boleh dilepas."

"Selain bahu ada lagi yang luka?"

"Badannya sih lecet gitu sama keningnya luka kena tembok deh kayaknya."

Kepala Yoel mengangguk mengerti. Tangannya terulur untuk mengusap surai sang Adik. "Pasti sakit ya Dek?"

"Maaf ya Mas... karena aku enggak becus jagain Hiresh." Atha menatap sang Kakak, "Kalo a—"

"Ssstt udah ah! Jangan nyalahin diri sendiri gitu. Bukan salah kamu lagian, ini emang salah Galih aja." Yoel mengusap pundak Atha, "Mas tau Abang juga pasti lagi sibuk tadi. Abang enggak harus setiap detik ada di samping Adik. Dengan Abang nemenin Hiresh disini juga udah cukup membuktikan kalau Abang memang betul-betul menjaga dia."

Tanpa disadari Atha, air matanya tiba-tiba menetes. Bayangan Hiresh yang meminta tolong masih membayangi pikirannya. Sedangkan Atha tidak bisa berbuat banyak karena khawatir akan semakin melukai sang Adik. Yoel yang melihat Adiknya menangis segera merengkuhnya ke dalam pelukan. Di usapnya punggung Atha yang mulai bergetar. Dia paham sekali, pasti Atha ketakutan saat melihat Hiresh tadi. Diam-diam tangan Yoel terkepal kuat, dia harap Maven bisa membalaskan rasa sakit Hiresh kepada Galih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

4 BROTHERS || J-Line TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang