9: Semua Sayang Hiresh

1.2K 134 6
                                    

Matahari masih nampak malu-malu untuk menyapa di pagi hari. Namun seorang anak laki-laki yang baru saja terbangun sudah menatap langit dengan tatapan sendu. Semalam dia tidak bisa tidur, pikirannya terus melayang memikirkan bagaimana kondisi sang Adik. Sampai sekarang dia belum menerima pesan ataupun kabar lainnya dari Yoel. Padahal dia sedang harap-harap cemas. Atha menghela nafas saat alarm milik Hiresh berbunyi. Biasanya begitu jam wecker itu berbunyi Atha bisa melihat wajah Hiresh yang baru saja bangun dari tidurnya. Dia pun lekas mematikan alarm yang terus berbunyi, Atha harus bersiap-siap pergi ke sekolah.

Rumah terasa lebih kosong dari biasanya. Tidak ada celotehan cempreng milik Hiresh yang terdengar. Atha hanya bisa mendengar bunyi penggorengan yang beradu serta wangi bumbu dapur yang sedang di tumis. Meskipun enggan, kakinya tetap melangkah ke arah dapur. Maven pasti sedang membuat sarapan. Benar saja, Maven sedang memasak di dapur. Kali ini dia memasak sendirian, tidak di temani Hiresh yang sering merecokinya setiap pagi.

"Tidur nyenyak Bang?" Maven memberikan segelas air hangat untuk Atha.

"Gak bisa tidur aku."

"Kenapa? Kepikiran Adek?" Atha mengangguk, "Kata Mas dia udah siuman kok semalem. Hari ini mau tes lab dan lain-lain."

Kepala Atha di letakkan di atas meja kemudian dia berkata. "Aku enggak usah sekolah aja ya? Biar nemenin Adik di rumah sakit."

"Mana bisa begitu." Tangan Maven mengusap surai Atha, "Nanti pulang sekolah kan bisa temenin Hiresh. Makanya kamu sekalian bawa baju ganti."

"Udaaahhh..."

"Yaudah makan dulu, abis ini kita berangkat."

Sarapan kali ini benar-benar tidak seperti biasanya. Atha sejujurnya tidak nafsu untuk memakan apapun. Tapi dia tidak mungkin mengabaikan masakan Kakaknya. Maven sudah susah payah membuatkan sarapan, akan sangat tidak sopan jika Atha malah tidak memakannya sekarang. Maven rela menyita waktunya untuk memastikan kebutuhan pagi Atha terpenuhi, maka Atha harus menghargai usaha sang Kakak untuknya.

Pukul 6 lewat 45 menit Atha dan Maven berangkat. Kali ini Atha tidak membawa kendaraan. Maven akan mengantarnya ke sekolah sebelum pergi ke rumah sakit dia harus membawa sarapan untuk Yoel juga harus menjaga Hiresh selama Kakak pertamanya bekerja.

"Belajar yang rajin. Percaya kalo Hiresh pasti baik-baik aja."

"Aku sekolah dulu ya Kak. Dah..." Atha turun dari mobil Maven kemudian melambaikan tangannya. 

Setelah mobil sang Kakak pergi, dia masuk ke dalam area sekolah. Tidak lupa juga Atha menyapa beberapa teman dan orang-orang yang di kenalnya. Sebelum pergi ke kelas, Atha menyempatkan diri untuk pergi ke kelas sang Adik untuk mengantarkan surat keterengan dokter. Untungnya ke-dua antek-antek Hiresh sudah ada di depan kelas.

"Bang Hiresh enggak kenapa-kenapa kan?

"Sabar..." Atha melepaskan cengkraman Janu di bahunya, "Hiresh masuk rumah sakit. Titip ini ya? Tolong kasihin ke Guru nanti."

"Hiresh kenapa?" Tanya Javin.

"Semalem tiba-tiba pingsan. Kambuh sih kayaknya. Hari ini baru mau tes lab sama pemeriksaan lanjutan. Doain aja semoga Hiresh baik-baik aja." Atha menepuk bahu sahabat sang Adik, "Gue ke kelas dulu ya."

"Nanti boleh jenguk Bang?"

"Boleh Jan. Udah bel, gue duluan."

"Gara-gara si Galih nih pasti." Javin menggeram, "Liat aja gak akan gue biarin dia lolos."

Janu segera merangkul pundak Javin untuk masuk ke dalam kelas. Bisa bahaya jika ada orang yang mendengar ucapannya. Bisa-bisa mereka berdua adu jotos di sekolah. Bukan maksud Janu melarang Javin untuk membuat perhitungan, hanya saja alangkah lebih baiknya jika pertempuran itu dilakukan di luar sekolah. Mereka ini baru beberapa minggu menjadi siswa SMA, setidaknya saat ini mereka harus menjaga imagenya sedikit. Untuk kedepannya ya kita lihat saja nanti.

4 BROTHERS || J-Line TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang